Chapter 8

432 6 2
                                    

Janvier dan Alvinia duduk berhadapan, di sebuah café dengan nuansa apik dan minimalis. “Kamu tuh, makan yang banyak. Kamu kurusan banget tau.” Komentar Alvinia disela kunyahannya.

Janvier hanya nyengir lebar, kemudian melanjutkan menyantap potongan pizza dipiringnya. “Lo juga, lo juga kurusan” Ujar Janvier kemudian. Kini, gentian Alvinia yang tersenyum lebar. “kalo aku sih, emang diet. Wlee!”

Alvinia meleletkan lidahnya, mengejek Janvier. “lah, kenapa pake diet segala?” Janvier mengerutkan dahinya bingung. “bentar lagi mau ada prom, tauu..”

Janvier mengangguk-angguk mengerti. Ternyata sahabatnya ini ingin tampil beda di acara sekolahnya yang satu itu. “Ooh, yaudah, lanjutin aja dulu makannya.” Janvier menjawab singkat. Keheningan kemudian merajai diantara mereka.

“Jan..” alvinia memanggil pelan, saat ia mulai jengah dengan keheningan itu. “hm?” Janvier bahkan menjawab tanpa mengangkat wajahnya, sibuk mengiris pizza menjadi potongan-potongan kecil.

“Promise me you’ll never forget me. Not even when I’m a hundred.” Bisik Alvinia pelan.

Dan bisikan itu seketika menghentikan kunyahan Janvier.

***

“Promise me you’ll never forget me. Not even when I’m a hundred.” Alvinia berbisik pelan.

Gue tiba-tiba ngerasa membeku, gue bahkan gak bisa melanjutkan kunyahan gue. Gue terpaku, seakan terhipnotis sama kata-katanya.

Tiba-tiba hati gue terasa hangat. Seperti ada janji setia yang terucap, dan minta untuk dituruti. Bahwa gue gak akan ngelupain dia, apapun yang terjadi.

Seperti kata Christoper Robin kepada Winnie The Pooh. Ah, dia pasti mengutip dari tokoh kartun kesukaannya itu.

Mendadak gue merasa ingin tersenyum lebar dan mengatakan bahwa gue sayang sama dia, dulu, sekarang dan selamanya. Gue pengen dia tau apa yang gue rasain. Gue pengen dia tau bahwa apapun yang terjadi, gue gak bakal ngelupain dia. Gak bakal.

Tapi bayangan Gio yang mencintai Alvinia mendadak berkelebat dalam pikiran gue.

 

Dan gue kembali mengurungkan niat untuk mengatakan perasaan itu. Seperti yang dia bilang, gue sahabat yang baik kan?

 

Pada akhirnya gue hanya menjawab pertanyaan itu dengan anggukan singkat, kemudian berusaha terfokus terhadap pizza yang ada di piring gue. Berusaha mengalihkan perhatian dari sosok yang duduk manis dihadapan gue ini. Berusaha mengenyahkan perasaan kangen yang mendadak ingin ditumpahruahkan.

Dan membiarkan atmosfir sepi kini mendekap gue dan Alvinia, lagi.

 

-Janvier

 

***

 

“Promise me you’ll never forget me. Not even when I’m a hundred.” Aku berbisik pelan.

Janvier agaknya terpaku, ia berhenti mengunyah. Aku menutup mataku dan mengepalkan tanganku, takut. Ya tuhan, semoga saja dia tidak marah..

Kemudian aku membuka mataku, saat aku tak kunjung mendengar Janvier menjawab pernyataanku. Aku menyandarkan punggungku kepada sandaran kursi yang kududuki, kemudian menghela nafas panjang.

Aku teringat akan kata-kata Gio semalam. Semalam, ia menyatakan cintanya padaku. Aku tersentak, bingung bercampur kaget. Namun bayangan seseorang dengan segera memantapkan hatiku untuk menolak cintanya.

Janvier. Bayangan akan dirinya seakan memberiku jawaban atas pernyataan Gio. Entah mengapa kemudian aku mengucap maaf dan menolak Gio dengan halus.

Sejak dulu, sebenarnya Janvier-lah yang ada di hatiku. Tidak pernah pergi.

Selama ini aku memendam perasaanku. Hanya karena merasa egois karena perasaanku tidak sama seperti dulu. Aku jatuh cinta padanya.

Janvier tiba-tiba mendongakkan kepalanya, menatapku. Kemudian ia mengangguk samar.

 

Entah mengapa aku merasa semuanya tidak akan sama seperti dulu lagi.

 

-Alvinia

***

Putih (Karena Kau Begitu Berarti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang