// e l e v e n \\

144 24 11
                                    

-Fray's POV-

Jariku terus mengetuk meja, sedangkan pikiranku berkelana. Mataku menatap ke arah lantai selagi wajahku bertopang kepada kedua lututku.

"Fray, kau tidak apa - apa?"

Mataku menatap teman sekamarku yang muncul dari balik pintu. Aku mengangguk pelan, lalu kembali menyenderkan kepalaku di lutut.

"Aku ingin cepat pergi." Air mataku mulai mengalir, dan tangisku mulai pecah. Aku mengenggam erat tanganku sendiri lalu menangis.

"Aku ingin menangis."

"Aku tidak ingin membuat hati ini lebih hancur." Air mataku terus menerus jatuh dan mengalir. Tanganku bergetar.

Aku hanya ingin ini berakhir. Mengapa jadi tambah rumit? Mengapa ia bertingkah seakan - akan aku ada? Aku tidak mengerti.

"Fray, lupakan dia,"

"Hapus dia dari setiap detik yang ada di ingatanmu." Chloe menggapai bahuku, lalu ia menatapku serius. Aku balik menatapnya lalu menggeleng, bagaimana bisa?

Jikalau aku tahu caranya, pasti sudah kulakukan sejak dulu.

"Kalau begitu, jangan menangis terus! Aku bisa gila melihatmu seperti ini!"

"Lalu, jangan lihat aku."

Kupalingkan wajahku darinya lalu kembali terisak. Perasaan itu menyelingkupiku sekali lagi dan rasanya tidak akan pernah berakhir.

***
-Harry's POV-

Masih di hari yang sama, masih dikelilingi dengan perasaan yang sama, disinilah aku berdiri. Di sebuah rumah lama yang sudah menjadi kenangan Fray bertahun - tahun.

Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, tapi satu yang sudah kuketahui, aku menyayanginya. Selama ini aku memandangnya sama dengan orang lain, sehingga ia terlihat sebagai kekurangan.

Tapi, sekarang, pandanganku sudah berubah. Pandanganku sudah terbuka dan aku dapat merasakannya. Kalaulah waktu dapat diputar, tapi seperti yang diketahui, waktu terus berjalan memakan kenangan.

Mataku menatap sebuah figura dengan figur Fray tengah tersenyum di dalamnya.

Beginilah aku. Akan kutebus semuanya dalam diam, akan kucintai ia dalam diam. Ia tidak perlu tahu, hanya akulah yang harus tahu.

Biarkan saja terus begini. Inilah hukuman yang diberikan Tuhan kepadaku.

Bunyi pintu terbuka terdengar dan aku melangkah masuk. Terlalu sepi dan hening. Fray sangat menyukainya. Aku bergerak menuju kamar Fray.

"Fray?"

Aku mengucek mataku setelah melihat sesosok gadis tengah tertidur menghadap ke arah jendela.

"Fray?" Panggilku lagi.

Gadis itu hanya terus berbalik dariku. Aku menatapnya sendu lalu melangkah perlahan ke arahnya.

Maafkan aku yang tidak pernah melihatmu sebelumnya. Air mataku turun.

Kakiku memanjat ranjang, dan aku perlahan membaringkan diriku di ranjang. Lalu, meraih tubuhnya.

Air mataku terus mengalir, dan bibirku terus berbisik, "Aku menyayangimu, Fray. Dengan segenap hatiku."

***
"Turunkan pasien, dan beri bantuan pernafasan!"

Roda tempat tidur diturunkan dari ambulans, dan segerombolan perawat medis mulai mengelilinginya.

"Periksa nadi, dan alur pernafasan." Perintah si petugas medis.

Sedangkan, Fray yang tengah terbaring lemah menatap ke arah langit. Matanya terbelalak oleh sinar matahari.

Lalu, perlahan menutup.

Aku terbangun dari tidurku, dan dengan segera membuka tirai jendela yang berada di samping tempat tidurku. Hujan sedang turun dengan sangat lebat, tapi aneh, mengapa aku tidak merasa kedinginan.

Disanalah kurasakan sebuah tangan mendekapku dari belakang. Kulepaskan secara perlahan, lalu aku berbalik.

"Harry?"

Pria itu tersenyum dalam tidurnya sehingga membuatku ikut tersenyum.

Tiba - tiba, matanya terbuka lalu ia mendekapku begitu dalam ke pelukannya.

"Mari tidur, Fray. Sekarang, ayo hanya hidup bahagia saja bersamaku."

2 LAST CHAPTER:

The next chapter : Decided Path ( LAST CHAP )

HAIII

VOMMENTS YAA

They Don't Know About Us // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang