6

1.8K 103 14
                                    

Boruto menahan diri untuk tidak bertindak terlalu jauh. Dia mengontrol hawa nafsu yang menyelimutinya. Dia mengembalikan kecupan lembut. Yang terakhir, diberilah kecupan di dahi.

"Berilah maaf untukku, aku tidak nyaman." Boruto memeluk Sumire dari samping. Menyandarkan kepalanya di leher jenjang Sumire. Namun, Sumire hanya mengangguk. Acuh pada kalimat Boruto. Untuk kemudian, Boruto bertanya, "Ada apa lagi, Sumire? Jawablah, jangan mengunci suaramu."

Sumire membuang napas berat. Dengan gugup dia berkata, "Jangan mendadak. Aku terkejut." Pipinya memerah untuk beberapa saat.

"Oh, jadi, aku harus meminta ijin dulu, bukan? Tentu, aku akan melaksanakan." Boruto seakan tahu maksud Sumire; sekiranya maksudnya adalah jangan mencium secara mendadak atau pastikan Sumire akan pingsan di tempat karena kurang sanggup menata detak jantungnya.

Sumire dengan polosnya mengangguk keras. Dia melirik ekspresi Boruto kali ini. Dan, Boruto memejamkan matanya. Terlihat dari dekat kantung mata yang tebal dan menghitam. Boruto membutuhkan istirahat.

Sumire memandu kepala Boruto agar tertidur nyaman. Dia memutuskan membiarkan Boruto menyewa pahanya sebagai bantalan.

"Sumire," panggil Boruto dengan suaranya yang agak serak. Boruto menggenggam tangan kanan Sumire. Diletakkannya di pipi bergurat itu.

"Apa? Kau menginginkan sesuatu?" tanya Sumire kemudian.

Boruto lantas bangun dari posisinya. Lalu, merentangkan tangan meminta untuk dipeluk. Sepertinya, dia sedang membutuhkan seseorang untuk bersandar karena beban yang Sumire sendiri tak tahu apa itu.

Sumire membawa Boruto ke pelukannya. Dia membelai surai kuning Boruto. Boruto meletakkan dagunya di bahu milik Sumire. Matanya kembali terpejam. Dia merasa saat yang paling nyaman adalah berada dalam pelukan gadis yang baru beberapa hari yang lalu ditemuinya.

"Ini terasa berat. Aku mungkin hanya mampu menanggung tidak terlalu lama." Boruto mengeratkan pelukannya. Dia menahan napas untuk beberapa waktu. Seakan masalahnya begitu berat.

Sumire mengernyitkan dahi. Dia mana paham bahasa Boruto yang menggunakan kata rujukan ini merujuk ke mana. "Aku tidak paham maksudmu."

"Cukup kau ada di sini. Paksalah dirimu untuk bahagia bersamaku. Satu yang kuinginkan darimu; jangan pernah pergi."

Boruto melepas pelukannya. Menempelkan dahinya di dahi Sumire. Tangannya di puncak kepala Sumire. Kemudian, berbisik lirih. "Tetaplah ada di pandanganku."

.

Di sebuah ruang kerja yang remang-remang oleh cahaya. Temaram hitam menghias kelam. Duduklah seorang yang sudah berusia separuh abad. Pandangannya lembut, tetapi tajam.

"Dapatkan anakku kembali atau keluarga kalian ..., kalian pasti paham maksudku, bukan?" Dia tersenyum mengejek. Melambai-lambai tangannya pertanda perginya para anak buahnya.

Secarik foto yang menampilkan dirinya dan dua anak yang kembar ditatapnya dengan binar mata penuh rindu. Dia mulai menyadari, selama ini terlalu memanjakan salah satu dari mereka, dan mendidik keras sisanya. Kasih sayangnya tiada adil. Hingga, pergilah seorang dari mereka yang kini menjadi hidup mati keluarga anak buahnya.

"Jika kau kembali, Ayah tidak akan memaksakan kehendakmu lagi."

Senyum lembut nan menawan di lembar foto itu membuatnya semakin merindu. Mereka semua harta yang tidak dapat dibayar oleh apa pun. Harta yang menghiasi hidup penuh gemerlap, namun amatlah gelap.

"Kembalilah, Sumi."

.

Sarada berdiri di hadapan meja sang kepala keluarga Uzumaki. Siapa lagi kalau bukan ayah Boruto, Uzumaki Naruto. Dia memberikan sebuah foto.

"Misi selesai. Apa minggu ini masih ada?" tanya Sarada sembari menilik tanggalan di smartphonenya.

Naruto mengangguk. Dia membuka map baru yang datang tiga jam yang lalu. Ditariknya sekitar dua lembar kertas dari dalamnya. Sepuluh menit dia membaca dengan seksama agar tidak ada satu pun bagian yang terlewati.

"Lusa. Namun, tempatnya agak jauh dari sini. Kau mau ambil?" tanya Naruto ragu-ragu. Dia menatap anak dari sahabatnya yang kini sedang mengurus bagian lain.

Sarada membaca kertas itu. Tempatnya bukan lagi agak, tetapi memang jauh dari habitatnya. "Baiklah, Paman. Sekalian aku jalan-jalan dan berkunjung ke tempat Papa. Terima kasih atas kerja samanya, Paman."

Naruto menangguk seraya tersenyum kecil. Keturunan Uchiha satu ini memang bisa diandalkan. "Bagianmu sudah kutransfer seperti biasa."

Sarada membungkuk untuk kemudian mengundurkan diri dari tempat.

Hinata mengantar segelas kopi pahit ke ruang kerja Naruto. Dilihatnya Sarada sudah menghilang. "Sarada sudah kembali?"

"Tugasnya telah selesai." Naruto menarik Hinata ke pangkuannya. Kemudian, mengecup sepersekian dari leher Hinata.

.

Boruto dan Sumire tidur di sofa panjang. Dalam kondisi berpelukan, jika tidak, salah seorang dari mereka akan jatuh ke lantai dingin apartemen. Sumire terlihat nyaman di bawah dagu Boruto. Mereka berdua sama-sama memeluk dengan erat. Layaknya dua insan yang hendak berjauhan.

Sebenarnya, Boruto tidak terlelap. Dia hanya memejamkan mata. Sembari menahan hawa nafsunya untuk tidak menerkam Sumire yang tertidur pulas di pelukannya. Detak jantungnya, beruntung masih bisa dia kontrol walau kadang berdetak cepat tanpa seijinnya.

Sumire terbangun. Dia merasakan jika Boruto gusar sedari tadi. "Apa tidurmu tidak nyenyak, Boruto?" Dia mengelus pipi bergurat Boruto.

Boruto menengok ke bawah. Bertemu tatap dengan netra seindah berlian violet. Tanpa babibu, dia menyambar bibir mungil Sumire. Menghisap, menggigit, dengan perlahan. Terbawa sudah dia ke nafsunya. Untuk seukuran anak SMA seperti Boruto, pertahanan dirinya belum tangguh.

Dan terjadi lagi, ciuman penuh gairah di media sesempit itu. Hawa semakin memanas. Diiringi lenguhan yang tak usai-usai. Boruto menarik pinggang Sumire untuk lebih dekat dari ini. Sumire pun seakan pasrah dan mengalungkan tangannya di leher Boruto.

Ciuman beserta gigitan kecil merambat ke leher jenjang Sumire. Tangan Boruto tidak tinggal diam, menelusuri tiap senti tubuh Sumire yang berisi. Memberikan kejutan-kejutan kecil. Tangan itu menyingkap pakaian atas Sumire. Memperlihatkan dada Sumire yang lumayan untuk ukurannya. Tanpa basa-basi, lidahnya menelusuri bagian sensitif tersebut. Sumire menggigit bibir. Menahan agar desahannya tidak terlalu keras. Yang dilakukan Boruto, begitu nikmat baginya.

"Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Aku ingin melakukannya bersamamu."

Ternyata sama saja, Sumire tetap terjerumus.

.

Sabar-sabar, belum waktunya. Saya kehilangan semangat.

[5] SanctifiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang