ONY 7

3.2K 443 171
                                    

BAB 7

"Aa ... jadi, dong!" Reya menjawab sedikit ragu dan bingung. Serius ini dia  mau menikah dengan Yogi? Yogi cakep, sih, walaupun sudah berumur. Hampir setara dengan papa Reya. Dan yang paling penting, Yogi mau membayarkan tagihan paylaternya!

"Mas jadi juga, 'kan, nayarin tagihan paylaterku?"

"Setengah jam lagi saya sampe ke kos kamu. Tunggu di depan."

"Eh, Mas ...." Dan sambungan lagi-lagi terputus. Reya menatap layar ponselnya, lalu ke wajahnya dan pada jam meja di depannya. "Tiga puluh menit! Cukup nggak, sih?"

Reya mendadak panik, dia langsung menuju ke lemari untuk mencari pakaian yang lebih layak daripada jeans dan kaus gombrong yang sedang dipakainya sekarang ini. Pilihannya tidak banyak, karena memang koleksi bajunya yang tak seberapa itu rata-rata hanya berupa jeans, sweater dan kaus gombrong atau kemeja saja. Entah kenapa dia punya firasat kalau sebaiknya dia sedikit dandan dan memakai pakaian yang 'pantas' untuk bertemu Yogi kali ini.

"Ah! Ini aja!" serunya saat mendapatkan overal skirt hadiah dari Indah saat ulang tahunnya kemarin. Baju yang nyaris tidak pernah dia pakai. "Aduh, kudu nyetrika dulu!" Lagi-lagi dia berseru saat melihat baju tersebut kusut di beberapa bagian.

Segera dia mengambil setrikaan dan menggelar baju dan kemeja putih sebagai pelengkap di atas ranjang, siap menyetrika. Setelah itu, yang terdengar dari dalam kamar Reya adalah pekikan panik dan suara barang-barang yang berjatuhan.

***
Tepat seperti yang dijanjikan, mobil Yogi sudah berhenti di depan gerbang kecil kos Reya yang sepi. Pemandangan di siang hari tidak terlalu menyeramkan seperti di malam hari. Bukan berarti Yogi penakut, hanya saja rasanya creepy karena gelap. Siang hari begini, kos Reya terlihat lebih layak huni. Bangunannya tua dan banyak yang perlu diperbaiki, tapi bersih dan terlihat cukup nyaman.

Dari pintu kos, terlihat Reya yang berjalan menuju mobil Yogi dengan terburu-buru. Salah satu alis Yogi terangkat melihat penampilan Reya yang berbeda dari kemarin. Yogi memang cuek, tapi dia bukan orang yang tidak peka. Hari ini terlihat jelas Reya memberikan sedikit effort pada penampilannya.

Tak ada lagi jeans dan kaus seperti kemarin, meskipun sneakernya masih sama. Hari ini Reya memakai overall skirt berwarna army dengan kaus putih pendek pas badan sebagai dalamannya, tas selempang kecil melengkapi penampilannya yang anak muda banget. Rambutnya tak lagi digelung asal, tapi digerai dan di sisir rapi.

"Hai, Om, nunggu lama, ya?"

Yogi mendesah pasrah dalam hati. Sesusah itu, ya, memanggilnya, Mas? Namun, menilik dari perbedaan umur mereka yang tidak main-main  dan singkatnya waktu sejak mereka saling mengenal, Yogi hanya bisa pasrah. Toh gadis itu juga bukannya tidak mencoba sama sekali untuk memanggilnya mas. Tak apalah, yang penting kalau di depan orang lain Reya bisa memanggilnya Mas, dengan begitu, sandiwara mereka berdua bisa berjalan lebih mulus dan meyakinkan.

"Udah makan?" Alih-alih menjawab pertanyaan Reya, Yogi malah bertanya hal lain. Tangannya dengan lincah memutar kemudi dan membawa mobil menjauh dari kos Reya.

"Makan roti kemaren," jawab Reya lugas. "Ini kita mau ke mana, Om? Nggak langsung ke KUA, 'kan?"

Yogi mengerutkan keningnya. "Buru-buru amat mau jadi istri saya?"

"Ya nggak gitu ...."

"Kirim nomor rekening bank kamu ke saya. Hari ini saya lunasin tunggakan paylater kamu."

"Serius, Om?" Mata Reya berbinar.

"Setelah kemarin dan hari ini, apa masih kurang jelas keseriusan saya? Kalau nggak serius ngapain saya repot-repot balik ke kos kamu yang jalannya kaya jalan tikus, gitu?"

Om Nikah Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang