ZeiAnya|| 24

12 1 0
                                    

Bel istirahat berbunyi nyaring, membuat seisi kelas menghembuskan nafas lega, begitu pula dengan Zein. Hari ini ia benar benar kacau, terbukti dengan hilangnya fokus dirinya ketika pelajaran berlangsung.

Bukan karena sakit, tapi karena sedari tadi ia memikirkan sesuatu, entahlah ia juga merasa heran dengan dirinya sendiri, mengapa akhir-akhir ini ia selalu memikirkan gadis itu. Siapa lagi jika bukan gadis bodoh dan cerboh itu. Anya.

Sejak kejadian semalam, Zein terus menghubungi Anya, tapi hasilnya nihil. Jika di perhatikan ada yang berbeda dengan sikap gadis itu, biasanya gadis itu yang selalu menghubunginya ataupun mengirim pesan terlebih dahulu padanya, ya meskipun semuanya tidak penting.

"Mau kemana lo?" Zein berdiri dan merapikan buku dan alat tulisnya yang berserakan di mejanya, bersiap untuk pergi meninggalkan kelas.

"Ganteng-ganteng ternyata budeg ya lo," sewot Husni yang merasa pertanyaannya di abaikan, Zein masih tak menghiraukan Husni, ia memilih langsung meninggalkan kelas, hal itu membuat Husni semakin kesal dengan Zein.

"Untung dia Sohib gue," gumamnya pelan.

Zein melangkahkan kakinya dengan santai melewati koridor kelas sebelas, tujuannya kali ini ia akan menemui Anya. Zein masuk ke kelas Anya tanpa permisi, membuat seisi kelas memandangnya bingung, tak terkecuali dengan Gadis yang kini sedang menatapnya juga.

Zein menghampiri Anya, tatapan matanya masih menatap manik mata gadis itu, namun Anya segera mengalihkan pandangannya.

"Gue ke toilet bentar ya Nya, panggilan alam," pamit Rita ketika Zein sudah ada tepat di depan mejanya, ia segera pergi keluar kelas, sebenarnya Rita tidak ingin ke toilet, itu hanya alibi nya untuk segera meninggalkan Anya dan Zein, karena menurutnya Zein ingin berbicara serius pada sahabatnya itu, terbukti ketika Zein pergi ke kelasnya, untuk pertama kalinya.

Di sisi lain, Zein menatap gadis di hadapannya yang sibuk dengan Novelnya, ia memutuskan untuk duduk di tempat yang tadi Rita duduki, di sebelah Anya.

"Ada apa?" tanya Anya to the point, rupanya ia masih enggan bertemu dengan Zein setelah kejadian semalam, berada di dekat Zein membuat hatinya semakin sakit. Anya menggeser kursinya sedikit jauh, membuat Zein menerutkan keningnya.

"Kenapa?"

Sering bertemu dengan Zein membuat Anya semakin mengerti semua yang dikatakan Zein, Ia sekarang lebih tahu tentang bagaimana cara Zein bertanya pada seseorang.

"Gak apa-apa, gak enak aja diliatin sama temen sekelas," bohong Anya, jelas dirinya memang berusaha untuk menjauhi Zein. Zein mengangguk mengerti.

"Awww," ringis Anya ketika kaki Zein tak sengaja menyentuh kaki sebelah kiri Anya, sakit sekali rasanya.

Zein dengan cepat menunduk ke bawah, di lihatnya kaki Anya yang bengkak dan membiru, gadis itu bahkan mengenakan sandal.

"Kaki lo kenapa?" Zein menatap Anya, yang langsung di jawab gelengan kepala olehnya.

"Gak, gue cuma terkilir kemarin pas turun dari tangga," lagi-lagi Anya berbohong pada Zein.

"Pulang sekolah ikut gue ya!"

"Sorry gue gak mau, gue banyak urusan," tolak Anya langsung, Zein jadi semakin yakin bahwa gadis ini banyak berubah sekarang.

"Mending lo balik, udah masuk soalnya," usir Anya secara halus. Lagi-lagi sikap Anya membuat Zein heran.

🌵🌵🌵

"Zein apain lo emangnya? Sampe muka lo murung kayak gini." Rita memperhatikan wajah Anya dengan seksama, "harusnya tadi gue gak ninggalin lo sama Zein, kalau tau akhirnya kayak gini." lanjutnya

Anya masih setia dengan diamnya, entah apa yang sedang gadis itu pikirkan, yang jelas sepertinya dia terlalu menikmati apa yang ada dalam otaknya

"Anya, lo kenapa sih? Aneh tau gak. Gue kan jadi takut," Rita bergidik ngeri karena Anya masih enggan membuka mulutnya. Ia pikir Anya tengah kerasukan hantu penunggu sekolah sampai membuatnya tuli mendadak

"Kalau lo masih gak mau buka mulut, gue yakin seratus persen kalau lo itu setan budek." ujar Rita serius, rupanya ancaman Rita kali ini berhasil. Anya menoleh ke arah Rita, menatapnya tajam

"Ngaco! Enak aja lo ngatain gue setan budek," ujar Anya kesal, "teman macam apa itu?" Tanya Anya masih kesal

"Teman jaman now." ujar Rita sambil mengedipkan matanya, "lagian ya, gue ini peduli sama lo. Bukan kayak teman jaman sekarang, yang bisanya ngomongin di belakang. Istilahnya nih Serigala berbulu kucing." ujar Rita, Anya menatapnya semakin kesal

"Kucing?" Tanya Anya heran, "domba Rita, bukan kucing."

Rita hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal

"Typo Nya."

Anya terkekeh, Rita yang melihatnya menghembuskan napas lega, setidaknya dengan berpura-pura bego ia bisa membuat Anya bahagia, melihat sahabat tersenyum karena kita itu memberikan sensasi tersendiri. Entah bagaimanapun caranya? Yang terpenting kita dapat melihat senyum sahabat kita, meskipun diri kita lah yang harus siap menanggung resiko.

☄☄☄

Shasa, gadis itu sedang bersantai di bawah rindangnya pohon, semilir angin sejuk menerpa wajahnya membuat rambutnya berantakan.

Ia menatap lurus ke arah Danau. Danau itu tidak berubah sedikitpun seperti saat terakhir kali dirinya berkunjung bersama Zein, semuanya utuh dan persis. Ia merindukan masa-masa itu, masa-masa dimana dirinya dan Zein berkunjung kesini, menikmati setiap semilir angin dan sejuknya udara.

"Aku kangen, Zein." Sasha bermonolog. Ingin rasanya kembali seperti dulu bersama dengan Zein dan kebahagiaannya, tapi sekarang? Ia bahkan lupa untuk hanya meminta nomor Handphone Zein.

Dirinya harus bagaimana? Ia bahkan tidak tahu akan bertemu dengan Zein kembali atau tidak, karena selama menyandang status sebagai kekasih Zein, satu kalipun Zein tidak pernah mengajaknya berkunjung ke rumahnya, bahkan untuk sekedar berkenalan dengan orang tuanya. Begitu pula sebaliknya.

Ketika Sasha sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang, hal itu sontak membuat Sasha terkejut. Sasha berusaha melepas pelukan itu, namun bukannya dilepas malah semakin erat.

"Ternyata kamu masih mau berkunjung kesini," ujar orang itu sambil melepas pelukanya, mata Sasha langsung berbinar ketika melihat sosok dihadapannya. "Zein."

Zein tersenyum, cowok itu kemudian duduk di sebelah Sasha, memandang wajah Sasha yang menurutnya begitu cantik, di tatap seperti itu membuat Sasha menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, "Zein, ih maluu." Rengek Sasha membuat Zein terkekeh.

"Ngapain malu sih? Wajah kamu itu cantik tau, Sha. Bidadari aja kalah sama kamu," Zein menarik kedua tangan Sasha, "gombal." Balas Sasha.

"Ih siapa yang gombal? Itu kenyataan kali, Sha."

Mereka berdua menikmati senja bersama, dua pasang remaja itu selalu melontarkan tawa dan senyum. Zein, cowok yang dikenal mempunyai sifat dingin yang berlebih itu akan berubah menjadi pangeran hangat penuh kasih sayang ketika bersama Sasha, bidadarinya. Hanya bersama Sasha lah dirinya bisa tertawa lepas.






ZeiAnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang