ZeiAnya || 31

25 0 0
                                    

"Gimana perasaannya sekarang? Udah mendingan?" Suara itu memecahkan fokus Anya yang sedari tadi sibuk dengan dunia membacanya. "Ya, selagi ada novel gue bakal cepet baik." Jawabnya.

Rean terkekeh pelan, "yakin nih cuma karena novel?" Nada bicaranya terkesan menggoda.

Rean dan Anya. Dua remaja itu tengah menikmati waktu berdua di taman belakang sekolah, berhubung kelas kosong karena sedang di adakan rapat dewan guru, dirinya lebih memilih menghampiri Anya dan mengajaknya kesini. Berdua. Hanya berdua. "Maksud lo?"

"Gak jadi." Jawab Rean acuh. Anya mendengus pelan, "nyebelin."

Dengan raut wajah yang terlihat kesal, Anya kembali melanjutkan aktivitas membacanya. "Judulnya apaan sih?" Tanya Rean sambil sedikit melongokkan kepalanya mendekat.

"Kepo lo!" Setelah mengatakan itu Anya bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Rean yang hanya bisa manatapnya bingung. "Mau kemana?"

Anya menghiraukan ucapan Rean, dia kembali berjalan dengan terburu-buru sambil sesekali melirik ke belakang, memastikan jika Rean tidak mengikutinya.

BRAAAK

"Wadaw," teriakan spontan yang Anya keluarkan menggema begitu keras, mengundang perhatian murid yang berlalu-lalang. Beberapa murid juga sempat berhenti hanya untuk sekedar menertawakannya, lalu setelahnya mereka melewatinya tanpa ada niat sedikitpun untuk membantunya.

"Nyebelin banget sih, duh bokong gue.." rengeknya sambil memegang bokongnya yang terasa ngilu.

"Sorry."

Anya terperanjat ketika mendengar suara yang begitu familiar di telinganya, suara itu tidak asing lagi. Anya mendongakkan kepalanya ragu, "Zein."

Zein mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Anya, bermaksud untuk menolong gadis iti. Sedangkan Anya, dia menatap lama tangan dihadapannya, setelah cukup ia bangkit berdiri mengacuhkan bantuan Zein dan pergi melewatinya begitu saja setelah sebelumnya melirik cowok itu dengan tatapan datar.

Zein yang menyadari Anya melewatinya begitu saja dengan cepat menarik pergelangan tangan Anya hingga menyebabkan gadis itu berbalik menghadapnya dengan ekspresi terkejutnya.

Keduanya saling tatap dalam diam, dengan tangan Zein yang masih memegang pergelangan tangannya erat. "Lepasin!" Anya berontak sambil mencoba melepaskan tangannya, namun sepertinya Zein tidak akan pernah membiarkannya.

"Lepasin!" Suara Anya sedikit lebih keras, namun Zein masih enggan melepaskannya, "lo budeg? Gue bilang lepasin!" Kali ini Anya berteriak kencang kembali mengundang perhatian murid.

Zein masih diam, malahan dia semakin mempererat cekalannya, hingga sebuah tangan lain memaksa melepas cekalannya. "Maksud lo apa?"

Zein dan Anya refleks menatap cowok itu, "Rean." Anya berucap pelan.

"Lepas!" Zein terpaksa melepas cekalannya dan membiarkan Rean menarik tangannya menjauh dari tangan Anya.

"Lo gak papa? Ada yang luka?" Rean bertanya dengan nada khawatir. "Gue baik." Jawab Anya singkat.

"Gue mau ngomong sama Anya," Zein berucap tiba-tiba. Anya dan Rean menatapnya dengan tatapan berbeda. Rean dengan tatapan kesalnya dan Anya dengan tatapan sulit dimengerti.

Rean berdecak, "ngomong aja kali. Susah amat."

Zein mendengus, "gue mau ngomong sama dia. Berdua." Zein sedikit menekankan kata terakhirnya.

"Ck, apa susahnya sih ngomo--

"Udah, Re. Biarin gue ngomong sama dia." Ucapan Anya memotong perkataan Rean yang belum sempat selesai. "Tapi, Nya,"

"Lo tenang aja. Sana gih!"

Rean mendengus kasar, dia melirik Anya menanyakan kembali yang di balas anggukan mantap darinya, kemudian dia menatap Zein dengan tatapan tajam menghunusnya. Setelah itu, dengan berat hati, Rean pergi dari hadapan mereka berdua.

Setelah memastikan Rean pergi, Anya menatap Zein, "mau ngomong apa?" Tanyanya ketus to the point.

Zein menatap intens gadis dihadapannya, menarik nafas panjang dan menghembuskannya.

"Darimana aja?"

------

Rean berjalan dengan wajah tertekuk karena kesal. Sebenarnya, dia ingin tahu apa yang akan dikatakan cowok yang bersama Anya tadi. Berhubung dia tidak mengenal cowok itu, patut kalau dia mencurigainya.

"Siapa sih tuh cowok?" Rean bermonolog.

Rean melanjutkan langkahnya menuju kantin, entahlah kalau dia sedang kesal pasti bawaannya selalu saja lapar. Dasar perut kuda.

Setelah memesan makanannya, Rean kembali mencari tempat duduk yang kosong, matanya berbinar kala menyadari ada satu meja kosong tidak jauh dari tempatnya sendiri. Dan yang lebih menyenangkan lagi disana juga ada Rita yang sedang menikmati makanannya.

Dengan cepat Rean berjalan menghampiri Rita dan duduk dihadapannya. "Siang." Sapanya.

Rita menoleh sesaat, bukannya menjawab dia memilih untuk melanjutkan makan. Rean sampai melongo kemudian berdecak, "dasar, cewek jutek." Gumamnya pelan.

"Gue masih bisa denger." Sinis Rita, Rean hanya terkekeh pelan. "Eh, Rit. Sekarang Anya gak kayak Anya yang gue kenal. Sebenarnya dia kenapa?"

Rita menghentikan aktivitas mengunyahnya dan membalas tatapan Rean yang terlihat serius, dia menghela nafas panjang. "Gue gak tau."

😟😟😟

"Bro, kenapa sih lo? Diem mulu dari tadi,"

"Tau, ada masalah? Cerita lah sama kita."

Zein lagi-lagi hanya bisa mendengus kesal. Kedua sahabatnya itu tidak henti-hentinya mengganggu. "Bisa diem gak sih?!" Sewot Zein.

Zein beranjak dari tempatnya dan berlalu meninggalkan mereka. Hari ini di setiap detiknya selalu membuat dirinya merasa kesal sekaligus kecewa. Penyebabnya karena perbincangan dirinya dengan Anya beberapa saat lalu.

Zein menatap intens gadis dihadapannya menarik napas dan menghembuskannya panjang.

"Dari mana aja?"

Hening sesaat. Zein bisa merasakan spontan pergerakan tubuh Anya yang menegang, "bukan urusan lo." Itu kalimat biasa saja, tapi mampu membuat hatinya di selimuti rasa bersalah.

Zein masih setia menatap Anya.

"Gak ada yang lain 'kan? Gue cabut."

Anya berbalik badan hendak pergi, tetapi sebelum itu Zein kembali meraih kembali tangannya dengan keras.

Pandangan mereka beradu, sampai Zein mengucapkan kata yang selama ini belum pernah keluar dari bibirnya.

"Maaf."

Anya terdiam. Menatap tidak percaya dengan apa yang tadi baru saja dia dengar. Lalu setelah itu, dia tersenyum sinis. "Maaf? Baru sekarang?"

"Sorry, gue tau gue salah."

"Telat." Sungguh saat dia mengatakan itu hati kecilnya memberontak tak terima.

ZeiAnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang