15 - Masalah

418 93 14
                                    

Full Team Dahyun plus Hoshi kembali berkumpul untuk sesi terakhir wawancara bersama Roa.

“Apa yang akan Kak Roa lakukan dengan Pristin setelah benar-benar meninggalkan sekolah?” Dahyun mengajukan pertanyaan terakhir.

“Setiap tahun leader Pristin berganti dan gue bakal ngelakuin hal yang sama kayak leader-leader sebelummnya. Memilih leader baru dan mengawasi untuk beberapa bulan pertama.” Jawaban Roa menjadi akhir wawancara mereka.

“Udah selesai, kan?” tanya Roa. Dahyun mengangguk.

“Lo semua pergi! Gue mau bicara sama Dahyun,” ketus Roa pada anggota tim Dahyun plus Hoshi.

“Tapi...” Hoshi tidak terima karena walaupun dia menghabiskan banyak waktu bersama Roa, hubungan mereka tidak mengalami perkembangan.

“Gue bilang pergi!” bentak Roa, matanya melotot.

Dahyun diam saja. Hoshi kicep. Sementara Moonbin, Rocky, Yoojung merapikan barang-barang mereka.

“Lelet amat! Cepetan!” bentak Roa lagi.

Mau tak mau para adik kelas beserta Hoshi buru-buru keluar walau buku atau pulpen mereka belum masuk ke dalam tas.


Roa menghampiri Dahyun yang sibuk menata tumpukan kertas.

“Mana rekamannya?” Roa mengulurkan tangan.

“Artikelnya belum keluar, Kak,” jawab Dahyun tanpa melirik Roa.

BRAKK. Roa menggebrak meja dengan kesalnya.

“Udah cukup yah gue ngikutin permainan lo selama ini. Sekarang rekamannya kasih ke gue,” bentak Roa.

Dahyun memasukkan tumpukan kertas tadi ke dalam tasnya lalu menyampirkan tasnya. “Gue ga mau, Kak.”

Dahyun berjalan melewati Roa.

Roa mengejar Dahyun sampai di koridor utama yang sepi. Bel pulang telah berbunyi sejak tadi.

“Mungkin gue banyak main lembut selama ini,” gumam Roa lalu menarik rambut Dahyun. Memastikan Dahyun tak dapat menghindar.

Dahyun merintih tapi Roa tak menunjukkan ampunnya. Roa memeriksa saku Dahyun dan menemukan hp Dahyun.

Roa teringat pada foto Wonwoo dan gadis di mall. Pasti foto jelasnya ada di hp Dahyun. Tapi Roa mengurungkan niatnya karena rekaman itu jauh lebih penting.

Roa melepaskan Dahyun. “Gue tahu semua kebusukan lo ada di hp ini. Jadi baiknya lo kasih gue rekaman itu dan gue balikin nih hp,” tawar Roa.

Dahyun mengangguk lamat. Ia berusaha menahan sakit di kulit kepalanya, sembari menahan eskpresi gugup.

Dahyun ingat semalam menonaktifkan kunci hpnya karena Bobby ingin meminjam hpnya.

Dahyun merogoh tasnya dan menemukan sebuah flashdisk berisi rekaman pembicaraan mereka. “Kita ulurin sama-sama, Kak.”

Roa mengangguk.

Saat Roa mengulurkan hp itu, Dahyun justru menarik tangannya lalu berniat mengambil hp miliknya.

Roa menyadari kelicikan Dahyun. Dengan cepat ia menarik tangannya.

“Sekalinya busuk yah tetep busuk.” Roa tertawa sinis.

Masa bodoh dengan rekaman itu. Toh dia tidak bisa lagi mempercayai Dahyun.

Roa membuka hp Dahyun yang ternyata tidak terkunci. Dengan cepat ia mencari foto Wonwoo dan si cewek.

Dahyun yang biasanya gercep jadi kicep.

“Ceweknya berambut pendek, bukan panjang...,” gumam Roa.

Dahyun menelan salivanya. Bukan ini yang dia rencanakan.

Mata Roa membelalak. “Ini Yuha? Cewek yang bersama Wonwoo itu Yuha?” tanya Roa dengan nada sarat bentakan.

Dahyun tak menjawab. Tapi Roa tahu, itu artinya iya.

Roa pergi setelah melempar hp Dahyun ke lantai.

Dahyun terkejut. Rencananya hancur. Benar-benar hancur.

###

Di pintu gerbang sekolah, Hoshi menyambut Dahyun. Dahyun hanya bisa mendengus.

“Bagaimana? apa yang Roa katakan? Apa hubungan kami bisa berlanjut?” tanya Hoshi, penuh harap.

“Dengar yah, Kak Hoshi. Kak Roa tidak pernah sekalipun tertarik pada Kak Hoshi. Bahkan dia muak. Jadi jangan ganggu gue lagi.” Dahyun melanjutkan jalannya.

“Tapi, lo udah janji, Hyun.” Hoshi tidak terima.

“Gue ga pernah sekalipun janji. Gue cuman bilang usahain.” Titik. Dahyun benar-benar meninggalkan Hoshi.

Dahyun sangat kalut.

Sampai di rumah, masalah lain muncul. Laki-laki yang dihindarinya duduk manis di ruang tamu.

Semakin dihindari malah semakin mendekat. Dahyun tidak habis pikir.

“Hyun, lo darimana aja? Kok pulang telat?” tanya Eunwoo, posesif.

“Gue mau simpan tas dulu.” Ucapan Dahyun menghentikan ocehan Eunwoo.

Dahyun merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Ia sangat lelah. Fisik maupun mental.

“Dek, kok lo bisa temenan sama si ketua remus? Eh, gue ga maksud ngebongkar tentang hubungan kita, dia tiba-tiba datang dan cari lo. Padahal kan lo kalau diantar cuman sampai depan kompleks. Gue bener-bener ga tahu, dek,” cerocos Jeni yang nyelonong ke kamar Dahyun.

“Dia emang udah tau, Kak.”

Jeni hela napas lega.


Setelah ganti baju, Dahyun turun menemui Eunwoo. Dahyun benar-benar malas berdebat sekarang.

“Apa lagi yang mau lo katakan?” tanya Dahyun, to the point.

“Gue mau minta maaf, Hyun. Gue emang bodoh ga cari tahu kalau Bobby itu kakak lo. Dan gue lebih bodoh lagi karena ngejudge orang sembarangan. Gue cuman terlalu parno kalau itu menyangkut lo,” jelas Eunwoo.

Eunwoo menatap Dahyun tulus. Dahyun balas menatap malas.

“Udah selesai? Lo bisa pergi sekarang,” ketus Dahyun lalu beranjak.

“Gue salah apa, Hyun?” ringis Eunwoo.

Dahyun menghentikan langkahnya tapi tidak berbalik.

“Yang gue mau cuman bisa ada di dekat lo walaupun lo ga terima perasaan gue, juga ga apapa.”

“Kenapa lo ga bisa percaya kalau ada orang di luar sana yang tulus kayak keluarga lo?”

Pertanyaan terakhir Eunwoo membuat otak Dahyun berpikir keras. Jawaban cepatnya adalah karena Dahyun trauma.

Tapi jika orang itu adalah Cha Eunwoo, trauma adalah jawaban yang sangat naif.

Eunwoo tahu kebusukan Dahyun tapi tetap berusaha mendekati Dahyun.

Setelah Eunwoo salah paham terhadap Bobby, Eunwoo sampai datang ke rumah Dahyun hanya untuk minta maaf.

Dan dalam hati kecilnya, Dahyun tahu sikap berlebihan Eunwoo tak lain karena lelaki itu khawatir.


“Kasih gue waktu untuk berpikir,” ucap Dahyun, lebih lembut dari sebelumnya.

Eunwoo mengangguk. Bisakah dia berharap? Tidak perlu mengenai hati, cukup menjadi teman saja, Eunwoo akan lega.

Salam Nealra. 23 Juni 2017

Signal ;dahyun✔Where stories live. Discover now