Delapan

7 1 0
                                    

Vanessa duduk di kantin dengan gugup. Dia berhadapan dengan pria yang tadi bertengkar dengannya. Vanessa menundukan kepalanya karena dia tak berani menatap langsung ke wajah pria itu.

"Vanessa, Bryan. Mau pesen apa?" tanya Serine tersenyum tulus dan mulai beranjak dari kursinya.

"Gue aja yang pesen, Rin. Lo tunggu disini." ucap Vanessa kaku. "Gapapa. Sembari mau bayar yang kemaren. Hehe." ujar Serine cengengesan. "Jadi, kalian mau pesen apa?" Serine menatap Bryan dan Vanessa bergantian.

"Samain aja sama, lo." balas Vanessa yang memaksakan senyum. "Yan?" tanya Serine melirik Bryan. "Sama." ucapnya datar. Pandangannya tak lepas dari benda yang ada di genggaman nya. Serine mulai melangkahkan kaki dan pergi menjauh. Vannesa menggigit bibirnya. Dengan terpaksa ia duduk kembali.

"Yan." panggil Vanessa pelan dan sangat berhati hati. Hening. Bryan tak menoleh sedikit pun ataupun merespon panggilan Vanessa. Vanessa semakin gugup. Dia meremas roknya dan mendengus kasar.

"Bryan." panggil nya sekali lagi. Dia sangat menunggu respon pria di hadapannya. Bryan melirik Vanessa sekilas dan kembali memainkan ponselnya. "Maaf" Ucap Vanessa sangat pelan yang entah terdengar atau tidak oleh Bryan. Bryan melempar ponselnya sedikir kasar yang membuat Vanessa sedikit tersentak. Bryan menatap Vanessa dengan sangat lekat.

"Kenapa lo minta maaf? Gue ga butuh kata maaf dari lo." balas Bryan dingin yang membuat Vannesa memejamkan mata dan mendengus kasar. "Bukannya elo, yang minta putus hubungan?" ujar Bryan lembut tapi sangat menusuk di hati Vanessa.

"Bryan. Gue bener bener ngomong asal tadi. Gue cuma asal ceplos. Lo tau kan mulut gue ini gimana. Gue bener bener gaada maksud ngomong kek gitu. Bryan, lo jangan kayak gini, dong. Gue jadi takut sama lo. Bryan, gue mau lo.." ucapan Vanessa terpotong saat dia menyadari ada tangan yang mengusap lembut pipinya. Vanessa memberanikan diri untuk menatap Bryan, tapi yang diliatnya cuma senyum tulus dari pria dihadapannya.

"Nessa. Lo lucu banget sumpah. Ngakak gue liat lo yang mondar mandir sambil capruk gajelas." Bryan meniru gerakan Vanessa saat dia berbicara tadi. Wajah Vanessa berubah jadi merah padam. Dia memukul mukul bahu Bryan. Bryan terkekeh sambil sesekali memegang tangan Vanessa agar berhenti memukulinya.

****

Vanessa

"Assalammualaikum ma, pa! Nessa pulang!" teriak gue saat mulai memasuki teras rumah.

"Nes, temenin mama Shoping yuk." ajak mama semangat. Gue hanya mengangguk mengiyakan. Lumayan, bisa ditraktir shoping.

Gue segera mengganti baju seragam dan menggantinya dengan baju kasual gue. Gue melihat ke arah cermin rias, senyum gue mengembang saat melihat muka gue di pantulan kaca. Gue mengepang rambut jadi model fishtail. Gue mengelus tipis muka dengan bedak dan mengoles bibir dengan lipgloss. Gue turun, ternyata mama udah duduk manis di sofa sambil memainkan kunci mobil.

"Ciee. Anak mama dandan" godanya dan menyenggol pelan bahu gue. Gue tersenyum tipis. Lalu mama beranjak dari duduknya dan mulai mengeluarkan mobil dari garasi rumah. Gue masuk dan duduk di kursi penumpang. Dan mobil pun melaju.

****

"Nessa, mau beli apa?" tanya mama yang sedang memilih baju sangat fokus. Gue melihat ke sekeliling.

"Em. Ini aja, ma." gue mengambil asal sweater polos berwarna putih. Mama mengangguk dan gue meletakan sweter di kasir. Gue mengalihkan pandangan ke jendela toko yang langsung menembus ke taman bunga yang di depannya. Gue memicingkan mata, gue tersentak karena melihat pasanangan yang sedang bercanda ria. Tawa mereka pecah disana. Gue menggigit bibir bawah gue, ada sesuatu yang menetes dari mata gue. Gue memejamkan mata dan bergegas menghampiri mama.

****

My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang