💲ONY 2💲

5.1K 429 25
                                    

Pria berusia empat puluhan tahun itu duduk di kursi kerjanya. Di hadapannya ada sang ibu yang kini tengah duduk sambil menatap dengan kesal. Itu adalah Yogi yang kini tengah sibuk mendengarkan ocehan Karina, ibunya.

"Kamu itu udah empat puluh tahun--"

"Empat puluh tiga mama," ucap Yogi membenarkan.

"Iya apalagi lebih tua dari apa yang yang mama kira." Karina mengatakan itu sambil menyeruput teh miliknya.

Bukan tak tau diri dengan merasa lebih muda. Tapi, memang Yogi masih trauma dengan pernikahan pasca ditinggalkan calon istrinya yang melarikan diri dengan kekasihnya yang juga sama-sama perempuan. Gila memang, tapi itu yang terjadi pada Yogi.

"Ya terus saya harus Gimana?" tanya Yogi.

"Nikah, mama mau nimang cucu. Memangnya kamu enggak mau punya istri?"

"Enggak." Yogi menjawab asal.

Penolakan Yogi dan ketidak inginannya untuk menikah tentu saja karena masa lalunya yang kelam. Mencintai seorang wanita sampai rela memberikan segalanya dan pada akhirnya dia malah ditinggalkan demi wanita lain. Padahal selama ini mereka sudah saling berbagi peluh di atas ranjang. Namun ternyata wanita itu adalah seorang lesbian? Bagaimana Yogi tidak syok dan akhirnya trauma?

Sementara i itu mendengar jawaban spontan dari Sang putra membuat Karina geleng-geleng kepala. "Kamu harus move dari masa lalu kamu Yogi. Sampai kapan kamu masih mau terus terbawa masa lalu yang kayak gitu? Nggak semua orang seperti apa yang kamu pikirkan. Nggak semua perempuan itu seperti mantan kamu. Lagian itu kan udah berlangsung 10 tahun yang lalu? Sampai kapan kamu masih menempatkan dirimu di sana? Mama ini udah tua loh. Mama mau lihat kamu ada yang merawat dan juga mau menimang cucu."

"Nanti kan bisa bayar orang. Atau Mama mau aku angkat anak? Semua tuh sekarang bisa dilakuin tanpa harus pernikahan kok." Kata-kata itu lagi-lagi terlontar begitu luwes dan santai dari bibir Yogi seraya memainkan jam di tangannya.

Karina benar-benar bingung dan tak habis pikir dengan jawaban Yogi yang ada lagi, ada lagi dan ada lagi. Bahkan semuanya dijawab begitu enteng dan lugas seolah tanpa perasaan.

"Halah mboh! Kamu tuh nggak bisa kayak gitu pikirannya. Kamu harus open mindset."

"Karena aku Open mindset, jadi aku paham betul kalau sebuah kehidupan itu nggak harus melibatkan sebuah pernikahan di dalamnya. Dan nggak harus juga ada seorang perempuan dalam kehidupan laki-laki."

"Ya harus ada dong. Kalau nggak ada perempuan, nggak ada mama, kamu nggak akan lahir. Dalam kehidupan seorang laki-laki pasti ada perempuan. Kalau nggak ada mama yang besarin kamu sampai umur 40 tahun sekian ini siapa? Udara? Tanah? Air? Dan api? Memang kamu Avatar?" Kirana bertanya karena merasa benar-benar kesal atas jawaban yang diberikan oleh putranya itu.

Sementara mendengar perkataan sang Ibu membuat Yogi tertawa terbahak-bahak. Dia tahu sih, memang Kirana masih sibuk asyik menonton kartun seperti Avatar, One piece, Dan detective Conan. Selera ibunya ini memang sedikit berbeda dengan ibu-ibu yang lain. Namun dalam urusan ini, Kirana masih sama seperti ibu-ibu pada umumnya.

"Nggak usah ketawa kamu. Nggak lucu tahu. Pokoknya siang ini kamu harus ketemu sama anak dari teman mama arisan." Kirana kemudian mengotak-atik ponselnya dan menunjukkan foto perempuan yang diniatkan untuk dijodohkan dengan Yogi. "itu anaknya, namanya Lauren. Kamu harus ketemu sama dia di tempat yang Mama kirimkan di chat nanti."

Yogi memerhatikan foto yang ditunjukkan oleh Kirana di sana terlihat sosok wanita yang terlihat sangat elegan. Memang terlihat sangat cantik tetapi menurut Yogi itu bukan seleranya. Pria pucat itu lebih menyukai gadis yang lebih sederhana.

"Ya udah Mama atur aja." Menurut Yogi, sekarang ia harus menerima dibandingkan harus menolak dan terjadi cekcok lagi. Lagipula dia bisa menolak Gadis itu nanti ketika mereka bertemu.

Kirana sumringah karena sepertinya putranya itu suka dengan gadis yang ia kenalkan. "Tapi bener loh ya kamu nemuin dia nanti Mama kirim alamat ketemunya di chat. Mama tunggu kabar baik dari kamu pas pulang nanti."

"Ya udah kalau kayak gitu. Aku mau balik ke kantor dulu."

Kemudian Yogi meninggalkan tempat itu dan kembali ke kantor. Ia menyempatkan waktu untuk ke kantor mengerjakan beberapa pekerjaan yang belum selesai. hari itu Yogi hanya menandatangani beberapa dokumen yang kemarin belum sempat terselesaikan. setelahnya dia segera berangkat ke lokasi di mana sang Mama mengirimkan alamat bertemu dengan Lauren.

Dan pria itu kini berdiri di mall, tepat di hadapan seorang gadis yang tiba-tiba saja melamar dirinya. Hal itu jelas membuat Yogi terkejut.

"Sorry?" 

"Om mau nggak nikah sama aku?" Reya bertanya.

Indah berlari menghampiri sahabatnya kemudian menarik tangan reya. "Maaf ya Om, teman saya ini agak stress gara-gara tagihan paylater." Indah dengan segera menarik kembali Reya.

Yogi terdiam sejenak, sepertinya ini adalah kesempatan untuknya agar tak terus dikejar-kejar Kirana untuk menemui gadis-gadis anak dari teman arisannya.

"Tunggu," kata Yogi.

Indah dan Reya kemudian dengan segera menghentikan langkah. Tangan Yogi terayun-ayun meminta Reya berjalan untuk mendekati dirinya. Reya dengan segera melepaskan genggaman tangan Indah pada pakaiannya, kemudian dia berlari menghampiri Yogi.

"Ya om?" Gadis itu bertanya dengan tatapan yang berbinar-binar.

"Memangnya berapa hutang payleter kamu?"

"Sekitar 15 juta lebih sedikit Om."

"Gimana kalau saya bantuin Kamu bayar paylater dan kamu bantuin saya. Anggap aja ini seperti simbiosis mutualisme, jadi kita punya hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain. Gimana?"

Om Nikah Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang