Busan, satu bulan sebelumnya,
"Appa, apa sebaiknya kubatalkan saja keberangkatanku ke Seoul?" tanya Park Hye-Rin sambil memasukkan lembar terakhir pakaiannya ke dalam koper.
"Apa yang kau bicarakan?" Park Jung-Hyun, ayah Hye-Rin, balik bertanya dengan nada terkejut. Pria itu kemudian mengulurkan tangan dan menyentuh kepala Hye-Rin. Dielusnya rambut hitam tebal Hye-Rin perlahan. Ia mengerti kekhawatiran putri semata wayangnya itu akan keadaannya.
"Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri di sini," tukas Hye-Rin.
"Appa baik-baik saja. Kau tidak perlu mengkhawatirkan Appa-mu ini. Kau harus tetap berangkat ke Seoul. Appa tahu pekerjaan itu sangat penting untukmu."
"Tapi, Appa―,"
"Sudahlah. Selesaikan kemas-kemasmu, lalu kita makan malam bersama. Appa tunggu di luar," potong Jung-Hyun cepat, sebelum Hye-Rin mengungkit lagi keinginannya untuk membatalkan keberangkatan ke Seoul. Ia tidak akan membiarkan Hye-Rin kehilangan kesempatan meraih cita-citanya hanya karena memikirkan keadaan seorang pria tua seperti dirinya.
"Ne," jawab Hye-Rin lesu. Ia memandang punggung ayahnya yang menghilang dari balik pintu kamar.
Hye-Rin menghela napas panjang sambil memeriksa isi kopernya yang masih terisi setengah. Esok, ia harus berangkat ke Seoul karena tiga hari lagi adalah hari pertamanya bekerja di sebuah radio bernama VBS FM di ibukota Korea Selatan tersebut.
Awalnya ia sangat bersemangat untuk berangkat ke Seoul. Setelah satu tahun lulus dari Universitas Busan dan menjadi pengangguran yang hanya bisa merepotkan appa dan halmeoni-nya, akhirnya ia berhasil mendapatkan panggilan kerja pertamanya sebagai karyawan magang di sebuah kantor radio seperti yang ia inginkan.
Namun semangatnya lenyap ketika kondisi halmeoni mulai menurun beberapa minggu lalu. Dan halmeoni mengembuskan napas terakhir tiga hari lalu sebelum keberangkatannya ke Seoul esok hari. Bagaimana bisa ia tetap memikirkan dirinya sendiri sedangkan ayahnya harus tinggal sendirian di Busan setelah halmeoni tiada.
Hye-Rin memandang ke sekeliling kamar dengan seksama. Kamar ini sekarang terlihat begitu sendu setelah ditinggal pemiliknya. Cat dinding berwarna krem muda membuat suasana kamar tidur itu bertambah temaram. Hye-Rin semakin terbawa larut dalam suasana kehilangan yang masih begitu kental.
Hye-Rin berjalan mengelilingi kamar yang tidak terlalu luas, itu mencoba menemukan sesuatu yang bisa ia bawa ke Seoul sebagai kenang-kenangan.
"Halmeoni, ijinkan aku membawa beberapa barang milikmu ke Seoul. Agar aku selalu merasa kau tetap bersamaku," batinnya.
Langkah kaki Hye-Rin berpindah ke tempat tidur di tengah ruangan, kembali ke tempat ia mengepak pakaian-pakaiannya tadi ke dalam koper. Ia duduk di sana dan menyapukan kedua tangannya ke permukaan kasur bersprei putih itu. Sejak kecil, setelah ibunya meninggal, Hye-Rin hanya memiliki halmeoni dan appa. Ia selalu tidur bersama halmeoni hingga lulus SMA, sebelum akhirnya memiliki kamar sendiri saat kuliah.
Pandangan Hye-Rin kembali menyapu ruangan. Matanya berhasil menangkap sesuatu di atas nakas di ujung ruangan. Sebuah pigora foto. Ia kemudian bangkit menghampiri benda tersebut. Foto halmeoni dan harabeoji ketika masih muda. Gadis itu mengambil pigora dan memeluknya. Ia lalu memutuskan untuk membawa pigora itu.
Setelah meletakkan pigora foto ke dalam koper, Hye-Rin beringsut mendekati lemari pakaian dan membukanya perlahan. Pakaian-pakaian milik halmeoni masih terlipat dan tertumpuk rapi di dalam lemari. Bau harum sabun cuci masih menguar dari sana. Rasanya masih tidak percaya bahwa pemiliknya sudah tiada.
Hye-Rin menyentuh satu persatu lipatan-lipatan kain yang tertumpuk rapi di salah satu rak di dalam lemari. Kemudian jemarinya jatuh pada sebuah syal rajut berwarna toska yang terlipat di bagian tengah tumpukan pakaian itu
Syal itu adalah syal kesayangan neneknya. Hye-Rin bermaksud mengambil syal tersebut namun ia menariknya terlalu cepat hingga membuat tumpukan pakaian lainnya terjatuh dan berantakan di lantai. Gadis itu sengaja membiarkannya. Ia malah asyik melilitkan syal tersebut mengelilingi lehernya yang jenjang. Bibirnya membentuk sebuah senyuman. Gadis itu menggeser tubuhnya ke depan cermin di samping lemari. Mematut diri.
"Aku mirip sekali dengan halmeoni kalau memakai syal ini," gumamnya sambil membandingkan dirinya sendiri dengan halmeoni muda dalam foto tadi. Dan sekali lagi ia memutuskan untuk membawa syal milik neneknya itu
Lalu Hye-Rin membungkuk bermaksud untuk mengambil pakaian-pakaian yang tadi dijatuhkannya. Ketika gadis itu hendak memasukkan dan merapikannya kembali ke dalam lemari, ia melihat sesuatu tersembunyi dari balik tumpukan pakaian. Hye-Rin urung mengembalikan baju-baju yang tadi terjatuh. Karena penasaran, ia kemudian mengambil sesuatu yang tersembunyi di balik tumpukan baju itu.
Sebuah radio tua.
Bukan radio sembarangan. Hye-Rin ingat, dulu saat ia masih kecil, halmeoni suka sekali mendengarkan lagu-lagu dan siaran berita dari radio itu, hanya saja radio itu akhirnya rusak termakan usia, dan appa membelikan halmeoni radio baru sehingga radio itu tergantikan. Sejak saat itu radio itu hanya tersimpan begitu saja di lemari halmeoni.
Hye-Rin menyentuh radio tua yang bagian atasnya berwarna kuning itu. Permukaan sisi-sisinya yang terbuat dari kayu masih terlihat mengkilap dan bagus. Memang radio itu sudah tidak bisa digunakan lagi. Tapi radio ini pasti berharga untuk halmeoni. Jika tidak, untuk apa radio itu masih disimpan di sana. Dan juga, berkat radio inilah Hye-Rin mengenal lagu-lagu dan mencintai dunia broadcasting hingga hari ini.
Hye-Rin mengangkat radio tua itu dari dalam lemari dan menimangnya. Sambil tersenyum ia berpikir, sepertinya tidak apa-apa kalau ia membawa radio ini ke Seoul. Jika halmeoni-nya masih ada, pasti beliau juga akan mengijinkan.
"Hye-Rin-a, makan malamnya sudah siap!!" suara Appa yang memanggil dari luar kamar membuat Hye-Rin terkesiap.
"Aku segera ke sana Appa!" sahut Hye-Rin.
Ia meletakkan kembali radio tua itu ke tempat semula, tersembunyi di belakang tumpukan baju-baju di dalam lemari.
"Aku akan membawamu besok," ujarnya sambil menepuk-nepuk bagian atas radio itu sebelum menutup lemari. Lalu ia melangkah keluar kamar dengan suasana hati yang jauh lebih tenang dari sebelumnya.
Tak lama setelah Hye-Rin meninggalkan kamar, terdengar suara aneh dari dalam lemari.
Bbbzzz... bbbzzz...
~ Neorul wihae doraseoneun ge anya...
Bzzzb... bbzzbb....
~ Naraganun saedul bara bomyo....
Bzzzbb... bzzzzb...
Kemudian senyap.
*** Bersambung ***
Catatan penulis :
Haaaaai ^^
Akhirnya bab satu tayang juga...
Selamat membaca dan jangan lupa kasih komen untuk masukan dan kritik dan juga vote kalau kamu suka dan pengen baca kelanjutan ceritanya..
Jangan lupa juga untuk baca Memento Series lainnya di akun milik @piadevina, AsmiraFhea, @dhamalashobita, dan @handinamire99,
Sampai jumpa ^^
Love, Lia
KAMU SEDANG MEMBACA
RADIO'S HEART (Memento Series #4) SUDAH TERBIT
General FictionHai! Ada kabar baik yang pengen banget saya share ke kalian semua. Masih ingat kan kalian dengan Memento Series yang dulu pernah saya publish di sini?? Yha~~~ maklum kalau pada lupa kok, karena emang udah berdebu banget ini cerita gara-gara nggak p...