Nanda menutup wajahnya dengan kedua tangan,nafasnya terdengar gusar sesekali dipanjatkannya do'a untuk menenangkan diri.Dia berdiri,berjalan kearah pintu yg tertera tulisan UGD.Dia berjalan kesana kemari dengan perasaan cemas.Dia sama sekali tidak bisa tenang saat ini,sebelum dokter keluar dan memberitahukan bahwa kondisi ayahnya baik baik saja.
"Nanda,lo jangan mondar mandir dong.Gue pusing nengoknya,gue tahu lo cemas tapi lo harus tenang" kata Sam yg sedari tadi duduk dibangku panjang diruang tunggu.
Nanda menuruti ucapan Sam dan duduk disamping laki laki itu."Sam makasih ya udah bantuin gue juga ayah gue" "Gue gak tahu harus minta tolong sama siapa lagi,biasanya Rana tapi dia kan lagi sakit" kata Nanda setelah perasaannya sedikit lebih tenang.Sedari tadi dirinya sangat khawatir dan takut saat dia mendapati ayahnya pinsan dikamar.Dia panik dan bingung harus minta tolong sama siapa.Beruntung,Sam mau berbaik hati saat Nanda meminta pertolongannya.
"Gak perlu ber-terimakasih,sebagai sahabat kita harus saling membantu.Gue yakin kok,Ayah lo gak kenapa napa" Sam mencoba meyakinkan Nanda,agar sahabatnya itu tak terlalu panik seperti tadi.
Cukup lama menunggu akhirnya dokter keluar dan memberi tahukan bahwa keadaan Ayah Nanda baik baik saja.Hanya kelelahan dan kurang istirahat.
"Pasien sudah siuman dan tidak perlu rawat inap.Hanya ada obat yg harus ditebus" kata dokter.Nanda menghela nafas dan bersyukur.Dia tahu Ayahnya bekerja terlalu keras tanpa mempedulikan kesehatannya.
***
Nanda menutup pintu kamar ayahnya,membiarkan ayahnya istirahat.Setelah urusan administrasi selesai,Ayahnya menginginkan untuk pulang lebih cepat.
Nanda berjalan ke dapur,membuat secangkir teh manis hangat dan dibawanya ke ruang tamu,Sam menunggu disana.Sesampainya di ruang tamu yg berukuran sedang,Nanda mendapati Sam tengah sibuk mengamati foto keluarga yg terpajang di dinding.
"Gitu amat nengoknya,gue waktu kecil cantik ya" kata Nanda setelah meletakkan secangkir tehnya lalu dia duduk disova.Sam hanya tersenyum menanggapi,dia lalu duduk di sova lain yg berdekatan dengan Nanda."Cantikan ibu lo,," kata Sam singkat.
"Emang lo pernah ketemu ibu gue?" kata Nanda.Sam bergumam pelan mengamati foto foto yg dibingkai rapi itu,dia sedikit bingung karena difoto itu banyak wanita setengh baya yg usianya sepertinya hampir sama dan dari semua foto itu mereka semua berkerudung.Mungkin itu foto anggota keluarga Nanda yg lain,karena Nanda anak tunggal.
"Yang pasti paling cantik diantara semua wanita yg ada difoto itu" Sam mengalihkan pandangan ke arah Nanda."Sok tau lo,ibu gue itu gak ada disitu.Ibu gue paling gak suka didepan kamera,meskipun itu acara keluarga tetap aja gak mau.Sekalinya foto itu cuma foto buku nikah sama KTP.Udah,," tukas Nanda.
Sam hanya bergumam datar,lalu disesapnya teh yg sudah Nanda buatkan untuknya."Oh ya,Ayah lo kerja dimana?" tanya Sam setelah teringat ucapan dokter bahwa Ayah Nanda terlalu letih dan membutuhkan banyak istirahat.
"Kerja sebagai kuli bangunan,Ayah gue gak mau cuma bergantung sama ibu.Jadi seberat apapun pekerjaannya Ayah lakukan yg penting halal"
"Ibu lo terakhir pulang kapan?" tanya Sam hati hati.
Nanda terdiam,matanya menerawang pada ingatannya saat ibunya pulang untuk pertama kalinya.Saat itu Nanda berharap ibunya tidak akan meninggalkannya lagi,tetapi sayang hanya baru satu minggu ibunya harus berangkat lagi.
"Sekitar,,,"Nanda berfikir sejenak,menghitung dengan tepat kapan ibunya pulang."Sekitar dua tahun yg lalu" lanjut Nanda pelan.
"Makanya gue bercita cita jadi pemain bulutangkis kelas dunia.Jadi gue bisa keluar negeri tanpa harus jadi TKW.Gue juga bisa membanggakan Ayah dan ibu" Nanda mengepalkan tangan penuh semangat.Dia memandang lurus kedepan,tekad yg sudah dia rancang matang matang.
"Keren semangat lo,salut gue" kata Sam kagum "Orangtua lo ngedukung cita-cita lo?'' lanjut Sam.Nanda tersenyum dan mengangguk pelan"Iya,ngedukung banget malah.Ya selama cita-cita itu baik dan gue serius ngejalaninya"
Sam mengangguk membenarkan "Ya semua orangtua pasti mendukung mimpi anaknya" gumam Sam pelan,meskipun itu tidak berlaku dihidupnya.
***
Sam memutuskan untuk pulang,setelah dia berpamitan dengan Ayah Nanda lebih dulu.Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang,sudah cukup lama dia tidak pergi berkendara dengan mobil setelah dia memiliki Vespa.Tentang Vespa,Sam tiba tiba teringat akan Rana.Sedari pagi dia sama sekali belum mengabari gadis itu,karena dia buru buru dan panik saat Nanda menghubunginya.Dirogohnya Ponsel yg ada disaku celana hitam panjangnya.Dia terkejut ketika membuka Ponselnya dan ada banyak sekali pesan yg masuk,dari Rana.Sam membuka pesan yg terakhir Rana kirimkan disitu tertera sekitar satu jam lalu pesan itu tiba.
Sam kamu ada urusan penting apa? Sampai gak sempat balas sms aku.Nanti kalau udah sempat kasih kabar ya,aku khawatir.
Itu sms terakhir yg Rana kirim,Sam melihat jam tangannya sudah jam 13.15.Ternyata sudah setengah hari dia tidak memberi kabar sama sekali.Sam mencoba membuka pesan lain yg Rana kirim.Sesekali dia fokus ke jalan takut dia oleng dan menabrak pengguna jalan yg lain.Tetapi itu terlalu sulit,akhirnya dia menepikan mobilnya lebih dulu.
Sam tadi Bima kesini,katanya tadi kamu pergi naik mobil? Tumben Sam,pasti penting banget ya.
Sam membuka pesan lain yg dikirim Rana lebih dulu.Dia merasa bersalah sekarang,dia tidak mengabarinya sama sekali.Sam mencoba menelfon Rana tetapi tidak diangkat.Rasa panik kini mulai datang,tanpa pikir panjang Sam memutuskan pergi dari tempat itu.
***
Rana berjalan keluar menuju depan rumahnya.Didapatinya sebuah mobil yg sangat ia kenal terparkir disana.Gadis itu keluar setelah pemilik mobil itu menelfon dan menyuruhnya keluar."Sam kamu kemana aja?Dari pagi gak ada kabar?"tanya Rana sambil berlari menuju mobil Sam.
Setelah telfonnya tidak diangkat Sam memutuskan untuk menemui Rana secara langsung.Dia takut Rana akan marah,tetapi yg dia pikirkan salah.Gadis itu bukan marah tetapi khawatir,dari cara dia berjalan yg terlihat terburu buru.
Sam akhirnya menjelaskan semuanya,alasan kenapa dia tidak memberi kabar.
"Kok Nanda gak ada ngomong sama aku" kata Rana,dia berfikir sejenak.Biasanya setiap ada sesuatu terjadi Nanda akan memberitahu dirinya.
"Gimana dia mau minta tolong sama kamu,mana mungkin orang sakit nolongin orang sakit"protes Sam yg langsung mendapat cubitan dari Rana.Dia tidak bisa menghindar dan hanya bisa merengek kesakitan dan meminta Rana melepaskan cubitan mautnya.
"Yessss,dendam gue TERBALASKAN" ujar Rana sambil mengangkat kedua tangannya diudara setelah melepaskan cubitannya.Dia tidak mempedulikan Sam yg terjongkok menahan sakit.
"Dasar ratu tega kamu" Sam mendengus kesal.Dia berdiri lalu dengan cepat mencekik leher Rana,bukan mencekiknya secara kuat tetapi dia tahu Rana paling geli jika lehernya disentuh.
"Sam lepasin,jangan sentuh sentuh.Geli tahu,,," Protes Rana,dia langsung lari setelah terlepas dari cekikan Sam.Akhirnya keduanyapun kejar kejaran layaknya anak kecil.Ulah mereka akhirnya berakhir di Taman yg tidak jauh dari rumah Rana.
Keduanya duduk diatas ayunan sambil melepas lelah.Nafas mereka masih belum teratur,keduanya tertawa meski lelah setelah berlari memutari perumahan.
"Udah bawel,suka nyubit,mukul,bisa lari larian,berarti kamu udah normal lagi"kata Sam,dia memastikan jika Rana sudah sehat kembali.
"Emang kemarin aku gak normal,kamu pikir aku gila gitu,dasar"Rana melempar botol air mineral yg sudah kosong ke arah Sam tetapi berhasil ditangkap laki laki jangkung itu.
"Rana,yg bener dong kalau buang sampah.Masa orang seganteng ini kamu kira tempat sampah"ujar Sam sambil berjalan menuju tempat sampah yg sudah disediakan.Dia membuang botol air mineral milik Rana juga punya dirinya yg sudah kosong.
"Ih gantengan tempat sampahnya tau,dari pada kamu" bantah Rana.
"Jangan menghina ciptaan Allah,dosa!" ujar Sam sambil kembali duduk diayunannya."Siapa yg menghina,aku memuji tempat sampahnya kok,bagus"Rana mengelak,dia tidak mau kalah.
Sam hanya menggeleng dengan sikap Rana yg terkadang masih kekanak kanakan.Tetapi jika boleh jujur sifat itulah yg membuat dia melupakan sesaat kesedihan dalam hidupnya.Kesedihan yg serasa hilang saat dia bersama Rana.Sehingga dia tidak mampu untuk menceritakannya.