Chapter 8-Invisible

232 24 1
                                    

Ini sungguh-sungguh aneh! Sayangnya tak ada waktu memikirkan itu sekarang. Kusambar tangan Arriane, dan kuajak dia untuk berlari.

Setelah itu, kami beristirahat sejenak di belakang pohon besar tepat disamping bangunan utama, satu-satunya pohon yang belum hancur akibat perang di halaman. Setelah memastikan posisi kami tidak diketahui oleh penyerang tadi, aku bertanya pada Arriane, "Itu tadi apa?"

"Entahlah, kurasa seseorang menolong kita," jawabnya.

"Mungkin bukan orang lain yang menolong kalian. Mungkin saja pertolongan itu berasal dari kalian sendiri," timpal Brian. Aku tidak tahu sejak kapan dia ada disini.

"Kami?"

"Ya. Aku melihat kalian menghilang sesaat sebelum kalian terkena pedang dan kapak. Beberapa saat yang lalu kalian muncul disini."

Begitu rupanya. Aku sama sekali tidak tahu kalau aku sedang dalam keadaan tidak terlihat. Aku masih bisa melihat Arriane tadi, begitupun sebaliknya. Tapi orang lain menganggap kami menghilang.

"Itu mungkin kekuatan salah satu dari kalian? Teleportasi mungkin? Eh, bukan. Untuk berteleport biasanya kalian harus melakukan kontak, misalnya berpegangan tangan. Dan teleport hanya memerlukan waktu sepersekian detik untuk sampai di tujuan. Kekuatan apa ya?" gumam pemuda itu.

"Invisible?," jawab Arriane.

"Ah, benar, invisible. Invisible bisa membuat kalian tidak terlihat dan bisa menembus sesuatu."

"Apa itu kekuatanku? Arriane kan sudah-" Belum selesai aku bicara, ucapanku terpotong oleh pelototan tajam Arriane. Aku lupa kalau dia merahasiakan kekuatannya. "Abaikan saja perkataanku tadi."

"Bagus kalau sudah mendapatkan kekuatan. Kau hanya perlu menguasai empat sihir utama dan kau akan naik ke tingkat 2. Lebih cepat naik tingkat, lebih cepat lulus," ujar Brian.

Sayangnya, aku belum bisa mengendalikan kekuatanku itu. Kekuatanku itu muncul tanpa kusadari.

Sekarang aku sedang berada di ruang bawah tanah bersama yang siswa-siswi tingkat 1. Kalau kalian bertanya bagaimana situasi disini, aku akan menjawab teman se-angkatanku itu berlebihan. Bagaimana tidak, mereka ribut dan cemas, takut diserang padahal mereka belum menguasai sihir. Sepertinya mereka tidak tahu kalau aku justru diserang tiga orang pasukan Luxery itu dan selamat dari mereka.

Kudengar, setelah lulus dari sekolah ini, para siswa diwajibkan untuk menjadi Diligitine--semacam pasukan yang melindungi warga dunia sihir dari Luxery, dan jika Yang Diramalkan telah muncul, maka Diligitine akan turut berperang melawan Luxery. Selama ini tidak ada Diligitine yang melawan Luxery selama terang-terangan karena mereka pasti kalah telak. Baru diserang begini dan belum menghadapi Luxery secara langsung, teman se-angkatanku itu sudah pesimis. Apalagi jika mereka harus melawan Luxery secara langsung nantinya.

Pikiranku yang sudah melayang-layang entah kemana akhirnya kembali ke tempatnya saat seseorang berseru, "Keadaan sudah aman!". Aku dan kedua teman sekamarku memutuskan untuk pergi ke asrama.

"Sekarang, lebih baik kita melatih sihir barumu itu," kata Arriane padaku.

"Tidak bisakah nanti saja? Umm, Aria, aku merasa lelah karena ... kau tahulah semalam kita kurang tidur dan-"

"Tunggu, tunggu, apa yang kulewatkan selama empat puluh lima menit aku tidak bersama kalian?" tanya Stella.

"Aku mendapatkan kekuatanku, Invisible."

"Wah, berarti hanya aku yang belum mendapatkan kekuatanku. Ah, lupakan. Baiklah, tunggu apa lagi? Kau harus melatih kekuatanmu itu sesegera mungkin!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alicia in the School of MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang