Posisi Fatma kali ini berada di kafe yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Entah kenapa tiba-tiba ibu hamil itu ingin sekali makan di kafe itu. Setelah sebelumnya mengirim pesan pada Dewa, akhirnya Fatma pun berani keluar untuk memenuhi keinginannya itu. Oh bukan, lebih tepatnya keinginan sang bayi di perutnya.
"Silakan, Mbak," ucap pelayan kafe yang baru saja menyajikan pesanannya. Sekilas Fatma tersenyum mengingat kenangan dirinya dulu saat dia masih menjadi seorang pelayan. Rasa rindu tiba-tiba menyusup di hati Fatma. Lalu pikirannya melayang pada saat di mana Dewa mengikutinya ketika dia baru saja pulang kerja.
Senyum Fatma tersungging getir saat mengingat perlakuan Dewa padanya sekarang. Sungguh berbanding terbalik dengan saat awal mereka menikah. Demi apa pun Fatma begitu merindukan suaminya itu.
"Boleh aku duduk di sini?"
Fatma tersentak saat sebuah suara mengagetkannya. Dia mendongak menatap pemilik suara itu.
"Tama?" gumamnya sambil melihat Tama yang kini duduk di depannya.
"Kenapa kamu bisa di sini?" tanya Fatma tanpa menutupi raut tidak sukanya.
Sedangkan Tama hanya menatap sendu perempuan di depannya ini. Perempuan yang sampai saat ini masih bertahta di hatinya.
"Fatma, bisakah kita berdamai?" ujar Tama putus asa.
Fatma mengalihkan tatapannya ke sembarang arah. Demi apa pun dia ingin segera pergi dari sini, tapi bayi di perutnya sepertinya masih menginginkan untuk menetap dan menyantap makanannya.
"Aku punya alasan untuk kepergianku dulu, Fatma," ucap Tama lagi yang membuat Fatma menatap padanya.
"Sudahlah, Tama. Itu semua sudah tidak ada artinya untukku. Itu hanya masa lalu sebelum aku sadar bahwa hubungan kita memang salah."
"Salah kenapa, Fatma?" tanya Tama tidak terima.
"Ya, dulu aku masih belum tahu kalau pacaran itu tidak dibenarkan oleh agamaku. Dan sekarang aku sadar bahwa hubungan sebelum menikah itu hanyalah membuat diri terjerumus pada jurang maksiat."
Tama hanya diam mendengarkan penuturan wanita di depannya.
"Aku mohon, Tama. Jangan ganggu aku lagi. Aku sudah bersuami, tidak seharusnya kau selalu menemuiku seperti ini," pinta Fatma akhirnya.
Terlihat Tama tersenyum getir. Tangannya bergerak meraih kedua tangan Fatma yang berada di atas meja, tapi buru-buru Fatma menarik tangannya dan menatap tajam Tama.
"Apakah tidak ada kesempatan lagi untukku, Fat?"
"Tama, aku sudah menikah-"
"Aku tidak peduli, Fatma. Aku mencintaimu dan selamanya akan terus begitu!"
Fatma menggeleng tidak percaya. Matanya berkaca-kaca melihat pria masa lalunya itu. Tanpa mengucapkan apa pun, Fatma beranjak pergi meninggalkan Tama dengan setetes air mata yang jatuh mengenai pipinya.
***
"Kau! Kenapa kau datang lagi, hah?" kesal Ulfi saat melihat Dewa berdiri di depan pintu apartemennya. Oh Tuhan, kenapa pria ini tidak juga berhenti untuk menemuinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuikhlaskan Kau Bersamanya [COMPLETED]
Spirituale"FATMA, AYO CEPAT LARI!" Perempuan yang dipanggil Fatma itu pun menoleh ke belakang. Matanya terbelalak melihat sekelompok orang yang mengejar mereka semakin mendekat. Dengan susah payah dia terus menambah tempo larinya. "A-aku tidak kuat," ujar Fat...