Hal pertama yang kulihat dipagi hari ini adalah langit-langit putih bercorak coklat muda khas kamarku. Kemudian sinar mentari yang mengintip dicelah-celah gorden jendela. Aku membiaskan cahaya pagi yang masuk kedalam retinaku.
Aku meraba keningku yang terasa dingin. Terdapat handuk lepek disana. Menggeser pandangan ke nakas, aku menemukan ponselku disana. Tapi tidak sendiri. Ada satu ponsel lagi dengan strap karakter 'Ryan'. Namun perhatianku bukanlah pada dua ponsel itu.
Aku mengulurkan tangan untuk mengambil termometer telinga diatas ponsel itu. Mengukur kembali suhu badanku, karna aku merasa lebih baik.
37,9 °C.
Hampir normal. Aku bangkit dari tidurku. Merasa ada yang harus aku kerjakan. Matahari sudah hampir dipuncak kepala. Yatuhan, aku tertidur berapa jam?
Eoh?
Aku baru menyadari kakiku terbungkus kaos kaki motif kelinci saat menyibak selimut. Nyaman sekali. Siapa yang memasangkannya? Pantas kakiku terasa hangat.Cklek.
"Sayang? Kau sudah bangun?"
Dia, Namjoon.
Kenapa ada disini? Seingatku kami berdua masih bertengkar dan tidak saling menghubungi sejak seminggu yang lalu. Kenapa pria itu tiba-tiba muncul?"Kenapa kau disini, Joon?"
Pria itu tersenyum, menampakkan dimple manis yang selalu bisa membuatku menahan napas. Berjalan pelan menghampiriku.
"Kau tidak sadarkan diri selama sepuluh jam, Sayang."
Tidak sadarkan diri? Aku? Selama itu?
"Aku hampir mati jika saja kau tak bernapas dengan normal."
"Mwo?"
"Dasar keras kepala. Demammu hampir empat puluh derajat tapi tidak mau kerumah sakit."
Namjoon menangkup kedua pipiku. Aku mendongak menatap iris elang miliknya, dapat kulihat gurat khawatir disana.
"Jika saja kau terlambat menghubungiku, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri."
Aku menghubungi Namjoon? Teringat lap lepek dikeningku tadi, kaos kaki yang terpasang nyaman, dan ah! Aku menoleh kenakas, ponsel dengan strap Ryan itu milik kekasihku. Dan juga ada satu kotak aspirin disana.
Jadi yang merawatku tadi malam itu Namjoon? Aku menatap kembali dirinya.
Aku bahkan tidak ingat apapun tentang tadi malam.
"Namjoonie~"
"Iya sayang?"
Apa aku termasuk gadis paling beruntung karna memiliki Namjoon? Pria yang begitu peduli padaku. Pria yang selalu ada saat aku membutuhkannya. Pria yang.. Selama empat tahun ini membuat hidupku lebih banyak berwarna.
"Kau pasti lapar kan? Aku tadi keluar untuk membeli bubur. Sebentar,"
Grep
"Eh?"
Aku memeluk Namjoon saat ia berbalik. Menyandarkan kepalaku dipinggangnya. Menyesap aroma dunhill yang menjadi ciri khas pria-ku.
"Mianhae. Jeongmal mianhae." Dengan sepenuh hati.
"Untuk apa?"
"Semuanya." Aku semakin menyamankan diri dipinggangnya. Memeluk semakin erat dirinya seakan takut kehilangan. Dan itu benar. Aku takut kehilangan Namjoon.
Aku merasakan tangan besar itu melingkupi lenganku. Mengusap pelan, membuatku semakin nyaman dengan pria ini. Lalu berbalik dan berjongkok didepanku.
"Apa itu artinya kita sudah baikan?"
Aku mengangguk. Jujur aku malu mengakui. Karna aku yang membuat hubungan kami renggang selama seminggu. Mungkinkah aku sakit karna efek dari hubungan kami? Ah.
"Kau mau apa?"
"Aku harus mengukur kembali suhu badanmu." Namjoon mengambil termometer dinakas.
"37 °. Aku sudah membaik."
"Ah benarkah?" Senyum Namjoon.
Tunggu, senyum itu terlihat sedikit... Aneh.
"Memang kenapa?"Tanyaku menyelidik.
"Artinya kau sudah sembuh. Dan.." Aku memundurkan badanku saat Namjoon semakin mendekat.
Ingat kau masih punya hutang delapan ciuman padaku, sayang." Ia mengerlingkan mata, dengan jarak 5 cm dihadapanku.
"YA!"
Dasar lelaki kardus. Aku baru saja meminta maaf. Tapi tetap saja ia pria paling menyebalkan yang paling kucintai.
Cup.
Eh.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Kim Namjoon and Me ❤
FanfictionHanya sebuah fiksi tanpa klimaks. Menceritakan kehidupan Kim Namjoon dan kekasihnya semasa pacaran hingga meraih kesuksesan. Dibumbui romantisme dan intrik yang ringan, karna ini hanyalah cerita fluff buatan Author Amatir :) Begin: June 19th,