Mie Bakso Mas Diego

46 2 0
                                    

Carlotha melotot, berusaha secepat yang dia bisa, mengunyah dan menelan, kemudian mengunyah lagi...memuaskan nafsu lidahnya yang terpapar kuah micin dengan campuran ulekan sambal tangan Mbok Betty La Fea, istri sang tukang bakso.

Di rumah, Mbok Betty La Fea sesumbar ke tetangganya, sambal lombok buatannya sungguh nikmat dan rasa pedasnya berbeda. Tetangganya hanya diam saja, sambil mengamati wajah dan baju kutang Mbok Betty La Fea yang basah kuyup. Tetangganya hanya bisa mengangguk setuju...tak berdaya.

Bibir Carlotha megap-megap antara kenikmatan yang gurih dan rasa pedas yang memenuhi daging-daging pipinya. Gigi geliginya dan daging lembut gusinya terasa kepanasan...ah peduli setan!

Tapi matanya masih saja melotot, was was dan siaga. Takut aku meminta seteguk kuah bakso panas mengepul itu.

Semangkok bakso di tangan Carlotha begitu menggoda, racikan maut tangan berbulu Mas Diego. Lengkap bakso kasar urat, bakso halus, gorengan, tahu goreng dan bergumpal-gumpal mie kuning di dalam kuah bening berminyak yang ditaburi bawang goreng wangi dan irisan daun sop yang hijau segar. Tapi yang pertama-tama masuk adalah garam, dan nah itu dia! Si micin yang sombong!

Sebagai pamungkas, Mas Diego masih punya andalan pusaka, yang membuat semangkok mie baksonya dicandui sentero jagat raya ( bagi yang mengenalnya ).

Apakah itu? Pusaka nikmat tak terperikan itu adalah bulatan-bulatan kecil yang dicelup minyak panas meletup-letup. Diangkat begitu warnanya mulai coklat keemasan.

Bulatan-bulatan kecil itu serupa bakso goreng kasar. Bahannya dari campuran kanji, sekeranjang rajangan daun bawang, tepung sagu, bubuk penyedap lainnya, dan bahan rahasia istimewa yang tidak boleh disebutkan di sini. Tapi ah biarlah kubocorkan saja rahasianya...ada campuran adonan daging ikan tengiri lembut yang diambil dari ikan berjenis kelamin betina. Catat yah! Harus ikan tengiri betina barulah jadi! Mas Diego sendiri pernah buka rahasia!

Pokoknya yang makan konon bisa hilang ingatan sepersekian detik atau lupa melap ingusnya saking enaknya. Begitu testimoni para Mas Diego Follower.

Tapi bagaimana dengan aku yang duduk di depan Carlotha? Sendok makan berwarna perak di tanganku sudah mengacung di udara. Memohon restu, sesendok saja! Darahku mendamba penuh candu!

"Ah dasar kau fakir bakso! Beli sendiri!" teriak Carlotha berkelit ke samping, berusaha membelakangi.

"Aku mau tapi sudah lewat pula Mas Diego itu, besok Jum'at tidak jualan." Aku menjawab dengan penuh penyesalan, "Pas lewat tadi mengapa tidak kau panggil aku juga? Aku sedang menjemur pakaian di lantai 3, tidak terdengar aku suara teng teng sendok bakso Mas Diego."

"Enyah kau! Aku jengkel liat mukamu!" teriak Carlotha lagi. Rambut panjangnya yang belum dikeramas bergelombang kasar mengerikan, serupa rambut manusia kuda Centaurus yang lupa ke salon.

Wajar Carlotha terganggu. Ckckck untuk apa pula aku merecoki makan siangnya yang nikmat itu?

Ah aku memang sungguh tak tahu malu! Eh...sulit untuk menjelaskan kepada kalian, karena kalian belum pernah merasakan bulatan-bulatan coklat keemasan yang gurih itu!

Kukembalikan sendok makan ke tempatnya. Merana...

Terdengar pintu garasi dibuka. Maria Mercedes baru saja datang dari jalan-jalan, belanja atau entahlah dari mana.

"Cara Sucia!" panggilnya mendesak. "Bantu aku, ini banyak kantong belanjaan!"

Tergopoh-gopoh aku lari ke garasi. Si cantik Maria Mercedes dengan rambut keriting sosis dan bulu mata palsu yang indah tampak kerepotan dengan berkantung-kantung tas kertas cantik dari butik.

Kusambar semuanya dengan gesit. Aku memang cepat kalau makan, cepat pula kalau bekerja. Adil bukan?

Kubawa ke kamar Maria Mercedes dan kuletakkan di bawah di dekat kaki ranjang.

"Cara Sucia, masih ada 1 bungkusan lagi di bawah kaki kursi di samping supir. Hati-hati pecah dan tumpah. Itu mie bakso. Tadi pas berbelok ke sini aku berpapasan dengan Mas Diego, kubeli seporsi." Maria Mercedes membuang badannya ke ranjang latex senilai puluhan juta, dagingnya tidak bergoyang-goyang ketika bertabrakan dengan masternya kasur.

Aha!!! Tuhan memang baik kepada hambaNya yang selalu dibully! Duh duh duh kuah micin yang penuh buaian itu akan mengombak-ombak di lidahku! Segera!!!

"Wah, terima kasih Maria!" jawabku cepat-cepat dan seolah bersayap siap terbang kembali ke garasi.

"Eh eh eh...siapa bilang itu untukmu? Itu untukku tolol! Maksudku, ambilkan dan tuangkan ke mangkok, aku lapar! Taruh di meja makan, aku mau ganti baju dulu."

Terdengar suara tangisan melolong-lolong...menderita merana. Ingin kujambak rambutku sendiri, ingin kucakar pula wajah Carlotha dan Maria Mercedes! Ingin kuketapel wajah mereka dengan bakso bawang pusaka!

Tertanda Cara Sucia alias Si Muka Kotor...jangan pernah menginginkan makanan orang lain!

1997 - Menuju ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang