Chapter 2 (REVISI)

144 48 31
                                    


Happy Reading!

***

Benar-benar pagi yang mengesankan! Gue harus buang-buang tenaga untuk berdebat dengan dua orang yang ngakunya sebagai kedua orangtua gue itu. karena tidak mau ambil pusing lagi setelah mengatakan kalimat yang menggelegar tadi gue langsung cabut keluar rumah, rencana dari rumah tadi tetaplah akan berlaku. Gue akan bolos hari ini, dengan bermodalkan sepeda yang gue beli dari hasil kerja sendiri, mungkin gue bisa keliling kota Jakarta sampai tewas di jalanan. Bukankah itu lebih baik dari pada menanggung beban terkutuk ini?

Gue terus mengayuh sepada tanpa tahu arah mana yang harus gue tuju saat ini, benar-benar kacau mood gue hari ini, mungkin gue akan memikirkan planning untuk bunuh diri, atau menghantamkan sepeda ini ke pohon besar biar kejadiannya sama seperti yang Gio lakukan tempo hari itu, kedua orangtua-nya langsung menyesali perbuatannya. Sepertinya bukan rencana yang buruk? Jika ada waktu mungkin gue akan mencobanya.

Oh ya Gio? Sepertinya gue perlu menjenguk si kunyuk satu itu. terakhir kali gue kesana tiga hari yang lalu, apa kabar dia sekarang? Oke gue putuskan untuk bolos pergi ke rumah sakit menjenguk si kunyuk itu, gue kayuh sepada ini dengan kecepatan standar. Jalanan Ibu kota tampak masih lengang, wajar saja inikan masih pagi hari bahkan terlalu pagi untuk Siswa seperti gue ini keluyuran. Udara dipagi hari ini sangat menyegarkan gue tarik napas panjang lalu menghembuskankannya perlahan, rasanya beban yang selama ini melekat dikepala gue terangkat untuk sementara. Dan sialnya lagi kenapa pikiran gue malah melayang pada gadis murahan itu.

Oke Azka! Berhenti memikirkan gadis murahan itu dia itu orang jahat, ingat orang jahat jangan diingat lagi, tanpa disadari akhirnya gue sampai juga di rumah sakit tempat si kunyuk itu dirawat. Gue memarkirkan sepada di parkiran ya jelaslah di parkiran emang mau dimana lagi? lalu gue berjalan memasuki rumah sakit itu, saat sudah melewati meja resepsionis dan berbelok diperempatan lorong rumah sakit menuju ruang rawat si kunyuk itu dirawat, oh kunyuk maafkan sobatmu ini karena gue jenguk dengan tangan kosong!

Gue sudah sampai tepat di depan ruang rawat si kunyuk. Tepat saat gue ingin meraih knop pintu itu, pintu sudah dibuka duluan dari dalam. Otomatis gue langsung menarik kembali tangan gue yang hampir meraih knop pintu itu, dari dalam ruang inap muncullah wanita paruh bayah. Yang gue yakini adalah Nyokap-nya si kunyuk, wanita paruh bayah itu tampak sedikit terkejut melihat keberadaan gue didepannya ini, gue menyunggingkan senyum sebagai tanda sapaan.

"Kamu temannya Gio, yang waktu itu kan?" Oh berarti wanita paruh bayah ini memiliki ingatan yang cukup baik, ternyata dia masih menganali gue. Tapi ada apa dengan mata wanita paruh bayah ini? Matanya sembab, apakah dia menangisi keadaan si kunyuk itu?

"Iya Tan, saya temennya Gio." Ucap gue ramah. Lagi-lagi gue memasang senyum.

"Terimakasih banyak ya Nak, kalau tidak ada kamu mungkin saya tidak tahu keadaan anak saya sekarang. Saya menyesal karena telah mengabaikannya selama ini." Oh Tante, andaikan Nyokap gue seperti Tante yang menyadari kesalahannya. Pasti gue sangat-sangat bersyukur.

"Iya Tan, sama-sama. Saya ikut seneng kalau Tante sadar akan kelalaian Tante selama ini, dulu Gio sering curhat ke saya katanya dia pengin banget punya keluarga yang perhatian sama dia, dan sepertinya harapan Gio itu sudah terkabul sekarang ini."

Tante Tersenyum, wajahnya sangat menyiratkan rasa penyesalannya itu.

"Sekali lagi terimakasih ya Nak, selama ini kamu sudah mau jadi teman anak saya."

"Iya Tan." Sangat senang sungguh, akhirnya Nyokap si kunyuk ini benar-benar sudah sadar. Tuhan bisakah Ibu saya juga sadar seperti Tante ini?

"Oh ya Tan! Kondisi Gio sekarang gimana ya? Apa dia udah sadar?"

Dear BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang