one

18 3 0
                                    

Aku berjalan mundur beberapa langkah menjauhi trotoar yang saat ini ku pijak dengan wajah tengadah, lalu dari tengah jalan, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: "Hans!"

Malam ini aku berjalan tanpa arah, jalanan yang pada mulanya ramai di pagi hingga sore hari, kini sudah mulai terasa sepi dikarenakan waktu yang sudah mulai larut malam. Hanya beberapa kendaraan yang melintas di jalanan raya. Aku berjalan dan terus berjalan. Aku merasa putus asa ketika dia, pria yang selama ini bersama ku ternyata tidak pernah menganggap bahwa aku itu ada. Aku ada di kehidupannya. Tapi dia hanya menganggapku seolah-olah hanyalah hembusan angin yang berlalu.

Sekitar satu jam, aku berjalan tanpa arah hingga aku memutuskan untuk singgah ke sebuah cafe yang ada tidak jauh dari tempatku berada. Aku memasuki cafe tersebut dengan mengamati sekitar. Hampir larut malam, dan masih saja ramai. Kata ku dalam hati sambil terus mencari meja yang masih tersisa. Akhirnya, aku mendapatkan meja yang masih kosong di ujung cafe tersebut, tempatnya tepat di pojok dekat jendela kaca yang menjuntai dari atas ke bawah. Menampilkan pemandangan luar dengan jelas. Setelah memesan secangkir coklat panas kepada pelayan, aku pun kembali membingkai wajahku dengan kedua tangan yang membungkus daguku berbentuk huruf V sambil melihat-lihat pemandangan di luar sana.

Hampir seluruh waktu malamku hari ini ku habiskan di cafe tersebut. Dan kini tepat di hadapanku seorang pria yang sedang berdiri di dekat mejaku duduk. Tampaknya dia tidak kebagian tempat.

"Hai. Boleh aku duduk disini?" Sapa pria itu sekaligus bertanya padaku. Aku tidak kaget dengan pertanyaan maupun sapaannya, melainkan aku kaget dengan dirinya yang terus menerus menampilkan gigi tajamnya dan membuka mulutnya dengan lebar, membentuk sebuah senyuman.

"Silahkan, dan jangan terus menerus tersenyum seperti itu" jawabku dengan gaya bicaraku yang sedikit formal.

Pria itu mengangguk dan memilih untuk langsung duduk di kursi yang tepat di hadapanku. Aku terus mengamatinya. Dan yang benar saja, apa dia tipe manusia yang hobinya senyam-senyum gak jelas gitu? Aku sedikit bergidik ngeri saat memerhatikannya. Sepertinya dia menyadari akan pengamatanku. Dia balik mengamatiku dan sepertinya dia akan membuka mulutnya untuk satu atau dua kalimat pembicaraan.

"Segitunya melihatku? Pasti kamu tertarik kan dengan ku? Ahhh, pasti saat ini aku kelihatan sangat menawan hingga bisa menarik perhatian dari gadis secantik kamu" ucap pria itu percaya diri.

Bukannya memujanya, aku malah memperlihatkan pandangan mencemooh kepadanya. Tinggi sekali tingkat percaya dirinya. Memuji dirinya sendiri sampai segitunya. Aku merasa risih berlama-lama disini. Aku bangkit untuk berdiri, meninggalkan pria itu, tapi dia malah mencegahku. Apa maunya?

"Oke oke. Aku bercanda. Maafkan aku. Um, bisa kamu duduk kembali? Aku ingin bercerita dengan mu" ujar pria itu dan aku pun mengikuti keinginannya untuk duduk kembali.

"Aku Radit" ucapnya memperkenalkan dirinya dengan mengulurkan tangan kanannya ke arahku.

"Allesa" jawabku membalas jabatan tangannya.

"Um, sepertinya kamu lagi ada masalah ya? Kamu bisa bercerita dengan ku. Mungkin aku bisa bantu"

Aku menggeleng cepat "Tidak. Aku tidak punya masalah"

"Sure?"

Dia tampaknya tidak yakin dengan jawabanku. Aku pun mengangguk seraya berkata "Ya. Aku tidak ada masalah"

"Baiklah. Ceritakan tentang mu"

Lagi-lagi aku di buat terkejut olehnya. "What? Are you kidding?" Tanyaku padanya dengan ekspresi tak terbaca.

"Emang kenapa?" Dan dia malah balik bertanya.

Aku memutar kedua bola mataku, memejamkannya sekali untuk kemudian membukanya hanya untuk menatapnya.

All About AllesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang