[Part 2; Daffa Bimantara]

51 18 5
                                        

"berapa kali gue mesti bilang ke lo, kalo kosan gue tuh deket banget! siput aja gasampe 30 menit dari sini ke kosan gue." Ucap Andrea dengan nada yang cukup tinggi.

Namun nada tinggi itu tidak membuat orang yang menjadi lawan bicaranya gentar. cowok yang tidak terlalu tinggi yang mungkin tingginya sekita 168an, yang tengah berdiri di hadapannya dengan stelan kemeja biru dan jeans hitam itu malah tersenyum memadang ekspresi jutek yang ditunjukkan oleh andrea.

Lelaki itu kini tertawa pelan.

"emang siapa yang mau ngajak bareng?" tanyanya heran. cowok itu menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Gue kan belum ngomong apa-apa, kok lo udah nyerocos duluan?" lanjut suara yang beberapa waktu lalu menerima bentakan. "nih, handphone lo ketinggalan di meja, makanya gue ngejar lo."

mampus! malu setengah mati. muka andrea memerah. beberapa saat ia memalingkan mata kesegala arah. habis mau bagaimana? belakangan ini daffa sering mengajak andrea pulang bersamanya, alesannya karena dia tidak terlalu kenal dengan yang lain. padahal anak supel seperti dia mana mungkin tidak memiliki teman.

Daffa bimantara adalah salah satu anak kelas yang terbilang cukup supel. setiap masuk kelas (yang lebih sering telat ketimbang tepat waktunya) ia selalu melihat ke seisi ruangan seraya menyapa beberapa anak. baru beberapa hari disini saja, sudah banyak kabar yang beredar tentang anak kelas yang suka daffa. beberapa yang digosipkan langsung menepis kabar itu, dan sisanya hanya diam saja. namun daffa tidak pernah terlihat serius menanggapi hal itu. ia malah sibuk dengan buku-buku filsafatnya yang dibawa setiap mata kuliah berlangsung. daffa tidak pernah terlihat memperhatikan dosen, namun herannya... setiap namanya disebut dan dosen memberi pertanyaan, ia selalu bisa menjawabnya dengan cepat. luar biasa! anak yang aneh. Andrea juga tidak mau terlalu ambil pusing soal daffa. hanya saja, sering terjadi adegan menyebalkan di kelas jika ia tengah presentasi, tiap tatapannya melihat sekeliling, matanya selalu berhenti pada anak laki-laki itu, lalu dengan selengean lelaki itu menyunggingkan senyum ke arahnya. menyebalkan!

andrea meraih handphone yang disodorkan daffa seraya cengengesan dengan wajahnya yang tanpa dosa itu. "Astaghfirullah... sorry ya, abis lo kan sering ngajak balik bareng mulu kemarin-kemarin. padahal kos gue deket banget."jawab andrea sekenanya.

Bagaimanapun ceritanya, andrea tetap merasa malu. ia sudah gegabah memaki anak orang yang jelas-jelas menyelamatkan handphonenya yang hampir saja hilang. timbul perasaan tidak enak terhadap daffa. anak itu selalu saja membuat andrea merasakan perasaan aneh, yang sebisa mungkin ia hindari. sejak kejadian yang serasa mirip dengan adegan di masalalu, gadis itu berusaha kuat-kuat untuk tidak berurusan dengan daffa. walaupun mereka adalah teman sekelas.

Setiap mata kuliah berlangsung, gadis berambut panjang yang selalu dikuncir satu itu, memilih duduk di sisi yang jauh dari tempat duduk daffa. kadang kalau terpaksa duduk di dekat cowok itu karena datang terlambat dan tidak mendapatkan bangku lain, andrea menyibukkan dirinya dengan membaca buku. intinya jangan sampai memperhatikan anak itu!

"lo kayanya gak suka banget sama gue."ucapnya. "lo alergi sama cowok ya?" tanyanya polos.

"LO PIKIR GUE GAK NORMAL?" teriaknya. membuat beberapa orang yang masih seluyuran di depan kelas menatap ke arah mereka.

"eh! gak usah pake teriak juga kali. lo gak tau malu ya?" ucapnya dengan selengean. "ya abis tiap gue perhatiin pasti muka lo jutek mulu. kaya alergi sama cowok kan." jawabnya tidak kalah songong dari kalimat sebelumnya. kemudian ia tertawa, tawa yang lucu dan menyenangkan. pantas saja banyak anak kelas yang senang berkomunikasi dengan daffa. dia anak yang dapat dengan mudah mencairkan suasana. tidak heran beberapa dari mereka baper sama dia. anaknya nggak sensian dan sangat friendly. apalagi kalau melihat tampangnya yang memang jelas-jelas ganteng. terlepas dari tingginya yang sangat biasa saja, dia memang keren.

"emang siapa yang bilang lo cowok?'' ledek adrea. PLAK! pertanyaan barusan membalas telak godaan daffa. lagian siapa yang tidak kesal jika dituduh tidak normal?

"wah, lo gapercaya? mau gue buktiin?" tanyanya dengan senyum menggoda.

"GAK MAKASIH."padahal baru saja ia ingin sedikit manis dengan cowok itu, tapi tingkah menyebalkannya membuat andrea malas untuk lama-lama bersikap manis. tidak peduli semalu apa adegan barusan, yang jelas ia memilih untuk segera meninggalkan daffa di depan kelas.

gadis itu melangkah ke arah lift dan segera menekan tombol ke lt bawah. tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu lift terbuka. segera ia masuk dan melempar jauh jauh moment barusan dari otaknya. anak aneh yang ngeselin. hish. batinnya.

***

Ketika sampai di lantai paling bawah, Andrea memutuskan untuk menunggu Rara. teman kelasnya yang kebetulan juga satu kos dengannya. beberapa hari ini mereka memang mulai akrab. mungkin karena mereka beberapa kali berangkat ke kampus bersama, akhirnya jadi lebih sering ngobrol dan bertukar cerita. tadi sebelum keluar kelas ia pamit mau ada urusan ke akademik sebentar. walhasil Andrea harus menunggunya di lantai bawah.

Rara Pratiwi, gadis yang akrab disapa Rara. dia orang kediri, asli keturunan jawa, ayahnya semarang sedangkan mamanya asli kediri. dia pernah tiga tahun tinggal di jakarta waktu masa SMP, namun akhirnya kembali ke kampung halaman ketika ayahnya meninggal. tetapi bahasa indonesianya fasih, tidak terasa sedikitpun logat jawa ketika berbicara dengan rara. mungkin karena sempat lama tinggal di jakarta katanya, jadi logat jawanya tidak terlalu terasa.

kurang lebih sepuluh menit kemudian gadis berkulit cokelat berparas cantik itu turun dari tangga. karena posisi ruang akademi di lantai 2, akhirnya anak itu lebih memilih turun tangga. kalau dibandingkan dengan Rara, Andrea mungkin hanya menang putih saja, selebihnya Rara lebih cantik. apalagi wajah khas jawanya yang begitu kalem, membuat lelaki bisa langsung terpesona. namun, sayang sekali ia telah memiliki kekasih sejak jaman SMA. beda dengan andrea yang.... ah sudahlah.

"lama banget deh. gue karatan nih nunggu sini."ucap andrea saat belum ada sedetik rara menghampirinya.

yang diajak bicara hanya cengengesan. "maaf, tadi berkasnya ada yang keselip gitu."jawabnya.

"yaudah yuk, balik. " karena posisi kos yang cukup dekat dari kampus, mereka berdua selalu berangkat dan pulang jalan kaki. kalau dihitung-hitung palingan hanya sekitar lima menit berjalan kaki menempuh jarak kampus ke kosan mereka. kalau jalannya lama banget ya mungkin maksimal sepuluh menit lah.

Andrea memperhatikan sekitar, baru sampai gerbang kampus matanya tanpa sengaja menatap ke arah motor yang baru saja melintas. motor vixion merah yang dibawa oleh lelaki kemeja biru dengan helm hitamnya. pikirannya langsung mengarah ke cowok itu. pasti dia!

"ra, lo tau daffa kan?" tiba-tiba saja andrea membuka pembicaraan setelah lama hening dalam perjalan mereka.

"kenal. kan sekelas. kenapa?"

"ngng... menurut lo anaknya gimana?" tanya Andrea pelan, awalnya ia agak ragu melontarkan pertanyaannya.

Rara diam sejenak. "pinter sih. cakep juga. sayang aja pendek."jawab gadis itu santai. "kenapa? kamu suka sama anak itu?"tanyanya polos.

NAHKAN!

"nggak lah! gue aja baru tau anaknya tadi, pas keluar kelas." jawab andrea sigap. ia berusaha menutupi ekspresi kagetnya ketika mendengar pernyataan rara barusan. entah mengapa air mukanya langsung berubah. seperti orang bingung mau mengatakan apa. Rara yang melihat hal itu tidak ambil pusing dan hanya menjawabnya dengan 'oh' saja. rara memang anak yang cuek, dia kadang tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain. itulah yang membuat ia tidak banyak memiliki teman.

lagipula... untuk menyukai seseorang lagi, sepertinya terlalu cepat. ia masih belum bisa melupakan. entah melupakan apa, sebenarnya sudah bisa sedikit-sedikit lupa orangnya, tapi tidak sama sekali dengan kenangannya.

RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang