Chapter 2 Our Past

607 50 18
                                    


- Rumah Sakit -
Luhan side

Luhan tersadar dari pingsannya. Lagi-lagi dia terbaring di bangsal rumah sakit. Ia perlahan duduk sambil memijit pelipisnya yang terasa pening. Lalu dipandangnya sekeliling ruangan itu, dia masih di kamar yang sama dengan yang sebelumnya.
'Ah, berapa lama aku tertidur?' batinnya.
Kemudian matanya terbelalak,
"Tasku! Dimana tasku? Gawat!" ia seketika turun dari tempat tidurnya dengan sedikit limbung.

Dicarinya tas miliknya di semua sudut kamar, namun tetap nihil, dia tak mendapati tasnya dimanapun. Seketika dia lemas.
"Appa, aku kehilangan sesuatu itu..appa, maafkan aku. Aku tak bisa menjaganya dengan benar."

Terdengar suara langkah kaki mendekati kamar Luhan, ia bergegas naik kembali ke tempat tidurnya dan berpura-pura tidur.
Seseorang memasukki kamarnya, kemudian, suara sebuah bangku di letakkan di sisi ranjangnya dan seseorang duduk di bangku itu. Luhan tahu ini, tapi masih pura-pura tertidur. Pikiran Luhan mengatakan bahwa saat ini yang duduk disamping ranjangnya pastilah gadis yang sempat datang menemuinya tadi sebelum ia pingsan. Ia sangat hafal aroma ini, namun masih tidak yakin.

Karena entah kenapa Luhan menyukai bau harum yang menguar dari tubuh gadis itu. Walaupun ia tahu, tadi hanya bertatap muka tak lebih dari 10 menit, ia benar-benar terpikat dengan aroma itu. Dan kini pikirannya melayang kemana-mana. Perlahan ia membuka matanya, melihat apa yang sedang dilakukan gadis disampingnya ini. Luhan menatap sebentar ke wajah gadis itu, 'cantik dan manis,' pikir Luhan.
Kemudian matanya tertuju pada apa yang sedang dipegang oleh gadis itu. Saat gadis itu mendongakkan kepalanya, Luhan memejamkan matanya lagi. Dirasakannya gadis itu mendekat kearahnya, Luhan tahu itu lewat aroma gadis yang makin menguar. Menganggu sistem otaknya bekerja, sekaligus membuat jantungnya berdebar kencang tanpa alasan. Ia pun tak tahan lalu membuka matanya, melihat gadis itu akan pergi, ia segera meraih tangan gadis itu dan menariknya. Ingin sekali ia menatap gadis itu dari dekat.

Dan pertama kali dalam hidupnya ia merasakan hal ini lagi. Luhan menatap tajam ke mata gadis itu, yang saat ini tengah membelalakkan matanya terkejut. Ia serasa mengenal mata itu. Merasa pernah melihat tatapan itu, tapi dimana.
Seketika Luhan terpaku akan gadis itu. Ia ingat, kenangan itu terlintas dengan jelas di otaknya. Kenangan menyakitkan yang tak kan pernah ia lupakan sebelumnya.

Flashback on*

Beijing 2001

Sebuah rumah yang terlihat mewah dan megah, berdiri kokoh dengan angkuh ditengah pusat keramaian kota.
Sekilas, tak ada yang menyadari keanehan pada rumah itu dari luar.
Tapi jika kalian mau berhenti sejenak, maka akan terlihat keanehan yang terjadi dirumah itu.
Selama ini, belum pernah ada orang yang berani lewat atau hanya sekedar berhenti untuk mengamati bagian luar rumah saja. Entah kenapa, pemilik rumah ini, siapa pun dia, membuat sebagian orang di situ memilih untuk menghindari rumah/jalan di blok itu. Mereka menganggap rumah mewah itu terlalu menyimpan banyak rahasia dan misteri. Dan kebanyakan orang-orang tak mau dengan bodohnya berurusan dengan salah satu penghuni rumah itu. Malah mereka tak keberatan memutar jalan.

Dan siapakah sebenarnya pemilik rumah ini? Kenapa orang-orang merasakan ketakutan yang berlebihan pada sebuah rumah? Padahal mereka hanya sekedar lewat saja?

Pemilik rumah itu tak lain tak bukan adalah pemilik Lu Corp. Perusahaan paling besar di seluruh Asia. Ah, bukan, mungkin malah hampir separuh dunia di bawah kepemimpinan Lu Corp.
Namun tak banyak yang tahu dengan apa yang ada didalam Lu Corp. Mereka memang memproduksi banyak hal dan semua orang hampir tak ada yang tak mengetahui produk buatan Lu Corp.
Sebuah kesuksesan yang gemilang, memang selalu terlihat menakjubkan dari luar, namun disana yang ada hanyalah sebuah pondasi yang retak dan berlubang.

Pemilik Lu Corp mempunyai seorang putra yang sangat menggemaskan dan tampan. Ia baru berusia 11 tahun, namanya Lu Han. Tapi jangan salah, dia memiliki kejeniusan yang tak bisa dibayangkan oleh siapapun untuk anak seusia itu.
Walaupun begitu, ia tidak pernah mau berurusan dengan segala tetek bengek tentang perusahaan. Ia lebih suka menikmati masa mudanya yang bahagia seperti anak remaja lainnya.

Just One More Time [Hunmin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang