/ / s i x \ \

310 43 15
                                    

Song for this chap :

Perfect - One Direction

Half a Heart - One Direction

Truly Madly Deeply - One Direction

***

Pertama kali aku melihatnya, jantungku berdegup kencang. Tak sedetik pun, aku dapat mengalihkan pandanganku dari wajah sempurnanya. Tubuhku bergetar begitu semangat melihat pendamping hidupku kelak.

Tapi, aku sadar akan sesuatu. Ia terlalu sempurna untuk gadis tuli dan bisu sepertiku. Aku tak boleh dan tak bisa berharap begitu banyak.

Namanya Harry. Pria yang akan menghabiskan hidupnya denganku adalah Harry.

Pertama kali ia menyebutkan namaku, seluruh dunia terasa berguncang. Ia melihatku. Tapi, aku merasa seakan - akan ia tak pernah melihatku.

Biarkan aku menceritakan sebuah kejadian yang membuatku merelakan segalanya untuk Harry.

Malam dimana aku bertemu dengan Harry untuk pertama kalinya , aku tak bisa tertidur dengan nyenyak. Aku memikirkannya. Terus dan terus memikirkannya. Sehingga kuputuskan untuk keluar rumah mencari udara segar.

Sesampainya di halaman, aku melihat Harry, mendongak menatap langit penuh bintang sembari tersenyum. Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya. Tapi, aku terus berharap bahwa akulah yang berada di pikirannya.

Aku menepuk bahunya membuat lonjakan sedikit dari tubuhnya. Ia menatapku datar.

"Tidurlah. Sedang apa kau malam - malam seperti ini di luar rumah?"

Itulah perkataannya yang membuatku semakin tergila - gila kepadanya. Aku mengangguk lalu kembali ke dalam rumah dan memulai tidur nyenyakku.

Tetapi, aku malah terbangun dalam sebuah mimpi buruk yang memyedihkan.

"Selamat pagi, Nyonya Styles."

Aku terus menatap Kota London yang cerah dari pandangan kamarku tanpa menjawab sapaan perawat yang datang mengganti pemberi aroma ruanganku setiap hari.

"Suamimu datang." Ujar perawat itu lalu aku mendengar sebuah langkah yang berjalan mendekatiku.

Setelah berminggu - minggu, ia tidak datang. Lalu, mengapa kali ini ia datang? Apa yang membuatnya merubah pikirannya?

"Aku membawakanmu buah."

Dadaku langsung terasa sesak karena setelah lama, akhirnya aku mendengar suara itu. Aku masih terus saja menatap kota London tanpa berbalik hanya sekedar untuk melihat Harry. Aku tak ingin kembali jatuh ke jurang yang sama dua kali.

"Kau tahu kalau aku sedang berbicara padamu kan?"

Aku tak tahan lagi sehingga badanku berbalik ke belakang dan saat itu juga aku melihatnya. Figur orang yang sangat kucintai dengan kaos putih dan jaket kulit hitam kesukaannya.

"Kau terlihat lebih baik..." Dia menatapku menilai.

Aku tersenyum, "Harry.."

"Apa?" Ia menatapku dengan tanda tanya. Aku berjalan mendekati dia dan menyisakan beberapa senti antara aku dan dia. Mataku menatap matanya dalam.

"Aku ingin kau..." Aku mengalihkan mataku,  merasakan sakit luar biasa di hatiku. Ini waktu yang tepat. Aku tidak boleh menundanya lagi. Mataku memerah hampir berair. Rasanya, aku hanya ingin menjatuhkan diriku dari lantai sebelas.

"Bebas berkencan dengan Lily."  Hatiku terasa pilu setiap kali mengatakan nama orang yang dicintai Harry. Kenyataan memang pahit. Tapi, aku harus menerimanya.

"Maksudmu?" Ia menaikkan satu alisnya. Dan, saat itu juga, air mataku mengalir. Aku terisak tanpa suara. Tanganku bergerak membuat sebuah kalimat yang bahkan aku tak pernah ingin katakan selama hidupku.

"Lebih baik kita bercerai saja." Aku tidak boleh menyesal. Aku telah mengatakannya dan tidak ada penarikkan kata lagi. Aku harus tegar. Ini semua untuk kebaikkan Harry.

Harry menatapku intens. Dia tak sama sekali bergerak. Dia hanya diam disana sembari menatapku. Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya. Tapi, ada sebuah bagian terkecil dalam otakku, yang menginginkannya untuk menolak perceraian ini.

"Setelah pernikahan kita berakhir, akan kupastikan aku tidak pernah muncul di hadapanmu lagi. Tapi, Harry...berjanjilah padaku, kau akan bahagia. Bahagia selamanya."

Air mataku mengalir dengan deras dan aku hanya bisa berbalik memunggungi Harry. Aku harus bisa melepaskannya.

"Fray,"

Ia kembali diam.

"...-tidak jadi."

Lalu, langkah itu berlalu pergi. Memang benar, ia tak pernah menyayangiku seperti aku menyayanginya. Bersiaplah untuk yang terburuk, Fray.[]

***
Harry's POV

"Lilly!"

Aku berlari mengelilingi rumah Lilly mencoba mencari keberadaan kekasihku itu.

"Lilly!" Aku berteriak frustasi.

"Ada apa, sayang? Kau ribut sekali, aku baru saja selesai mandi." Lilly tiba - tiba muncul dari kamar mandi.

Aku berdiri dan menimbang haruskah aku mengatakannya atau tidak. Aku ingin yang terbaik untuknya akan tetapi...ya sudahlah.

"Lilly,"

Ia menatapku dengan senyuman.

Aku menatapnya dalam lalu menghela nafasku panjang,

"Ayo putus."

Senyumannya memudar. Ia membeku di tempat. Aku dapat melihat matanya berkaca - kaca.

"Apa maksudmu?" Ujarnya. Suaranya bergetar.

"Lalu, menikahlah denganku."

***
ASTAGAAAAAAAAAAAAA. OKE JADI CERITANYA ITU UDAH BERMINGGU - MINGGU SETELAH FRAY BUNUH DIRI.
OY DOAIN GUE, MINGGU DEPAN UKK

MAU AKU LANJUTIN CERITA INI? I'LL WAIT TILL 50 VOTES.

They Don't Know About Us // h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang