Lupakan kesedihanmu, mulailah untuk membuka lembaran baru. Terlalu nyaman bersama teman munafik itu banyak mudharatnya.
-Asisha (teman Andini)Andini sholat tahajjud di masjid, ia mengalami kebingungan dalam menghadapi Anindi itu. Setelah sholat ia berdoa.
"Ya Allah, kuatkanlah Anindi dalam menghadapi permasalahannya. Hamba ingin dia tersenyum di hadapan Hamba, hamba mohon jagalah ia dari mara-bahaya. Berikanlah hidayah padanya Ya Allah. Rabbana atiinā fiddunya khasanah waghfirakhirati khasanah waqināadzabannar. Aaammiiin Ya Rabbal Alamin"
Tiba tiba sahabatnya, Asisha datang menemuinya. Ia heran melihat sahabatnya yang sedang menangis.
"Dini, kamu kenapa nangis. Ayo cerita sama aku, pasti masalah cowok kan?"
Andini cepat cepat mengusap air matanya itu.
"Eh Icha (panggilannya Asisha), enggak kok aku cuma inget sama orang tuaku aja" sanggah Andini.
"Kamu bohong ya, udah cerita aja sama aku" kata Asisha.
Andini mulai menceritakan masalahnya, dari perkenalannya dengan Anindi hingga ia menjadi seperti ini.
"Wah, temennya jahat yah belom pernah dihajar ama anak santri sih!" Sahut Asisha.
"Lagian juga si Anindi itu, jelas jelas dia udah dikhianatin sama temennya itu masih aja gak percaya. Dia malah nyalahin kamu" lanjut Asisha.
Andini menenangkannya.
"Udah, mungkin Allah belum membuka hatinya kan? Nikmati dulu prosesnya, baru kita merasakan perubahannya" ujar Andini.
Asisha hanya ber oh ria. Tak terasa adzan subuh tiba, dan mereka sholat berjamaah bersama di masjid. Setelah selesai di masjid, kakek mendatangi Andini dan menanyakan Anindi.
"Loh Andini, dimana Anindi? Harusnya kan dia diajak ke masjid"
"Yah kakek gak tau sih, udah tau Anindi anak orang kaya. Dia masih aja sedih ditinggal sama temen pembawa mudharat itu" sahut Asisha.
"Hus, kamu gak boleh ngomong kayak gitu" kata Andini.
Kakek menasihati Asisha.
"Kamu gak boleh bilang Anindi kayak begitu, doakanlah yang baik. Insha Allah, Allah memberi hidayah pada Anindi"
Asisha hanya mengiyakan. Andini pun segera berpamitan pada kakeknya, dan langsung menuju kamar Anindi yang berada di rumahnya berlantai dua. Ia pun mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok.
"Assalamualaikum, Anindi kamu ada di dalem. Aku boleh masuk gak?"
Pintunya tidak terkunci, akhirnya ia masuk ke dalam kamar Anindi. Ia terkejut kondisi kamarnya yang berantakan itu, sebagian barang ada yang pecah, isi lemari pun diobrak abrik, tempat tidur pun berantakan. Ia menemukan Anindi sedang meringkuk di pojokkan, ia segera menghampirinya.
"Astaghfirullah Anindi, kamu kenapa kayak gini?!"
Anindi melihat Andini dengan matanya yang membengkak karena menangis keterusan. Anindi hanya mengangguk saja padanya.
"Sebentar aku ambilkan minum" kata Andini.
Ia segera turun dan mengambil minum di dapur, lalu kembali naik menuju kamar Anindi.
"Anindi, ayo diminum gelasnya" ucapnya sambil menyodorkan gelasnya.
Anindi meminum gelasnya itu. Setelah itu Andini menawarkan untuk makan tetapi Anindi menolak. Pada saat Andini akan membereskan kamarnya, Anindi berteriak.
"Pergi dari sini, gue udah sakit hati dihancurin sama elo!!"
Andini kaget, spontan Anindi melempar barangnya dengan Andini.
"Pergi gak lo, pergiiiii!!!!" Serunya sambil melempar barang.
Andini dengan cepat keluar dari kamarnya dan mengunci pintunya, ia bersandar di pintu kamar, tiba tiba ia menangis lagi, sedangkan Anindi mengedor pintu kamarnya dari dalam.
"Maafin aku Anindi, terpaksa aku melakukan ini supaya kamu gak marah lagi sama aku" gumamnya dalam hati.
Hae, gimana sama ceritanya? Sekarang Author update dari Minggu sampai Kamis ya :D. Dan jangan lupa vomment ya. Jangan cuma baca aja, jangan cuma jadi silent reader. Oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Dua Dunia
General FictionSerupa tapi tak sama, begitulah kalimat yang ditujukan kepada Anindi dan Andini. Walaupun mereka rupanya sama, tetapi "tak sama" ada pada latar kehidupan mereka. Anindi, anak dari anggota dewan. Memiliki kehidupan yang sangat berkecukupan, tetapi me...