Chapter 3-Pertemuan

246 30 4
                                    

Saat kakiku melangkah memasuki aula utama, kata yang pertama kali terlintas di otakku adalah wow. Jika kalian bertanya mengapa, kalian pasti akan memikirkan hal yang sama denganku jika kalian berada disini saat ini.

Bagaimana tidak, aula ini sangat luas dan didominasi warna putih dan emas. Karpet merah ikut menghiasi lantai aula. Kursi-kursi panjang tersusun rapi di kanan kiri aula. Langit-langitnya pun sangat indah dengan lampu hias dan lilin lilin menerangi sepenjuru ruangan. Tak hanya itu, terdapat meja dan kursi untuk guru yang berdiri melayang di atas awan, di pinggir ruangan. Jendela-jendela besar memperlihatkan langit malam serta bintang-bintang. Terlihat ada beberapa cahaya berwarna-warni membentuk pola-pola. Di dinding, terdapat lukisan dan berbagai ukiran. Tak lupa, musik mengalun merdu di ruangan ini.

Aula utama sudah dipenuhi oleh puluhan atau mungkin ratusan orang, murid dan guru juga para elf. Elf di sekolah ini bertugas sebagai pengawal, penjaga dan pelindung sekolah ini.

Aku, Stella, dan Aria (Arriane minta dipanggil begitu) memilih kursi yang berada di baris paling depan, yang kebetulan masih ada sisa tempat untuk kami bertiga. Tak lama kemudian, acara dimulai. Sebagai pembukaannya, Miss Elizabeth naik ke atas panggung.

"Selamat malam, para hadirin." suara Miss Elizabeth terdengar menggema.

"Malam ini kalian berkumpul disini agar kalian dapat saling mengenal satu sama lain. Selain itu, malam ini akan diberitahukan peraturan sekolah dan hal lainnya yang dianggap perlu." lanjutnya lagi.

"Pertama-tama aku akan menjelaskan sekilas sejarah tentang sekolah kita ini. Sekolah ini didirikan sekitar 3 abad yang lalu oleh King William dan istrinya, Queen Monica. King William sendiri memiliki kekuatan teleportasi, sedangkan Queen Monica memiliki kekuatan penyembuh. King dan Queen memiliki seorang putra bernama Prince Henry, identitasnya tak terlalu jelas. Prince Henry sangat misterius sekalipun beliau pernah memimpin sekolah ini. Menurut sumber, Prince Henry tidak memiliki keturunan. Sedangkan King dan Queen sendiri menghilang tanpa jejak 10 tahun setelah sekolah ini didirikan. Tak ada yang mengetahui asal-usul sekolah ini secara lengkap dan jelas. Dan setelah itu, sekolah ini tetap berdiri dan berkembang hingga sekarang."

"Misterius sekali, masa sih tidak ada catatan mengenai kejadian itu?" pikirku dalam hati.

"Saya rasa penjelasan mengenai sejarah sekolah ini sudah cukup, akan saya lanjutkan tentang sistem sekolah ini."

"Setiap siswa di sekolah ini berusia minimal 13 tahun, maksimal 15 tahun. Siswa wajib menempuh pendidikan disini minimal satu tahun dan maksimal tiga tahun atau hingga lulus. Sekolah ini memiliki 3 tingkatan, yakni tingkatan 1, 2, dan 3. Mereka akan lulus dari suatu tingkatan jika telah memenuhi syarat yang ditentukan. Setiap orang tentu saja berbeda syaratnya sesuai kekuatan mereka masing-masing. Sampai sini ada pertanyaan?"

Seorang pemuda berambut hijau mengangkat tangan, dia bertanya, "Bagaimana jika ada yang tidak lulus hingga 3 tahun?"

"Selama 3 abad hal itu belum pernah terjadi. Semua siswa disini sudah kami seleksi dan yang berhasil masuk ke sekolah ini berarti dianggap mampu menyelesaikan studinya," jawab Miss Elizabeth.

"Bagaimana cara mendapatkan kekuatan kita?" tanyaku secara spontan seraya berdiri dan mengangkat tangan. Memang, itulah yang mengganggu pikiranku sejak tadi.

"Munculnya kekuatan di dalam diri kita adalah sesuatu diluar kendali kita. Begitu pula dengan kekuatan yang akan kita kuasai. Kekuatan umumnya muncul tanpa kita sadari. Tapi ada juga yang muncul karena sebab lain, misalnya karena terancam, dan sebagainya. Ada pertanyaan lain?" jawab Miss Elizabeth yang seketika menghilangkan kebingunganku.

Hening sejenak.

"Baiklah, saya anggap sudah selesai. Setelah ini akan dilanjutkan dengan pembacaan peraturan sekolah oleh Miss Cathlyne," ujar sang kepala sekolah.

Alicia in the School of MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang