Chapter 20

4.9K 432 33
                                    

Harry tidak bisa menghentikan rasa gelisahnya, sehingga ia terus-terusan mengetukkan jarinya pada cangkir kopi yang berada di depannya. Entah mengapa, ia yakin bahwa semua ini akan berakhir buruk.

Harry merogoh saku celananya dan memandang sepucuk surat itu. Entah apa isinya. Ia tak mau membukanya. Surat itu hanya untuk Hermione, dan ia tak berhak membukanya lebih dulu.

Lalu ia memandang jam tangannya, sudah tiga puluh menit berlalu dan Draco tak kunjung keluar dari mall di saat semua orang berhamburan keluar. Tapi yang satu ini, Harry yakin penyebab semua orang berhamburan keluar adalah rencana Draco.

Tak lama setelah semua orang pergi keluar, seorang gadis kecil berambut pirang berlari ke arah cafe. Saat pintu cafe terbuka gadis itu langsung menatap kesana kemari, lalu tak sengaja bertemu mata dengannya. Kemudian gadis itu langsung berlari ke arahnya dan duduk di kursi depannya.

Gadis itu masih terengah-engah. Sepertinya ia capek setelah berlari dari mall. Beberapa detik kemudian gadis kecil itu langsung menyambar kopinya dan meminumnya dengan cepat.

Tunggu! Kopinya kan baru dipesan beberapa menit yang lalu. Kopi itu masih panas!

"A—aww panas! Panas! Panas!"

"Mau minum?"

Terkutuklah Harry dengan pertanyaan seperti itu!

"Arghh kerongkonganku! Minum... Panas.. Aku mau minum!"

Harry yang merasa kasihan pada gadis itu, langsung memanggil pelayan untuk diambilkan air. Tak lama kemudian, pelayan itu datang dengan segelas air. Karena tak sabar, gadis itu langsung meraih segelas air di atas nampan dengan brutal.

Setelah menegaknya dengan habis, gadis itu langsung memelototi Harry.

"Mengapa paman tidak bilang bahwa kopi itu panas!"

"Itu kan salahmu sendiri langsung menyambarnya."

Gadis itu mencibir, lalu teringat akan perkataan paman berambut pirang yang baru saja menyelamatkannya.

"Demi Dewa-Dewi Olympus yang Agung! Paman berambut pirang itu!" ujar gadis itu sembari menepuk dahinya dengan keras.

"Maksudmu Draco?"

"Entahlah siapa namanya. Yang penting kita harus menyelamatkannya. Dia tadi menyuruhku kemari untuk menemuimu, tapi ia tidak bilang apa-apa."

"Jadi Draco hanya menyuruhmu menemuiku?"

"Iya."

Harry mengamati gadis itu, lalu beberapa detik kemudian ia tersadar, "Kau Artemis?"

Gadis itu mengangguk, "Paman kita harus menyelamatkannya!"

Harry mengangguk lalu menggandeng Artemis dan berlari ke arah mall. Harry juga tak lupa untuk memeriksa tongkat sihirnya —tongkat sihir aman— juga ponsel pemberian Arthur setahun yang lalu —ponsel juga aman—. Kedua benda itu akan berguna untuk melawan teroris.

Sembari berlari, Harry mengambil ponselnya dan mengetikkan beberapa angka.

"Aku akan menelepon 112 untuk membantu kita menye—"

DUARRR!!!!

Reflek Harry dan Artemis memejamkan mata dan melindungi kepala mereka dengan kedua lengan.

Saat Harry membuka kedua kelopak matanya, ia tak percaya pada apa yang dilihatnya. Jujur saja, ia berharap semua ini hanya mimpi.

"Ledakan..."

Artemis menangis dan memeluk Harry, "Bagaimana dengan paman itu?"

"Kita tunggu. Kalau dia tidak kunjung keluar setelah ledakan terjadi, kita akan pergi menemui istrinya." jawab Harry lirih.

A New WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang