Chapter 18

404 43 6
                                    

Hari itu, Zhang Hao berdiri di tengah kamarnya yang berantakan, dikelilingi oleh tumpukan barang-barang yang harus ia kemas. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan di sekolah menengah, kini saatnya untuk melangkah ke dunia baru. Dengan lulusnya ujian akhir, impian untuk mencari pekerjaan dan menemukan kost-an terjangkau mulai menghantuinya.

Zhang Hao menghela napas panjang, merasa berat dengan tanggung jawab baru yang menantinya. Ia mengambil kotak kosong dan mulai memasukkan buku-buku dan barang-barang pribadinya. Setiap benda yang ia sentuh mengingatkannya pada kenangan indah dan pahit selama di asrama. Namun, ia bertekad untuk tidak membiarkan nostalgia menghambat langkahnya.

Hari mulai gelap, dan meskipun ia telah menghabiskan berjam-jam mencari kost-an, belum ada satu pun yang cocok. Pikirannya berkecamuk—ia bahkan belum sempat mencari pekerjaan karena semua waktu dan energinya tersita untuk mencari tempat tinggal. "Aku tidak bisa menyerah," gumamnya pada diri sendiri.

Ia membuka laptop dan mulai mencari kost-an di internet. Dengan tekun, Zhang Hao menjelajahi berbagai situs pencarian properti. Namun, rasa lelah mulai menghampirinya. Untuk menghilangkan penat, ia memutuskan untuk pergi ke kedai ramen terdekat.

Di kedai ramen kecil yang sederhana, aroma kaldu yang menggugah selera menyambutnya. Ia memesan satu mangkuk ramen hangat dan duduk di sudut yang tenang. Saat mangkuk ramen diletakkan di depan, Zhang Hao tak sabar untuk menyantapnya. Suapan demi suapan membuatnya merasa lebih baik. "Sungguh nikmat," pikirnya sambil menikmati setiap suapan.

Namun, saat ia tenggelam dalam kenikmatan ramen, Zhang Hao merasakan tatapan seseorang. Ia menoleh ke sekitar, tetapi kedai itu tampak sepi. Hanya ada beberapa pelanggan lain yang juga menikmati makanan mereka. Meskipun perasaan itu mengganggunya, ia berusaha mengabaikannya dan kembali fokus pada tujuannya—mencari kost-an.

Setelah merasa cukup mengisi perut, Zhang Hao kembali melanjutkan pencariannya. Malam semakin larut, namun ia masih berjalan tanpa tujuan yang jelas.

"Sampai kapan aku berjalan tanpa arah seperti ini?" gumam Zhang Hao frustasi. Dia merasa lelah, tetapi harapan untuk menemukan tempat tinggal baru masih menyala dalam dirinya.

Akhirnya, setelah berkeliling tanpa henti, Zhang Hao melihat sebuah papan tulisan yang bertuliskan "Kost-an Murah" di ujung jalan. Dengan semangat baru, ia berjalan setengah berlari menuju kost-an tersebut.

Di depan kost-an, ia melihat seorang wanita paruh baya sedang mengobrol dengan beberapa lelaki muda seumuran dengannya. "Permisi!" sapa Zhang Hao dengan suara ceria.

"Iya? Ada perlu apa?" tanya wanita itu.

"Ibu, apakah kost-an ini masih ada kamar yang kosong? Kalau ada, aku ingin menyewanya," jelasnya dengan penuh harapan.

"Kebetulan sekali, masih ada kamar kosong. Mari saya tunjukkan," jawab wanita itu dengan ramah.

Betapa senangnya Zhang Hao saat mendengar jawaban itu! Akhirnya malam ini ia bisa tidur di tempat yang layak setelah berhari-hari mencari tanpa henti.

🎻

Hari pertama di kost-an baru terasa seperti lembaran baru dalam hidup Zhang Hao. Ia bebas dari peraturan ketat di asrama yang sering kali membuatnya merasa seperti tahanan. Namun, di balik kebebasan itu, ada rasa kehilangan yang mendalam. Hanbin, kekasih manisnya, sudah beberapa hari tidak memberi kabar.

Setiap kali ia mencoba menghubungi Hanbin, pesan-pesan itu hanya terjebak dalam ruang hampa.

"Mungkin dia sedang sibuk," pikirnya, meskipun hatinya meragukan. Zhang Hao tahu bahwa Hanbin bukanlah orang yang mudah dihubungi tanpa alasan yang jelas. Kecemasan mulai menyelimutinya, dan ketidakpastian itu membuatnya gelisah.

Zhang Hao merindukan senyuman Hanbin yang selalu menyapa setiap pagi. Dengan tekad bulat, ia memutuskan untuk menemui Hanbin secara langsung di rumahnya. Meskipun ia tahu risiko yang mungkin dihadapi—terutama dengan Mr. Sung, ayah Hanbin yang terkenal ketat—ia tidak peduli.

Setibanya di rumah Hanbin, Zhang Hao merasa sedikit cemas. Sepertinya ia datang terlalu pagi; kepala keluarga Sung masih berada di rumah. Namun, Mr. Sung mempersilahkannya masuk dengan ramah, meskipun ada nuansa tegang di udara.

Zhang Hao duduk di ruang tamu bersama Mr. Sung. Dalam situasi seperti ini, banyak orang mungkin merasa terintimidasi oleh tatapan dingin pria itu. Namun, Zhang Hao berusaha tetap tenang dan menjawab setiap pertanyaan dengan percaya diri.

"Apa rencanamu setelah lulus?" tanya Mr. Sung dengan nada serius.

"Aku ingin bekerja dan menghasilkan uang," jawab Zhang Hao sambil berusaha menunjukkan ketulusan niatnya.

Mr. Sung mengangguk pelan, seolah mempertimbangkan jawabannya. "Pekerjaan apa yang kamu cari?"

"Apapun yang bisa aku lakukan," kata Zhang Hao, "aku ingin mandiri."

Percakapan mereka berlangsung dengan lancar meskipun ada ketegangan di antara mereka. Zhang Hao merasa sedikit lega karena Mr. Sung tidak terlihat terlalu menentang niatnya.

Setelah beberapa saat berbincang-bincang, Zhang Hao bertanya tentang Hanbin. "Pak Sung, apakah Hanbin ada di rumah?"

Mr. Sung terlihat ragu sejenak sebelum menjawab. "Dia sedang tidak di rumah sekarang. Dia butuh waktu sendiri."

Kata-kata itu membuat hati Zhang Hao bergetar. "Apakah semuanya baik-baik saja?"

Mr. Sung menghela napas. "Hanbin sedang menghadapi beberapa masalah pribadi. Dia hanya butuh ruang untuk berpikir."

Zhang Hao merasa cemas mendengar itu. Ia ingin sekali membantu Hanbin namun tidak tahu bagaimana caranya jika kekasihnya sedang menjauh darinya.

"Mungkin aku bisa menemuinya nanti," gumam Zhang Hao penuh harapan.

"Jika dia ingin bertemu denganmu, dia akan menghubungimu," jawab Mr. Sung dengan nada bijak.

Zhang Hao mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi kekhawatiran. Setelah beberapa menit berbincang-bincang lagi, ia pamit undur diri dengan harapan dapat segera bertemu Hanbin.

🎻

Setibanya kembali di kost-an, perasaan campur aduk menyelimuti Zhang Hao. Ia merasa lega karena telah menemukan tempat tinggal baru dan bisa mandiri, tetapi kerinduan terhadap Hanbin terus menghantuinya.

Malam itu, sambil berbaring di tempat tidurnya yang baru, ia membuka laptop dan mencoba mencari informasi tentang pekerjaan sambil menunggu kabar dari Hanbin.

"Aku harus kuat," pikirnya sambil menatap langit-langit kamarnya.






_________________
To be Continue

Over me || Haobin 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang