Sama seperti hari-hari biasanya, kini Andrea menjalani kegiatan rutinnya. entah mengikuti kajian persma yang baru saja ia tekuni, bolak balik perpus untuk mencari buku atau mengerjakan tugas ospek jurusan yang baru berlangsung beberapa minggu lalu. intinya, tidak ada yang sepsial dari harinya.
Sore ini hujan turun, tidak seperti sore biasanya. kali ini rintik hujan singgah membasahi kota malang. membuat udara menjadi lebih dingin. sedingin kenangan. Andrea melompati Jendela kamar kosan yang langsung mengarah ke balkon. kamarnya merupakan satu-satunya posisi kamar yang tepat di depan jendelanya adalah balkon yang memaparkan langsung keadaan jalanan sekitar. namun karena tidak ada akses lain selain jendelanya untuk menuju ke arah balkon, ia harus melompati jendela yang posisinya tidak terlalu tinggi.
diulurkannya tangan ke arah air mengalir seraya tersenyum tipis, membuat rintiknya menyentuh dingin dan sejuk. mengalir menyapa telapak tangan hingga pergelangan, terus saja mengalir ke siku dan bahu kemudian sampai di hatinya. ah, berlebihan. ia tersenyum tipis. orang-orang kadang berlebihan menanggapi hujan. mereka salah menafsirkan. karena menurutnya, sensasi hujan, ada pada kenangan di setiap rintiknya, bukan pada esensi hujan itu sendiri. ketika seseorang memiliki kenangan buruk kala hujan, dimana kekasih tercinta mengalami kecelakaan tepat saat hujan, mumgkin ia akan membenci hujan. pun ketika orang merasa pernah sangat bahagia mengelilingi sudut kota bersama orang tersayang saat hujan membasahi, akhirnya ia mencintai hujan. Hujan tak pernah memiliki jati diri, ia bergantung pada kenangan.
meluruhkan perasaan.
menerpa ingatan.
lalu membasahi kerinduan.
sore itu, perasaannya campur aduk.
***
Di lantai dua kampusnya, ia masih mondar mandir di dalam perpustakaan kampus. mencari buku yang cukup santai untuk dibaca. pagi ini, kelas kosong. dosen bahasa inggris mengatakan bahwa tidak bisa hadir karena ada urusan mendadak. akhirnya, karena sudah terlanjur berada di kampus dan malas untuk cepat pulang ke kosnya, Andrea memilih untuk mencari buku di perpustakaan.
ia melangkah mengelilingi rak-rak bersar yang menyimpan berbagai buku. ada buku tentang teori-teori, biografi bermacam orang bahkan hasil skripsi milik senior ada disini. gadis itu masih melangkah, matanya melihat ke berbagai jenis buku yang terpampang di rak. menunjuk sambil menunjuk dengan telunjuk ke beberapa buku yang membuatnya tertarik.
langkahnya berakhir di salah satu buku yang membuat ia terdiam beberapa saat. mengingat ada orang yang begitu sering ia lihat membaca ini. 'kenapa ya orang itu suka bannget sama filsafat?'gumamnya dalam hati.
di pojok ruangan berjejer meja kecilberalaskan karpet yang posisinya lebih tinggi dari lantai, kemudian beberapa meja yang ada kursinya ditempatkan di beberapa sudut ruangan dan diantara rak rak besar. Andrea dapat melihat beberapa mahasiswa yang tengah membaca dan mengerjakan tugas, beberapa membawa laptop, buku dan alat tulis. hampir semua yang ada di ruangan bersama dengan temannya. sampai- sampai ia berfikir bahwa hanya dia yang sendirian disini.
setelah memutuskan untuk mengambil buku yang ia pilih, gadis itu melangkah ke sudut ruangan. mencari tempat duduk yang cukup nyaman untuk membaca. ia melangkah mengitari tempat itu seraya melirik ke berbagai arah. beberapa orang sesekali memerhatikannya, dan ia sangat tidak suka dengan hal itu, entah karena ia sendirian atau karena hal lain, yang jelas ia benci diperhatikan.
Andrea meraih handphone di sakunya, mengecek room chat Line dan whatsapp, kemudian memainkan touchscreen handphonenya hanya untuk terlihat sibuk. agar perhatian tidak lagi ke arahnya.
akhirnya gadis itu duduk di bangku paling pojok yang beralaskan karpet biru. ia beberapa kali celingak celinguk ke berbagai arah setelah mendaratkan tubuhnya di karpet dan meletakkan bukunya di atas meja, berharap ada teman kelasnya atau siapapun yang ia kenal disini, siapa tau bisa duduk bersama sehingga ia tidak terlihat sendirian.lalu, tidak memerlukan waktu yang lama untuk menangkap sosok itu. Sosok yang tidak asing baginya.
Seperti pernah menemuinya.
Seperti pernah memperhatikannya.
Ah, iya! Sial, iya sih aku mencari siapapun yang ku kenal, tapi bukan dia juga! Batinnya.
Kadang kalau mau berharap memang harus spesifik, seperti ketika mengharapkan orang yang ia kenali ada disini, dan ternyata ia benar menemuinya. Namun orang itu adalah orang yang beberapa hari lalu membentaknya dengan tatapan sinis dan menyebalkan. Orang yang ia harap tidak akan pernah lagi ia temui, orang yang ia harap bukan anak satu fakultas dengannya. Dan sekarang mereka ada di dalam satu ruangan yang sama. Di fakultas yang sama. Ah apa?! Jadi mereka memang satu fakultas. Posisi Andrea yang sangat memungkinkan untuk memperhatikan lelaki itu, akhirnya membuat ia menatap lekat-lekat lelaki yang posisinya hanya berjarak dua meja dari tempat duduknya.
Lelaki yang entah siapa namanya itu, mengenakan segaram anak Eksekutif kampus, memegang buku tebal yang tengah ia baca sambil bersandar di tembok dekat meja. Menatap buku dengan serius seperti tidak ada yang lain yang bisa diajak serius selain buku itu. Andrea masih saja bergumam macam-macam, seperti... mengapa harus menemuinya disini? Mengapa harus satu kampus? Dan semoga saja lelaki itu tidak mengingatnya. Sungguh menyebalkan, kadang memang tuhan mempertemukan sesuatu yang paling tidak ingin kita temui, seperti jodoh. Ah! Tunggu! Apa?! Jodoh?! Tidak mungkin!
Pikiran yang terlalu jauh! Andrea tersadar dari lamunannya, ia mencoba mengalihkan pandangan dari lelaki itu. Berusaha untuk fokus membaca buku yang ia pilih, sambil menunggu mata kuliah selanjutnya siang nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run
Teen FictionBeberapa orang mungkin akan dengan mudah melupakan masalalunya, sisanya memerlukan waktu yang cukup lama. dari mereka, ada yang menunggu dan ada yang mulai membuka hidup dengan yang baru, ketika benar-benar siap membuang kenangan lama. namun saat ka...