Chapter 4

458 7 2
                                    

Janvier menghentikan laju motornya tepat didepan sebuah restoran panekuk terkenal di Jakarta. “loh, kok ke sini? Aku kan dah makan.” Alvinia megerutkan alisnya bingung, seraya turun dari motor Janvier dan melepas helmnya.

“ya ngga papa, makan lagi aja” Janvier menjawab singkat. Alvinia mendelik kesal. “nanti aku gendut, tau.”

Janvier tertawa. Ini adalah tawa Janvier yang pertama ia lihat seharian ini. Agaknya ia ingin tertawa juga, tapi gengsi rasanya.

“sok bisa gendut. Dari dulu badan lo kan segitu-segitu aja” Janvier menjawab retoris. Harusnya ia mengerti, kalau perempuan itu gampang naik berat badannya. Memangnya cowok, makan banyak saja rasanya tidak pengaruh tuh.

Alvinia menggerakkan bahunya, malas. “yaudah kalo ngga mau makan, nemenin gue aja deh” ujar Janvier sembari menggandeng Alvinia masuk kedalam restoran tersebut.

***

“sebenernya pas liat lo pake gelang itu, gue jadi inget pas pertama kali kita ketemu.” Janvier mengangkat wajahnya, menatap manik mata Alvinia yang kini duduk berhadapan dengannya. Mereka sedang menunggu pesanan Janvier, karena pada akhirnya hanya janvier yang menyantap makanan khas eropa itu.

Alvinia menaikkan sebelah alisnya bingung. “loh gelang ini kan kamu kasi pas kamu mau pergi, kok jadi ingetnya yang pas kita pertama ketemu sih?”

Janvier menatap Alvinia tanpa ekspresi. “please deh, Cuma keinget doang.”

Alvinia mengengguk angguk mengerti. “ya deh, terus kenapa kalo inget?”

Janvier menaikkan bahunya. “gak tau, pengen aja ngomong itu. Eh, temen gue ada yang naksir sama lo, vee” ujar janvier kemudian. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari reaksi Alvinia, untuk mencari jawaban atas perasaan yang kini mentahtai hatinya.

“hah? Siapa?”alvinia tampak kaget dengan pernyataan Janvier yang tak pernah ia duga itu. “ada lah, lo kenal deket kok sama dia. Yaa kayaknya sih bentar lagi dia mau nembak lo gitu”

Makanan datang, kini Janvier berusaha mengalihkan perhatian dari Alvinia. Mendadak, ia ingin meralat apa yang telah ia katakan kepada Alvinia.

Bagaimana kalau ternyata alvinia diam-diam juga menyimpan perasaan sama Gio? Gimana kalo ternyata mereka udah jadian? Atau mereka tiap hari rajin telepon dan mengirim pesan? Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk dalam kepala Janvier.

Janvier tidak siap untuk kehilangan Alvinia. Tidak sekarang, tidak selamanya. Tapi bagaimana kalau ternyata, Gio adalah yang terbaik untuk Alvinia?

Dan kalau itu  yang harus terjadi, apa yang bisa ia lakukan?

Janvier menghembuskan nafas dengan berat. Tangan kirinya terkepal kuat, berusaha menahan gejolak perasaan yang berkecamuk dalam hatinya.

Dan setelah itu, kalimat yang dilontarkan Alvinia hanya terdengar seperti dengung yang kian lama kian memusingkannya. Menghadapkannya pada kenyataan bahwa hubungan mereka tidak sesederhana dulu.

Sampai kapan gue harus mendem kayak gini..? Janvier mengusap wajahnya putus asa, kemudian hanya menanggapi setiap perkataan Alvinia dengan senyum tipis.

***

Putih (Karena Kau Begitu Berarti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang