"Boruto, temui Ayahmu. Setiap hari, dia bertanya tentangmu," suruh Hinata. Boruto hanya bisa mematuhi perintah Hinata. Simple alasannya, karena dia anak mami.
Jadilah, hanya Sumire dan Hinata yang menetap di sofa. Hinata berhasrat membuka sedikit aib Boruto. Dia membuka laci di dekat jendela. Kemudian, mengambil album foto yang sudah usang. Dia kembali duduk, lalu berkata, "Boruto sewaktu kecil, dia anak perempuan manisku." Hinata menunjukkan foto kala Boruto berumur satu tahun menggunakan gaun merah muda, serta bando kelinci di kepalanya.
"Lucu sekali." Sumire menangkup pipinya yang memanas. Dia mengaku kalau Boruto sangat cantik saat kecil. "I ... Ibu, apa selama ini Boruto perempuan? Tapi, dadanya datar."
"Tentu tidak. Jadi dulu saat hamil, aku penasaran jenis kelaminnya apa. Setelah di-USG, dokter mengatakan kalau dia perempuan."
"Aku yakin dokter kurang jeli."
"Memang benar. Aku terlanjur percaya perkataan dokter. Ayahnya tidak percaya, dia yakin Boruto laki-laki. Setelah bertengkar, dia mengalah. Kami membelikan pakaian dan barang lain untuk bayi perempuan. Ketika lahir, ternyata dia laki-laki. Akhirnya, dia terpaksa memakai apa yang sudah kubelikan dulu, hanya sementara sampai umurnya dua tahun, tapi dia manis sekali." Hinata mengusap foto itu. Dia ingin ke masa di mana Boruto menghangatkan keluarga. Belum terikat pada pekerjaan yang ayahnya, Naruto, berikan.
"Ibu sangat merindukan saat-saat itu, ya?" Aku rindu ketika Ayah menyayangi kami berdua dan tidak membedakan, batin Sumire. Dulu, kasih yang diberikan ayahnya sama rata. Namun, beranjak remaja, mereka selalu dibandingkan.
"Iya. Apa kau tidak merindukan ibumu?" Hinata melihat kesenduan di balik manik ungu tua Sumire. Dia memilih menghentikan obrolan seperti ini. "Ah, lupakan perkataanku. Kapan kau dan Boruto bertemu? Aku tidak mengawasi anak satu itu, tahu-tahu dia sudah membawa kekasih."
"Se ... sekitar ehm ..., satu tahun yang lalu." Sumire tidak mungkin menjawab baru bertemu kemarin. Dia menjawab asal-asalan saja.
Hinata mengangguk paham. "Sudah lama. Apa dia bersikap baik padamu?"
"Dia baik sekali, Ibu." Menyelamatkan; menampung; memerhatikan; banyak lain kebaikannya, lanjut Sumire dalam hati.
Hinata menepuk bahu Sumire. Dia meminta. "Kuharap, kau pengertian padanya."
.
Naruto membaca beberapa kertas berisi profil orang yang diincarnya. Dia menunjukan itu pada Boruto.
"Mori Yubi, dia menuduh teman sekantornya, klien kita, menggelapkan dana. Peristiwanya baru terjadi tiga hari yang lalu. Klien ingin kau yang mengatasinya. Uang akan kutransfer sesegera mungkin," perintah Naruto. Tidak diragukan lagi, klien membayar banyak untuk Boruto karena pekerjaannya amat bersih.
"Malam ini mungkin aku bisa," ujar Boruto sembari berkacak pinggang.
"Pulanglah. Ayah akan mengajak ibumu melihat pantai hari ini," usir Naruto. Dia tidak memiliki waktu yang cukup untuk keluarga karena pekerjaan yang mengekang. Mumpung ada waktu luang, dia memilih berkencan dengan istri tercintanya.
Boruto menghentakkan kakinya serempak. "Ayah, aku baru bertemu Ibu sebentar."
"Suruh siapa kau pergi dari rumah." Naruto menjulurkan lidahnya, mengejek anak sulung kesayangan Hinata.
Boruto ingin mencakar muka Naruto. Mencabik-cabik sampai tak berbentuk. Kesal karena kerinduan yang tidak dimengerti. "Baiklah aku pulang."
"Aku menyayangimu, Boruto."
KAMU SEDANG MEMBACA
[5] Sanctified
FanfictionHidup di dalam kelam tanpa setitik cahaya pun. Ketidaksengajaan bertemu denganmu. Berikan sebuah harapan untuk menggapai cahaya. Kugapai tanganmu yang akan menuntunku. Menuju dunia yang berbeda. Namun, sama saja. Aku kembali ke kegelapan. . . . [P...