PROLOG (REVISI)

442 73 108
                                    


Happy Reading!

***


Gue bosan selalu hidup dalam bayang-bayang adik gue, gue selalu di beda-bedakan sama dia oleh kedua orang tua gue maksudnya orangtua kami. Ya begitulah gue-orang yang paling terbodoh di keluarga Prasetya ini. kerjaan gue ya selalu bikin kacau sekolah, bikin malu kedua orangtua intinya selalu jadi biang onar, itu yang selalu di katakan Bokap sama Nyokap gue.

Bodoh. Ya gue akui, gue memang bodoh dalam setiap pelajaran yang mengandung berbagai macam huruf maupun angka. Bahkan sampai gue sudah kelas tiga SMA baca aja masih mengeja dan tulisan gue pun tak lebih dari cakar ayam, herankan kenapa gue bisa naik kelas sampai ke kelas tiga? Apa sih yang tidak bisa di lakuin bokap gue; seorang pengusaha terkenal yang bertarafkan internasional serta memiliki dua anak yang berkelakuan bertolak belakang, yang satu memiliki kelakuan bak malaikat dan yang satu berkelakuan seperti iblis- persis seperti gue ini, kembali ke kenapa gue bisa naik kelas? Karena sekolah itu punya Bokap gue, jadi Bokap tinggal bilang aja ke kepala sekolah buat menaikan kelas gue.

Sebenarnya gue gak terlalu berharap untuk naik kelas, naik atau nggaknya itu sama aja. Gue tetap murid terbodoh atau tertolol se-satu sekolah, sejak gue tahu keterbatasan belajar gue pas TK dulu, gue sudah gak minat lagi buat lanjutin sekolah. Apalagi pas Bokap-Nyokap tahu semua pelajaran gue selalu dapat nilai nol mereka langsung ngurung gue di kamar satu harian penuh plus tidak dapat jatah makan, bisa apalah gue waktu itu hanya sebatas nangis teraung-raung. Gue malu sendiri sama adik gue, dia orang yang paling pintar di keluarga gue selalu mendapatkan rangking pertama sejak sekolah dasar bahkan sampai sekarang di SMA yang sama dengan gue, lah sedangkan gue selalu di urutan terakhir.

Dan lebih teragisnya lagi, gue merasa di asingkan di rumah gue sendiri. Setiap rekan bisnis kerja Bokap atau Nyokap mau dateng ke rumah. Pasti mereka mewanti-wanti gue agar pergi keluar rumah atau tidak ngedekam di dalam kamar garis miring di penjara didalam kamar sendiri di kunci dari luar sampai tamu mereka pada pulang. Mereka bilang mereka malu punya anak kaya gue. anak yang bodoh dan anak yang paling terbodoh garis miring tolol, mereka malu memperkenalkan gue sama teman mereka. Dan yang paling bikin gue merasa murka atau sejenisnya lagi itu karena adik gue yang selalu di sanjung-sanjung didepan rekan kerja mereka. Iri? Tentu saja gue iri sama dia, sebodoh apapun gue, setidaknya mereka mengerti apa gue rasakan, hah? Pikiran semacam apa itu? itu yang bikin gue semakin merasa bodoh karena berharap kepada Bokap-Nyokap gue untuk mengerti apa yang gue rasakan selama ini, itu hal mustahil yang selalu menjadi angan-angan belaka.

Sejujurnya gue paling males buat ngakuin mereka itu sebagai orang tua gue. Bagaimana tidak? Mereka saja tidak mengakui gue sebagai anaknya kan? Bahkan satu sekolah aja tidak ada yang tahu kalau orang yang mereka sebut dengan Pak Prasetya garis miring pengusaha terkaya dan terkenal itu adalah Bokap gue, terkecuali kepala sekoah dan satu temen gue. Hanya mereka berdua yang mengetahui status gue di sekolah itu, di rapor sekolah gue aja nama Bokap gue 'Rahman' garis miring tukang kebun di rumah gue maksudnya rumah Bokap-Nyokap gue yang sering gue panggil dengan sebutan Mang Rahman, dan nama Ibu 'Surti' garis miring pembokat gue, tapi orang yang selalu gue panggil Bi Surti itu memang sudah gue anggap sebagai Ibu gue sendiri. Toh sejak kecil gue diasuh sama Bi Surti, dari Bi Surti-lah gue dapatkan yang namanya kasih sayang. Tidak dari mereka berdua yang memang sebenarnya orangtua kandung gue, benar yang dikatakan temen gue dulu "PERCUMA HIDUP BERGELIMANG HARTA KALAU TIDAK ADANYA KASIH SAYANG DARI KEDUA ORANGTUA." kalimat itu selalu terngiang-ngiang di telinga gue ketika gue menyadari bahwa di rumah ini gue hanya sebatas menumpang tidur, mandi, dan makan saja sama sekali tidak dianggap keberadaannya, bersyukur? Apa yang harus gue syukurin dalam hidup ini? Rasanya tidak ada. Benar-benar tidak adil bukan? Seharusnya gue diperlakukan sebagai anak juga di rumah terkutuk ini.

Dear BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang