Chapter 8 : Strange Feeling

316 27 1
                                    

Note : Chapter ini akan dibagi menjadi dua seperti chapter sebelumnya. Tapi, sudut pandang yang berbeda. Chapter 8-1 akan ditulis dari sudut pandang Minato. Hari yang diceritakan akan sama. Namun ada beberapa peristiwa yang berbeda, karena mereka tidak selalu bersama, jadi otomatis pengalamannya beda. Trus apa yang mereka lihat dan pikirkan juga beda.

KUSHINA (CERITA DARI SUDUT PANDANG KUSHINA)

Aku bangun awal hari ini. Pertama kali sejak sekamar dengan Mikoto, aku bangun lebih awal darinya. Entah apa yang membuatku bangun awal. Aku merasa tidak nyaman, seperti diawasi. Rasanya ruangan ini penuh dengan kamera. Seseorang seperti mengamatiku, dan aku tidak leluasa. Harapanku, semua itu hanya pikiran dan khayalanku saja. Ini akan menjadi sangat menyeramkan jika kau benar-benar diawasi kan? Secara fisik, memang tidak nampak. Bisa saja, benda itu disembunyikan dengan sihir tingkat tinggi, hingga tidak dapat dideteksi. Aku memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap, melupakan segala pemikiranku sejak bangun tadi.

Saat aku selesai bersiap, Mikoto terbangun dari tidurnya. Ia sedikit kaget melihatku sudah rapi.

"Apakah aku kesiangan?" Mikoto mengusap kedua matanya. Ia masih terlihat lelah.

"Tidak, aku yang terlalu pagi." Aku membalik halaman bukuku lagi. Aku masih penasaran dengan buku yang aku pinjam kemarin.

"Benar juga." Mikoto segera turun dari tempat tidurnya. Selimut dilipat rapi di ujung tempat tidur. Ia bergegas mandi dan bersiap untuk kelas hari ini. Dalam lima belas menit, teman sekamarku itu sudah rapi dan mengajakku ke bawah untuk sarapan.

"Mikoto, apakah kau kesulitan tidur kemarin malam?" tanyaku. Aku ingin tau siapa saja yang merasa seperti diawasi dan sulit tidur, hanya aku, atau orang lain juga?

"Tidak. Apakah kau merasakannya?" Mikoto terus melangkah menuruni tangga. Matanya tidak menatapku, ia fokus pada anak tangga pijakannya.

"Iya, rasanya seperti ada pengawas di setiap sudut ruangan." Aku menjelaskan dengan jujur, apa adanya. Tidak ada salahnya jujur dengan teman sekamar bukan?

Mikoto berhenti di depan pintu ruang makan. Ia berbalik menatapku. Tangannya terlipat di depan dada. Matanya mengamatiku sejenak.

"Ada apa?" Aku bingung melihat respon Mikoto. Apakah aku salah pakai seragam? Sudah pasti tidak. Mungkin ada yang tidak rapi? Atau aku terlihat aneh? Aku menggelengkan kepala, mengusir semua pikiran buruk terhadap diriku sendiri.

"Sepertinya kau lelah dan terlalu banyak beban pikiran Kushina. Besok akhir minggu, bersenang-senanglah." Mikoto tersenyum, lalu menepuk pundakku.

"Ayo sarapan." Mikoto menarik tanganku.

Kami selalu duduk bersebelahan setiap sarapan. Menu hari ini sangat lezat. Rasanya aku bisa menghabiskan lebih banyak dari porsi biasanya. Aku tidak pernah memakan makanan selahap ini selain makanan favoritku. Tapi aku harus menahan nafsu makan. Jika makan terlalu banyak, aku takut mengantuk di kelas.

Kami berangkat bersama ke akademi. Rasanya sedikit ada yang salah dengan cuaca hari ini. Awan terlihat bergumul di langit, terlihat tebal sekali. Angin berhembus lumayan sering dan cukup kencang, tapi tidak sampai membuat terbang benda-benda atau merusak sekitar. Burung-burung juga tidak terlihat menari-nari di dahan pohon sambil bersiul. Mungkin mereka kesiangan? Kurasa burung tidak bisa kesiangan. Untung aku membawa sweater hari ini, tanganku terasa dingin terkena angin, tapi paling tidak badanku hangat.

Minato tidak di kelasnya. Ia berdiri di dekat tangga, membaca sebuah buku. Saat sampai di dekat tangga, aku berpisah dengan Mikoto seperti biasa. Aku menghampiri Minato.

Forgotten PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang