"Friendzone. Itu Resiko."
Aku adalah Wina, Wina Pranditha. Orang sering memanggilku Nana, Nana sahabatnya Dimas Ardiansyah. Dimas Ardiansyah, Dimas panggilannya, Dimas si pintar, si tampan, si baik hati, si atlet basket, si segalanya. Jika di bandingankan denganku, aku sama sekali tak selevel bersahabat dengannya. Orang tentu akan sangat iri melihat kedekatanku dengan cowok yang satu ini, tapi apa yang bisa ku perbuat Dimas Ardiansyah adalah sahabatku. Dia adalah sahabat dalam setiap perubahan musim, musim kemarau, musim hujan, musim paceklik, musim nikah dan musim jomblo sekalipun. Dan sialnya atas dasar kedekatan persahabatan aku jatuh cinta padanya. Oh damn it !!! ku ulangi lagi aku jatuh cinta pada Dimas Ardiansyah, si segalanya itu. Si Dimas Ardiansyah si sahabatku itu. Ini memang terdengar sangat klise persahabatan antara cewek dan cowok yang pada akhirnya saling jatuh cinta.
-Wina Pranditha-
"Bisa diem gak sih." bentakku pada Dimas yang sedari tadi menggangguku yang sedang sibuk mengabadikan moment si meong, kucing milik tante Mira mamanya Dimas, untuk aku posting di instagram.
"Tuh kan ngeblur, elo sih."gerutuku sebal padanya, dimas malah nyegir karena telah berhasil membuatku kesal, dasar cowok menyebalkan.
"Dasar alay, apa-apa di posting."cibirnya padaku, aku mendelik malas padanya kemudian memberikan tatapan mautku.
"Bukan alay tapi kekinian."ucapku membela diri, Dimas pun bangkit dari duduknya kemudian semakin mendekat ke arahku tanganya terulur untuk mencubit pipi chubby ku. Cubitannya cukup menyakitkan.
"Uh gemes."godanya dan dalam hitungan detik aku membalas cubitannya.
"Aaaa..."pekiknya kesakitan seraya mengusap-ngusap pipinya.
"Rasain loh, makanya jangan coba-coba cari masalah sama gue."
"Kalo lo terus memperlakukan gue kayak begini, mending kita putus." Ucapnya dramatis.
"Sana pacaran sama monyet." Aku memeletkan lidahku ke arahnya, dimaspun mencoba menangkapku.
"Ayo kejar."tantangku.
"Awas lo kalo ketangkep, gue siksa!"
"Gak takut, gak takut."
"Dasar nenek lampir!"
Akupun berlari ke arah taman belakang rumah dimas, sambil menjerit-jerit tidak jelas seperti anak kecil memang, tapi ini sudah biasa terjadi pada kami. Kami memang sering bertengkar layaknya kucing dan anjing namun kami juga saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Tidak akan merasa tenang kalo sehari aja gak ketemu karena sikap kami itu pun orang-orang selalu mengira bahwa kami adalah sepasang kekasih.
Dan setelah lari ke sana kemari...
"Aaa..."teriakku kencang, Dimas pun berlari menghampiriku yang sudah terduduk di atas tanah dengan wajah kesakitan, sepertinya kakiku terkilir. Aku tak sengaja menendang batu yang menjadi hiasan di tepi kolam ikan, untung enggak nyemplung ke kolamnya. Masih aja ngerasa untung.
"Sakit hiks."aku menangis karena merasa sakit, aku memegang pergelangan kakiku dan mencoba untuk menggerakannya tapi rasanya benar-benar sakit.
"Jangan gerak Na."tegur Dimas yang sudah berjongkok di hadapanku.
"Bunda,,,"teriakku, aku benar-benar membutuhkan pelukan bunda saat ini.
"Udah, udah jangan nangis ya." Dimas mencoba menenangkanku kemudian dia membantu berdiri dan memapahnya untuk masuk ke dalam rumah.
"Bibi."teriaknya.
"Iya den."jawab Bi Lastri dari arah dapur yang kemudian berlari menghampiri kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Totally Of Love
Novela JuvenilKisah persahabatan antara dua manusia yaitu cewek dan cowok yang akhirnya saling jatuh cinta namun mereka bingung bagaimana cara memulai mengungkapkan perasaan masing-masing. Dibumbui dengan pemanis, pengasin dan pemait. Apakah mereka akan saling...