Chapter 6

431 5 2
                                    

Wahai Malam, izinkan aku berkisah sejenak.

Letih rasanya, mencintai seseorang yang tidak mencintai diriku.

Lelah rasanya, berharap dan terus berharap pada angan semu.

Ingin rasanya aku,

Melebur dan mendekap dirimu,

Membaur dan menjadi satu,

Berbagi pedih dan luka didalam hatiku..

Tapi apalagi yang bisa kulakukan,

Selain menyimpan dan terus menyimpan,

Segala macam perasaan,

Yang berkecamuk di dalam hati dan angan?

Wahai Malam..

Renggut sajalah cerah mentari, wahai malam.

Biar pagi tenggelam, biar gelap mencekam.

Renggut sajalah keramaian kota, wahai malam.

Biar sepi mencekik, biar angin bisa berbisik.

Renggut sajalah semburat biru di langit, wahai malam.

Biar hitam mendewa, biar pekat merasuk jiwa.

Tapi jangan renggut dia yang kucinta, wahai malam..

Biar harapan tetap terjaga, biar rindu tetap menjelaga.

Karena tanpanya hariku terasa sepi,

Meski pedih menusuk hati,

Aku akan tetap berusaha tersenyum dan menyimpan rapi,

Semua perasaan yang ada di hati.

Karena, Wahai Malam..

Bisa mencintainya diam-diam saja sudah cukup untukku..

Akan ku korbankan seluruh jiwa dan perasaanku,

Untuk tetap melihat senyum itu.

Diwajahnya,

Di wajah Dia yang kucinta..

(Puisi ini tersimpan rapi di dalam kotak kecil dibawah tempat tidur Janvier)

Putih (Karena Kau Begitu Berarti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang