💲ONY 3💲

1.7K 220 25
                                    

Reya menelan ludahnya kasar dan mengedip-kedipkan matanya cepat. Masih tak percaya dengan apa yang terjadi padanya hari ini.

Memang, dia yang punya ide gila untuk menikahi pria ke tiga puluh, pria mana pun yang masuk ke kafe ini. Gila memang. Namun, kalau dipikir-pikir, memangnya dia pernah tidak gila? Apalagi sejak terlilit hutang paylater!
Reya menoleh ke samping pada Indah, sahabatnya. Niatnya mau minta Indah mencubitnya untuk memastikan bahwa yang terjadi padanya saat ini adalah nyata, bukan mimpi. Namun, dia lupa, Indah pamit beberapa saat yang lalu karena dijemput pacarnya pergi.

"Eee ... Om ...."

"Berapa umur kamu?"

Reya berdehem. Menegakkan kepalanya dan melebarkan bahunya. Dia tidak boleh terlihat lemah! Mungkin ini adalah keajaiban dari Tuhan! Jawaban semua doa-doa putus asanya! Reya menatap mantap pada sepasang mata hitam sipit yang ada di seberangnya. Pria itu terlihat santai menyeruput kopi yang tadi dipesannya setelah mengajak Reya duduk di salah satu meja kafe ini.

"20 tahun, Om!"

Uhuk!

Pria di depannya terbatuk hebat tersedak kopinya. Buru-buru Reya mengambil tisu dan berdiri mengangsurkan lembaran putih tersebut padanya. "Om nggak papa? Mau minum es teh saya? Atau mau saya pesenin air putih?"
Bukannya menjawab pertanyaan Reya, pria itu malah menatap Reya dalam. "Dua puluh tahun? Dan udah mau nikah?"

Reya kembali duduk karena perhatiannya diabaikan oleh pria ini. Ganteng, sih, orangnya. Walaupun Reya bisa memastikan mungkin umurnya sekitar tiga puluh lima tahunan, atau mungkin empat puluh, tapi aura gantengnya masih paripurna. Hanya saja, tatapan matanya itu, loh! Dingin ... datar ... seperti tak ada semangat dan gairah. Ah, tak apalah, yang penting punya uang untuk membayar cicilan paylaternya!

"Capek cari duit buat bayar paylater, Om. Enak dinafkahin aja," jawab Reya cuek. "Om umurnya berapa?" Gantian sekarang Reya yang bertanya. Tak apalah tak sopan. Toh, tadi om ini yang mengawali.

"Dua kali lipat umur kamu." Reya mengangkat kedua tangannya untuk menghitung dua kali  lipat umurnya itu berapa. "Siapa nama kamu?" Sebelum Reya berhasil memecahkan teka teki umurnya, pria itu kembali bertanya.

"Reya. Om?"

"Yogi."

"Oh, Om Yogi ... empat puluh tahun. Duda, ya?"

"Kalau ngomong jangan sembarangan. Saya nggak suka punya istri cerewet yang mulutnya nggak ada filternya. Harus sopan dan tau menempatkan diri."

Yogi menegur Reya, membuat gadis itu sedikit cemberut karena cara Yogi menegur agak sedikit to the point. Eh, sebentar .... "Jadi kita nikah, nih, Om?"

"Belum, saya nggak mau nikah sama yang penampilannya begini. Ayo, ikut saya dulu."

"Ke mana, Om?" tanya gadis itu terkejut tiba-tiba saja diajak entah kemana.

"Saya nggak suka punya istri yang suka membantah. Kalo diajak ya, nurut aja. Ayo."

"Eh, Om, tapi ...."

Kruuuk!

Keduanya terdiam saling bertatapan. Reya kemudian nyengir kuda, tidak merasa berdosa sama sekali.
"Boleh makan dulu nggak, Om? Laper. Tapi Om yang bayarin, ya? 'Kan, calon suami."

***

Yogi menunggu dengan sabar sampai Reya selesai makan sebelum membawa gadis itu keluar dari cafe untuk menuju salah satu salon yang juga ada di mall tersebut.

"Selamat datang, Kak. Ada yang bisa kami bantu?" Salah seorang kepster di salon yang didatangi Yogi dan Reya menyambut mereka di pintu masuk.

"Saya mau rubah penampilan dia," kata Yogi menelengkan kepalanya pada Reya yang terbengong menatap interior salon mahal itu.

Om Nikah Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang