Tulang Belulang Tamak

982 6 0
                                    

Di sebuah hutan belantara tinggalah beberapa binatang yang bersahabat sejak kecil. Orton, Cena, Reigns dan Ambrose bersama sejak mereka masih balita.
Orton adalah seorang jaguar yang gagah pemberani, mungkin ia lebih memikirkan otot daripada otaknya. Kuku yang tajam dan gigi yang runcing menjadi alat bertahan hidupnya.
Cena seorang tupai yang memiliki kemampuan memprediksi masa depan dengan kemampuannya untuk memperkirakan kejadian selanjutnya berdasarkan situasi dan kondisi di sekitar.
Reigns, seorang monyet pemberani yang ceridk dan lincah. Pikiran cerdiknya dapat menyelesaikan banyak masalah yang menimpanya
Terakhir ada Ambrose seorang kura-kura yang tempurungnya sangat keras sebagai alat perlindungan tubuhnya.

***
Saat fajar belum sempat menyingsing, auman Orton laksana petir yang menghancurkan gendang telinga setiap makhluk yang berada di balik semak belukar

"Apa yang engkau perbuat?," ucap Cena dengan nada meninggi.
"Seperti baru sesaat saja kamu kenal denganku."
"Bisa tidak jika bangun tidur hanya menguap tidak sampai mengaum." Reigns datang dengan wajah sedikit lusuh.
"Maafkan aku teman-teman, auman itu otomatis keluar saat mataku terbuka," ujar Orton sambil tersenyum.

Mereka semua sudah hidup sebatangkara sejak masih kecil karena nyawa orang tuanya diambil oleh manusia melalui perburuan liar. Bagi mereka, manusia adalah monster utama yang harus dihabisi jika terlihat oleh mata.

Kenangan di masa lalu menghadirkan trauma yang amat mendalam bagi orton dan lainnya. Saat usia belia mereka telah menyaksikan pertunjukan sadis di mana orang tua mereka menjadi pemeran utamanya.
Tangan dan kaki manusia kurang beradab menghancurkan habitat mereka, tanah tempat mereka belajar tentang segala ilmu kehidupan.
Matahari mulai menampakkan sinarnya, cerah langit mulai nampak dari sudut belantara. Cena melihat Ambrose yang sedang melamun dari balik semak belukar terlihat gelisah.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Cena mendekati Ambrose yang terlihat sedih.
"Aku rindu dengan ayahku, hanya dia orang tua yang aku ketahui wajahnya. Namun ia sudah mati ditembak para manusia tak bermoral. Ia berusaha melindungiku, aku masih kecil dan tak mampu berbuat apapun untuk melindungi ayahku."

Ibu Ambrose telah tiada saat melahirkannya ke dunia ini. Ia hidup sebatangkara sama seperti aku, Orton, dan Reigns.
"Ambrose, aku punya sedkit puisi yang mungkin bisa mengobati kerindanmu.

Judul: Degradasi Dimensi

Di sela puncak sebuah hari
Tatapan biasa mejadi penuh sangsi
Aku berharap ini hanyalah ilusi
Menjadi penghias bak seberkas mimpi

Mimik wajahmu berkata ingin kembali
Namun takdir berucap ini waktunya pergi
Tahanku tak kuasa buatmu menanti
Tangisku tak sanggup buatmu sadarkan diri

Oh tuhan aku harus berterimakasih
Telah titipkan aku pada pria pemberani
Kini waktunya sang satria kembali
Pejamkan mata tenangkan diri

Aku ingin mendengar tawamu sekali lagi
Namun matamu saja enggan terbuka lagi
Aku percaya kau masih di sini
Walau kita di sekat dimensi doaku tak ada yang menghalangi
Tuhan tolong jaga ayah di surga tempat ayah kembali
Ayah! Terimakasih..

"Hai kalian, sudahlan biarkan orang tua kita tenang di sana." Reigns datang menghampiri Cena dan Ambrose.
"Benar apa yang dikatakan oleh Reigns" Orton tiba-tiba datang melengkapi formasi 4 sekawan.
"Sepertinya malam sudah mulai menjemput, kita harus pulan ke tempat masing-masing," ujar Cena menutup pembicaraan.

Senja mulai menampakan kontribusinya, aftab perlahan menyingsing menyusul fajar. Temaram gagal ambil bagian untuk menghapus pilu. Labirin lara menghantui asa yang ingin bangkit menembus ketidakmampuan melawan takdir masa lalu. Karang terjal tak henti menghadang, kerikil tajam sesekali menghampiri.
Tak terasa malam telah berotasi, ufuk timur memperlihatkan surya dengan sinar cerah mulai mengisi daftar hadir. Empat sekawan sibuk melahap makan pagi mereka. Namun, suara menggelegar menghancurkan suasana indah yang mereka bangun bersama.
"Ada apa ini?" tanya Reigns pada tiga kawannya.
"Sepertinya ada gempa."
"Ayo kita selamatkan diri, sebelum gempa itu menghampiri kita.
"Kalian salah teman-teman, ini bukanlah gempa bumi seperti yang kalian pikirkan. Ini gempa buatan para manusia tamak yang tak mengerti arti kata bersyukur," sanggah Cena.
"Apa yang kamu maksud Cena?" sahut Orton denga penuh penasaran.
"Itu adalah paku bumi untuk pembangunan kota modern yang nantinya akan menggusur keberadaan ala mini. Mereka tidak pernah memikirkan alam, mereka hanya berpikir bagaimana memuaskan birahi mereka. Sungguh naas takdir kita hanya sebagai figuran di bumi ini, dengan mereka sebagai pemeran utamanya." Cena menjelaskan pada ketiga temannya.
"Jadi maksudmu ini ulah mereka lagi?"
"Dasar manusia tak tau balas budi, kita tak pernah mengusik mereka tapi mengapa mereka selalu mengganggu kelangsungan hidup kami."
"Aku sudah memprediksi akan terjadinya hal ini, cepat ataupun lambat mereka pasti akn membunuh kita baik secara langsung maupun tersiksa. Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa kita memang dianggap tidak berguna," jelas Cena
"Tapi seharusnya mereka tidak semena-mena seperti itu, kita ini juga makhluk Tuhsn yang berhak mendapat kehidupan. Mereka sudah menyalahi kodrat tuhan dengan merampas habitat yang Tuhan sediakan bagi kita. Kita tidak boleh tinggal diam." Orton seperti berpidato dengan berkobar-kobar.
" Kita memang tidak bisa tinggal diam, namun sebesar apapun kita bertindak nihil adalah jawaban dari segala pertanyaan." Reigns mencoba memberikan pendapatnya.
"Aku tidak mungkin membiarkannya." Orton berlari sekencang mungkin untuk mneghampiri sumber suara.
"Tunggu Orton, kekuatan mereka di luar batas kemampuan kita," terak Ambrose untuk mencegah Orton.
"Dia selalu gegabah, ayo kita susul dia sebelum sesuatu terjadi kepada Orton," pungkas Cena.

Mereka bertiga berlari sekencang mungkin untuk mengejar Orton, namun karena kecepatan Orton yang di atas rata-rata membuat mereka tertinggal jauh dari Jaguar gila itu.

Plakk !!
Suaran macam benda jatuh itu mengagetkan ketiganya, keras gemanya hingga terdengar dari kejauhan. Mereka langsung menyulut pada hal yang sama. Orton, benar hal yang dikhawatirkan mereka bertiga.
Saat mereka sampai di sana, Orton telah terkapar sambil meringis kesakitan.

"Apa yang terjadi?" Mereka bertiga mengajukan pertanyaan yang sama.
"Mereka menghempaskanku dengan tongkat keras itu," ujar Orton dengan kesakitan.
Merekapun sadar bahwa kekuatan merekajauh di bawah kuasa para manusia tak tau diuntung itu.

Ketika Bumi Berkisah

Caku serdadu menggerus jiwa bersih tanpa noktah
Durjana berkemudi diantara makhluk tak bersalah
Dergama memperkeruh alunan harmonis siap terkubur
Remuk, warisan berharga titipan para leluhur

Tiang-tiang dengan kokohnya berdiri menjulang melebihi awan
Karet-karet berjalan itu mulai merusak kulit bumi
Persebaran karbondioksida sudah mulai merata
Manusia tak pernah menjaga warisan terbesarnya

Isak tangis tetumbuhan mewarnai hari dalam kelam
Air mata langit tak mampu jadikan kobar api hijau padam
Pakanira rindukan alam elok bersampul belabas
Picik anggara benamkan kenangan bumi tanpa napak tilas

Ruang lingkup pun sudah mulai gila
Awan hitampun mulai bertebar
Getaran-getaran Tuhan ikut menyeimbangi
Sayang oh sayang
Makhluk-makhluk ini begitu fana terhadap ruang lingkupnya

***

MUJTAHIDIN

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Loka FabelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang