💲 ONY 5💲

3.3K 527 165
                                    

Reya menatap punggung dengan rambut panjang terkibas yang kini berjalan menjauh dari mereka.

"Om ... eh, Mas. Kayaknya dia marah banget, loh. Apa nggak papa?" Reya teringat wajah cantik menatapnya geram sebelum berbalik tadi. Rasanya tadi jantungnya deg-degan seperti mau diterkam maung.

Tidak mengherankan sebenarnya kemarahan mbak-mbak itu. Dia datang ke sini berniat bertemu dengan calon suaminya, eh malah si calon mengenalkan wanita lain sebagai pasangannya. Kalau begini, tanpa diberitahu pun Reya sudah bisa memahami posisinya.

"Biarin aja. Yuk, saya antar kamu pulang."
Reya terkejut. "Eh? Pulang? Ini nggak dihabisin? 'Kan belum diapa-apain ini tadi." Reya menunjuk pada dua piring steak yang ada di meja Yogi.

"Ini kan bekas orang," ketus Yogi.

"Tapi belum dimakan. Sayang, ih!"

Yogi menatap Reya dengan satu alis terangkat. "Kamu masih lapar? Kalau masih lapar kenapa tadi cuma pesan salad aja?"

Reya melotot kesal. Cuma kata pria tua ganteng ini! Cumaaa! Cuma salad yang dimaksud Yogi itu tadi Reya sempat lihat harganya nyaris dua ratus ribu! Rasanya tenggorokan Reya tak tega menelan dedaunan seharga dua ratus ribu itu tadi! Untung air putihnya gratis, jadi dia bisa minum sebanyak apa pun untuk mendorong makanannya.

"Bukan lapar, Om, tapi sayang aja. Ini mubadzir jatuhnya. Nggak baik loh, bikin rejeki seret kalo suka mubadzirin makanan." Reya tanpa sadar sudah berceramah panjang lebar. Tak menyadari kalau Yogi sedang menatapnya. "Kenapa sih, Om?"

"Panggil Mas." Yogi menekankan, sebel banget sama Reya yang enggak ngerti daritadi.

"Astaga!" Reya memutar matanya. "Maklumin aja, sih. Baru juga sehari. Masih belajar buat biasain," bantah Reya berjalan memutari meja dan duduk di kursi yang tadinya diduduki Lauren. Tanpa menunggu Yogi, dia meraih pisau dan garpu di kanan kiri piring dan mulai menikmati steaknya.
Yogi hanya bisa menggeleng sebelum ikut duduk lagi di kursinya. Memangnya dia punya pilihan?

Punya sih, sebenarnya, tapi meninggalkan bocah ini sendirian di sini sama sekali tidak terdengar dewasa dan bertanggung jawab.

***

Reya menyandarkan kepalanya di kursi mobil sambil mengelus perutnya. Hari ini dia kenyang luar biasa. Lidahnya juga termanjakan sampai level maksimal. Fix, barusan tadi adalah makanan terenak yang pernah dia makan selama dua puluh tahun dia hidup di dunia!

Semua keberuntungan yang dia punya sudah dia gunakan seharian ini; ketemu om-om ganteng yang mau menikah dengannya dan mau membayar tagihan pay later nya, didandani jadi cantik, dibelikan baju bagus dan mahal, lalu diajak makan enak ke restoran mewah! Belum lagi sekarang dia sedang diantar pulang oleh Yogi dengan mobil mahalnya!

Nggak tau deh, gue ini sebenernya mimpi apa nggak, Reya membatin dengan wajah separuh mengantuk. Dia memang tipe kalau lapar gila, tapi kenyang pun jadi bego.

"Kamu nggak tidur, 'kan? Jangan tidur. Saya nggak tau jalannya. Nanti nyasar."

"Nggak, kok, melek nih, melek." Reya menjawab pelan dan mengantuk. "Nggak bakal kesasar. Ikutin aja mapnya, pasti sampe, deh."

Hanya saja, kenyataan tidak sesuai janji Reya. Tak sampai semenit setelah berkata begitu, dengkuran halus mulai terdengar darinya, tanda dia telah sukses memasuki alam mimpi. Melihat itu, Yogi hanya bisa menggeleng pasrah. Dasar anak-anak, batinnya.

Om Nikah Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang