ONY 9

3K 393 158
                                    

BAB 9

"Jadi kapan Reya mau main ke sini lagi?" tanya Karina pada sang putera.

Pagi ini seperti biasanya mereka sarapan bersama. Terkadang memang ada obrolan yang dilontarkan oleh  Karina. Meski kadang ia juga coba untuk menahan pembicaraan. Itu ia lakukan biasanya karena melihat wajah sang putra semata wayang yang muram.

"Baru aja dia main kemari kemarin kan Ma?" Yogi menyahut dengan malas.

"Iya sih, tapi mama kangen. mama mau ketemu lagi sama dia. Anaknya itu lho, lucu. Auranya positif banget." Kesan pertama pertemuan dengan Reya benar-benar membawa kesan yang sangat berharga untuk Karina.

"Ya, nanti aku minta dia main lagi. Dia itu masih kuliah ma. Jadi ya, mama harus ngerti."

Karina anggukan kepala, baginya pendidikan itu memang penting. Apalagi, nantinya Reya akan menjadi pendamping Yogi. Dan pasti ia akan juga menjadi sorotan.

"Kamu enggak tau dia libur kapan?" Karina bertanya lagi.

"Kurang tau ma, memangnya kenapa?"

"Ajak dia liburan. Kita bisa keliling Eropa, satu atau dua minggu. Atau yang lokal, kayaknya juga bisa. Bali atau Labuan bajo gimana? Kita jalan-jalan keluarga."

Mendengar apa yang dikatakan oleh sang Mama membuat Yogi menoleh. "Keluarga gimana sih mah? Aku sama dia aja belum nikah."

Sebenarnya reaksi yang ditunjukkan oleh Karina adalah sebuah pertanda baik. Itu berarti sang Ibu tidak mengetahui mengenai kebohongan yang ia buat. Padahal kemarin ia merasa kalau Reya bertingkah sedikit berlebihan.

"Ya nggak apa-apa dong. Kamu pacaran sama dia pasti kan memang tujuannya untuk nikah. Memang mau apa lagi? Mama nggak mempermasalahkan jarak usia kalian kok. Apalagi setelah kemarin melihat Reya, dia itu anaknya cute, supel. Dan mama happy banget ya mau dapat perempuan kayak gitu."

Yogi  hanya menggelengkan kepalanya mendengar penuturan sang mama. "Ya udah kalau kayak gitu, aku mau berangkat kerja dulu ya mah."

"Oke, hati-hati kamu. Jangan lupa kamu bawa lagi pacar kamu ke rumah mama tunggu."

"Iya."

Yogi segera berpamitan dengan sang Ibu. tak lupa mencium pipi Karina sebelum meninggalkan ruang makan. Kemudian berjalan keluar, menuju mobil yang sudah menunggunya. Setelahnya segera berjalan ke kantor.

Sementara itu hari ini Reya sudah disibukan kembali dengan kegiatan kuliahnya dan kini tengah beristirahat di kantin bersama dengan Indah.

"Lo mau pesan apa?  pesan deh biar gue yang bayar semua." Reya dengan pongahnya berkata seperti itu kepada Indah.

Tentu saja itu membuat Indah merasa heran sekali. Padahal baru kemarin rasanya Reya mengeluh karena tak punya uang. "Lo kenape? Udahlah, kalau emang ada uang simpan aja buat lo. Berobat bokap," kata Indah.

"Udah, lo mau apa silahkan makan. Habis ini kita selesai Gue bakal beliin lo baju. Pokoknya gue mau berterima kasih selama ini karena lo udah mau jadi sahabat  gue. Sekarang waktunya gue membayar jasa-jasa lo." Reya mengatakan itu dengan sedikit berlebihan. Dia kemudian memeluk indah dengan erat.

"Udah deh, lo nggak usah macam-macam. Lagian, lo dapat  uang dari mana?" Indah kemudian menyeruput jus mangga yang dia pesan tadi.

"Dari Om Yogi lah."

"Uhuukk!" Mendengar penuturan rea membuat Indah terbantu-batuk, pikiran buruknya tiba-tiba saja berpetualang di dalam otaknya.

Reya menepuk-nepuk punggung Indah, dia terkejut juga karena tiba-tiba saja sahabatnya itu tersedak jus yang diminum. "Kagetnya biasa aja kali. Lagian lo kan udah tahu kalau gue emang ada urusan sama Om Yogi."

Indah memegangi bahu Reya, kemudian menggerakkan sahabatnya itu ke kanan dan kiri. "Lo Nggak apa-apa kan? Maksud gue, lo Nggak diapa-apain kan? Kalau nggak bertindak sejauh itu kan Rey?"

Indah takut kalau saja sahabatnya itu telah menjual dirinya kepada Om Yogi. Siapa tahu karena Pay Later sebesar 15 juta itu, otak sahabatnya tiba-tiba saja rusak dan kemudian memanfaatkan situasi dengan menjual dirinya kepada om-om.

Reya menjauhkan Indah, menatap dengan tidak habis pikir karena temannya bisa berpikir sejauh itu. "Lho kok bisa mikir sejauh itu sih? Mana mungkin gue tuh melakukan hal sejauh itu? Selama lebih dari 20 tahun gue sudah menjaga selaput dara ini supaya tidak robek."

Indah membekap mulut Reya. "Mulut Lo bisa biasa enggak!" Itu Indah lakukan, karena di sebelah mereka ada para mahasiswa lain yang duduk jaraknya juga tidak jauh.

Reya melirik ke arah pada mahasiswa itu. "Emang apa ada salahnya sih gua ngomong selaput dara?"

"Enggak salah si, cuman di sebelah lo tuh cowok-cowok. Kebiasaan deh!" Indah rasanya ingin memukul bibir Reya saat itu juga agar diam.

"Hehehe." Biarin aja lah. mereka juga nggak bakal denger.

"Tapi tadi mereka noleh waktu lo ngomong kayak gitu."

Reya melirik mahasiswa di sampingnya. Kemudian kembali menatap Indah.

"Bener kan elo nggak ngapa-ngapain? Nggak ada yang terjadi antara lo sama om-om itu?" Indah bertanya.

Reya terdiam memikirkan jawaban yang akan diberikan. "ya terjadi apa-apa sih."

"Heh! Yang bener sih lo? Jangan bikin gue cemas dong titik gue dengan alasan bersalah deh udah ninggalin lo sama si Om itu."

"Ya, intinya—" Reya terdiam dan berpikir Apakah dia harus memberitahu Indah mengenai kontrak pernikahan yang akan dilakukannya bersama Om Yogi.  tapi sepertinya perjanjian seperti itu bukankah sifatnya benar-benar rahasia?

"Intinya apa?"

"Intinya, gue sedang dalam proses dan tahap untuk menjalin hubungan yang lebih serius sama Om Yogi." Akhirnya jawaban itu yang terlontar dari bibir Reya. Karena tentu saja sebentar lagi kemungkinan Reya akan menikah dengan Om Yogi.

"Hah!" Indah tersentak. benar-benar Tak habis pikir dengan apa yang dia dengar barusan.  "Coba ulangin? Gimana maksud lo?"

"Ya, elo siap-siap aja. Karena mungkin lo akan terkejut."

"Reya lu bisa nggak sih nggak bercanda kayak gini?" Indah bertanya dengan penuh penekanan. Pasalnya sejak tadi Reya sama sekali terlihat tak serius dengan pembicaraan mereka berdua.

"Gue serius. Serius banget malah. Hal mana lagi yang nggak gua seriusin. Lo liat nih muka gue."

"Gue nggak ngerti gimana dan apa yang terjadi sama lo berdua. Tapi kalau emang lo jodohnya dia sih ya udah. Yang gue takutin itu, terjadi hal-hal yang nggak bener Di antara lo sama Om Yogi."

Reya berpikir sejenak tapi sebenarnya apa yang dikatakan Indah itu tidak ada salahnya juga titik mereka berdua memang melakukan hal yang tidak benar dengan berbohong kepada Karina.

"Ya .., Emang terjadi hal-hal yang nggak bener sih di antara gue dan Om Yogi."

"Reya!"

"Hehehe."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Om Nikah Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang