ZeiAnya || 6

196 149 42
                                    

Berharap boleh asal jangan berlebihan. Syukur kalau kesampaian, kalau tidak? Kamu nyesel sendiri.

_____________

Seperti yang diucapkan Anya di kantin, kini Zein sedang berada di parkiran, cowok itu tengah menyandarkan tubuhnya disamping motor sport miliknya, menunggu kedatangan sosok perempuan yang membuatnya frustasi.

Sepuluh menit berlalu, namun sosok Anya belum juga menampakkan diri, dimana ia? tidak tahu apa kalau nunggu itu capek? Zein mendecak kesal, ia menghentak-hentakkan kakinya sambil sesekali melirik jam yang bertengger manis di pergelangan tangan kirinya.

Disisi lain, Anya berjalan sedikit berlari menuju parkiran, ia takut Zein marah padanya karena lama menunggunya, bukan tanpa alasan Anya membuat Zein menunggu, pulang sekolah tadi ia harus ke ruangan guru karena ada urusan yang harus ia selesaikan.

Anya semakin mempercepat langkahnya, dari kejauhan Anya melihat Zein masih setia menunggunya, seulas senyum terukir di wajah manis Anya.

"Maaf ya Zein, lo lama nunggu ya?" tanya Anya setelah berada di parkiran berhadapan dengan cowok itu.

Zein menatap Anya kesal, kalau bukan karena ancaman Anya, ia juga ogah mengantar gadis yang berada di hadapannya sekarang ini, buang- buang waktu.

Zein tidak memperdulikan Anya, ia membalikkan badannya menaiki motor sport miliknya, kemudian memakai helm full face miliknya. ia lalu menyerahkan helmnya yang lain ke arah Anya.

"Pake!" ujar Zein tanpa menatap Anya.

Anya berdecak pelan, ia tadi sudah membayangkan betapa sweet nya ketika Zein memakaikan Helm padanya, namun itu hanyalah ekspetasinya belaka.

"Cepet naik!" titah Zein tidak sabaran.

Anya terlonjak sesaat, dengan cepat ia menaikki motor Zein, sungguh ia merasa beruntung karena bisa merasakan di bonceng oleh pujaan hatinya, setahu Anya ia belum pernah melihat Zein membonceng gadis lain selain dirinya dan Mantan pacar Zein.

Anya melingkarkan tangannya di pinggang Zein, Zein sempat tertegun dengan cepat ia melepaskan lingkaran tangan Anya di pinggangnya.

"Gak usah pegang-pegang!"

Anya mencebikkan bibirnya kesal, tak mau ambil masalah Anya berpegangan ke tas milik Zein.

Zein melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata, ia menyusuri jalanan ibu kota yang terlihat ramai seperti biasa, suasana cukup hening.
Hanya suara derum mesin motor Zein yang melengkapi keduanya.

Zein menghentikan laju motor nya setelah sampai di halaman rumah yang cukup besar.

Anya kemudian turun dari motor Zein, membuka helm kemudian merapikan rambutnya kembali yang sempat kusut karena terkena angin.

Anya menyerahkan kembali helm kepada Zein dengan senyuman manisnya.

"Thanks ya, mau mampir?" tanya Anya sekedar basa basi.

Zein menggelengkan kepalanya, kemudian ia menyalakan motor miliknya dan melesat dari hadapan Anya.

Anya tersenyum, semoga ini awal yang baik untuk hubungannya dengan Zein. Meskipun Zein masih sama tidak ada perubahan.

Anya melangkahkan kakinya menuju rumah miliknya, ia tersenyum ketika mendapati Yani membukakan pintu untuknya.

"Kamu udah pulang?" tanya Yani lembut, Anya mengangguk.

"Mama tadi dengar ada suara motor, kamu di anterin sama siapa?" tanya Yani lagi.

"Anya dianter sama Zein, gebetan Anya," jujur Anya sambil tersenyum malu.

Anya memang selalu menceritakan semuanya pada Yani tentang Zein kalau Anya menyukai cowok itu, Yani dengan senang hati mendengarkan semua cerita Anya, meskipun ia tidak tau Seperti apa sosok Zein sampai Anya menyukai nya? Tak jarang Yani juga memberi saran pada anak tirinya itu.

"Terus Zein nya kemana?" tanya Yani sambil mengedarkan pandangannya.

"Zein udah pulang, tadi Anya suruh mampir tapi gak mau," jawab Anya.

Yani menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Ya udah kamu masuk gih, ganti baju abis itu kita makan bareng! mama abis masak makanan kesukaan kamu," ujar Yani.

Anya mengangguk, kemudian ia beranjak menaiki anak tangga menuju kamar miliknya.

Anya meletakkan tas miliknya di atas meja belajar, kemudian ia beranjak ke hadapan lemari kayu miliknya, membuka dan mengambil baju ganti untuknya.

Setelah selesai berganti pakaian, Anya melangkahkan kakinya ke Arah meja makan yang terletak di dapur bagian belakang rumahnya, Anya tersenyum melihat Yani yang kini tengah mempersiapkan hidangan kesukaan Anya.

Dari aromanya saja sudah membuat perutnya keroncongan, apalagi rasanya? Itu tidak diragukan lagi.

Anya beruntung memiliki ibu seperti Yani, walaupun hanya Ibu tiri. Ia tadinya menyangka kalau ibu tiri itu kejam yang tega menyiksa anak tirinya seperti kisah di negeri dongeng, tapi ia salah besar. Yani ibu yang baik menurut Anya. Sangat baik.

"Wihh, enak banget nih mah," ujar Anya memuji masakan ibunya itu.

Yani hanya tersenyum menanggapi ketika Anya memuji masakannya itu.

"Oh iya, Mama sampe lupa mau ngasih tau ke kamu," ujar Yani.

"Ngasih tau apa emangnya?" tanya Anya sambil terus mengunyah makanannya.

Yani meletakkan sendok miliknya di atas piring, kemudian menatap Anya dengan lembut.

"Lusa Bima pulang," ujar Yani.

Anya tersedak, dengan cepat Yani menuangkan air putih kedalam gelas lalu menyodorkannya pada Anya, Anya menerimanya kemudian ia meneguk air putih hingga tersisa setengah gelas.

"Kalau makan hati hati!" ujar Yani memperingati.

"Abisnya aku seneng banget denger bang Bima mau pulang, tapi Mama gak bohong 'kan? Nanti kayak kemarin bilang bang Bima mau pulang tapi nyatanya enggak." ujar Anya kembali mengingat kejadian dulu saat Bima hendak pulang sampai Anya menyiapkan makanan kesukaan Bima tapi ternyata tidak jadi karena ada urusan dadakan mengenai kuliahnya, hal itu membuat Anya sampai mogok bicara pada abangnya itu.

"Kali ini beneran Anya, Bima sendiri yang bilang," ujar Yani.

"Ah Anya jadi gak sabar," lanjut Anya dengan senyum sumringah.

jangan lupa Vomment semua
Thank you

See you next chapter

fitrimayesa

ZeiAnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang