"DEWA, AWAS!"
Dengan cepat, Dewa berbalik lalu menembak orang itu. Lalu tembakan kembali terdengar saat Dewa barbalik ke arah Fatma.
Fatma memejamkan matanya karena menganggap Dewa akan menembaknya. Namun, ternyata dia salah karena yang ditembak Dewa adalah seseorang yang memerangkapnya tadi.
Keadaan hening, sedangkan Fatma dan Dewa saling menatap dalam diam. Keduanya sama-sama mengatur napas yang masih menderu kencang. Bedanya Dewa yang menatap marah pada Fatma dan Fatma yang menatap takut Dewa.
Banyak pertanyaan yang melayang di pikiran Fatma. Baik tentang siapa Dewa pun penyerangan tadi. Sekarang gadis itu semakin takut dengan Dewa karena melihat keberingasan pria itu tadi. Gerakannya yang luwes itu menunjukkan bahwa Dewa sudah berpengalaman dengan hal-hal semacam tadi. Lalu, salahkah jika Fatma merasa takut sekarang?
***
Kini Fatma telah sampai di rumah Dewa yang dulu sempat dirinya tinggali. Sementara Dewa sudah kembali keluar entah ke mana. Fatma menatap interior kamar yang sekarang dia tempati. Kamar yang sama dengan dulu.
Kamar yang lebih didominasi oleh warna gelap. Membuatnya semakin memancarkan aura kelam. Pikiran Fatma melayang pada kejadian tadi.
"Sebenarnya siapa dia?" gumam Fatma sambil mereka ulang keberingasan Dewa tadi.
Gadis itu menghela napas pelan. "Apakah dia yang akan menjadi imamku kelak?" tanya Fatma dengan perasaan berkecamuk.
Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi gadis itu masih setia dengan lamunannya. Sementara di tempat lain, terlihat seorang pria yang tengah meluapkan amarahnya pada seseorang yang kini sudah bersimbah darah. Tidak, orang itu belum mati. Ya, belum. Tempat itu terlihat begitu sepi. Tempat yang sepertinya adalah bangunan tua yang memang dikhususkan sebagai tempat penyiksaan.
"Katakan siapa yang menyuruhmu!" gertak pria yang tidak lain adalah Dewa.
Sedangkan yang ditanya itu kini bergetar ketakutan, tapi dia tetap diam tanpa ingin memberitahu siapa yang menyuruhnya.
"Oh, kau masih ingin bungkam ternyata," sinis Dewa sambil menatap nyalang orang itu.
"Julius, ambilkan mainanku," titahnya pada Julius yang memang menemaninya.
Segera Julius mengambil mainan yang dimaksud tuannya. Sementara musuh Dewa itu semakin bergetar ketakutan. Tak lama setelahnya, Julius datang membawa cambuk yang menjadi mainan Dewa selama ini.
Cettaarr!
Cettaarr!
Dua cambukan melayang begitu kerasnya. Cambukan pertama Dewa arahkan pada bagian bahu sebelah kiri musuhnya, lalu disusul cambukan kedua yang dia arahkan pada wajah sang musuh yang kini terlihat menyeramkan dengan cetakan garis akibat cambukan Dewa tadi.
"Cepat katakan siapa yang menyuruhmu!" bentak Dewa sambil terus mencambuk orang itu.
Darah sudah melumuri cambuk Dewa dan orang itu sudah mulai lemah karena kehabisan tenaga. Sementara Dewa semakin beringas karena tak kunjung mendapatkan jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuikhlaskan Kau Bersamanya [COMPLETED]
Spiritual"FATMA, AYO CEPAT LARI!" Perempuan yang dipanggil Fatma itu pun menoleh ke belakang. Matanya terbelalak melihat sekelompok orang yang mengejar mereka semakin mendekat. Dengan susah payah dia terus menambah tempo larinya. "A-aku tidak kuat," ujar Fat...