Reya duduk disebuah kafe bersama Indah sahabatnya. Duduk dengan lemas, merebahkan kepalanya di atas meja. Sudah lima bulan tak bisa membayar tagihan paylater miliknya dan kini ia harus berhadapan dengan debt collector. Sudah tiga hari dia diminta membayarkan sisa hutang senilai lebih dari lima belas juta rupiah. Semua itu karena sang ibu tiri yang selalu saja meminta dibelikan pakaian untuk dijual. Tapi, uang modal tak pernah ia dapatkan kembali. Alasannya untuk sekolah adik tirinya.
"Emang paylater lo masih ada tanggungan berapa?" Indah bertanya pada Reya.
Gadis itu menatap pada Indah, ia menopang dagunya di tangan. "Masih lima belas jutaan. Tiga bulan ini tagihan enam juta. Lo tau kan, gue itu udah enggak kerja. Gue juga masih les nyanyi sih cuma belum masuk lagi, belum bayaran."
"Aish, udah sih ke luar aja dari les itu. Fokus kuliah sama kerja." Indah menegaskan.
Reya seperti tak menggubris apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Pikirannya dipenuhi dengan pemikiran tentang cara melunasi hutang paylater. Miris memang banyak sekali remaja dewasa yang diusia muda bukan mengumpulkan harta, tapi malah hutang payletter.
"Gue mau nikah sama CEO aja bisa enggak sih?" tanya Reya. "Atau dosen tajir macam cerita-cerita di internet."
Indah mencibut bahu Reya. "Jangan mikirn hal aneh deh. Mending kita fokus gimana caranya lo dapat duit. Minjem sama Kak Jimmy aja gimana? Dia pasti kasih tuh." Indah coba berikan saran.
Jimmy mantan kekasih Reya, dulu berpisah karena Jimmy terlalu posesif. Dan sejak putus keduanya tak pernah berhubungan lagi. Bahkan pura-pura tak saling kenal saat di kampus.
"Terus geu harus hubungin duluan? Kak Jim maaf punya uang enam juta enggak?" Reya berbicara dengan penuh emosi sambil memperagakan diri sedang memelepon.
Indah melirik dengan kesal. Padahal memang niatnya memberikan saran saja. Sekarang malah kena semprot, tapi ia maklum kesabaran sahabatnya itu memang setipis tisu yang bagi dua.
"Ye, gue kan cuma kasih saran aja."
Reta terdiam, menatap nanar ke luar kafe. "Ndah ini nanti lo yang bayar kan? Gue cuma minum milk shake doang ini."
"Hem, pesan makan sekalian sana gue yang bayar nanti. Kalau bayar ini gue masih bisa."
Reya gelengkan kepalanya. "Bayarin warteg aja deh, bisa buat dua kali makan."
"Ya ampun, sedih banget ibu."
Reya kemudian terdiam menatap pada jalan di depan kafe. Banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang dengan beraneka ragam pakaian. Namun jelas itu tak menunjukkan status sosial mereka yang sebenarnya. Reya yakin diantara mereka juga ada yang memiliki hutang payletter seperti dirinya.
"Gue yakin diantara mereka ada yang punya utang kayak gue juga."
Indah geleng-geleng kepala. Temannya yang satu itu memang ajaib. "Random banget sih lo?"
"Mau nikah sama CEO. Nikah sama CEO, CEO. Yuk bisa yuk." Reya terus mengatakan itu memberikan keyakinan positif pada dirinya. Sampai kemudian ia mendapatkan sebuah ide. "Gue dapat ide!" seru Reya senang.
"Apa?"
"Laki-laki ketiga puluh yang lewat, akan gue ajak nikah." Reya mengutarakan saran yang tiba-tiba muncul dalam otaknya.
"Heh, kalao dia miskin juga gimana? Sama aja."
"Coba dulu, kalau miskin tinggalin," jawab Reya asal. Kini dalam pikirannya sudah menghitung orang-orang yang lewat di hadapannya.
"Terserah lah.' Indah mneyerah, sudah tau betul kalau akan sia-sia untuk bicara pada Reya di saat seperti ini. Bukan hanya emosian, tapi juga keras kepala dan agak tak tau malu. Buat pusing kadang, tapi mau bagaimana lagi?Mereka sudah bertema sejak masih menjadi SMA dan berjuang sampai berhasil masuk ke universitas yang sama.
Sementara Reya sidah sibuk menghitung pria yang lewat di hadapannya dengan beraneka rupa. Dari yang pendek, tinggi, gemuk, kurus, dekil dan rapi. Semua masuk hitungan Reya. Ia tak akan memandang fisik, karena tak menjamin isi dompet seseorang.
Sementara Indah hanya gelengkan kepalanya menatap pada ponsel. Berkirim pesan pada kekasihnya. Membiarkan sahabatnya itu sendiri dengan kegiatannya. Lagi pula tak akan ada yang bisa melarang Reya.
"Tiga puluh!" serunya.
Mendengar itu Indah menoleh. "Jangan gila Lo Rey!" Teriak Indah, tapi terlambat Reya sudah berlari menghampiri seorang pria paruh baya yang berjalan dengan wajah dingin, jutek.
"Om, stop, stop." Reya berkata seraya mengangkat tangannya. Meminta pria itu untuk berhenti.
Pria itu terhenti saat Reya berdiri tepat di depannya. Ia menatap pada gadis itu dengan bingung. Pria paruh baya itu adalah Yogi sang presdir pemilik Pilar nusa grup yang salah satunya bergerak di bidang entertaiment.
"Om, nikah yuk?"
***
gimana lanjut tak?
huuhuhu tapi sabar ya kak kan ongoin aku banyak. bukan cuma wp.. hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Nikah Yuk!
Romance🍓Update lebih cepat di Karyakasa 🍓 Menikah karena cinta itu biasa, menikah karena tagihan paylater?? Itu adalah nasib Reya yang akhirnya harus menikahi, Om Yogi. Freya Anggun Kinanti di usianya yang ke 20 tahun mahasiswi semester 3 jurusan akunt...