[Part 3; Dia]

46 19 5
                                    

Menjadi mahasiswa bukan hal yang mudah. Ternyata keadaan kampus pada realitanya sangat berbeda dengan bayangan ftv yang sering diidam-idamkan anak remaja.

ekspektasi yang disuguhkan ftv:

Dateng ke kampus gak bawa buku -> pdkt, pacaran -> ke kantin -> labrak orang -> rebut pacar orang, galau, berantem terus tiba-tiba udah lulus. Jadi kalau di Ftv, nggak ada yang namanya diomelin dosen killer karena menjiplak karya orang. Nggak ada yang nama dapat nilai D karena ketahuan mencontek, yang ada hura-hura sama gosip di kantin kampus kemudian tiba-tiba lulus ujian. Ya, kadang ekpektasi memang tidak sesuai dengan realita, karena faktanya, akhirnya Andrea tau bahwa kuliah itu melelahkan.

Di awal perkuliahan saja ia sudah merasa sesibuk ini. Tugas selalu menghantui dan tanggung jawab semakin berat. kalau di SMA yang rajin sama yang malas akan sama-sama lulus tepat waktu (yang penting absen dan gak pernah cari masalah), tapi tidak di perkuliahan. disini mahasiwa dituntut untuk bertanggung jawab. masuk menjadi mahasiswa baru bersama-sama, tapi keluar dari universitas dengan cara masing-masing.

Moment seperti ini akhirnya dirasakan oleh gadis itu. bolak balik perpustakaan, mencari referensi buku, dilarang mengutip sembarangan itu menjadi tuntutan berat untuk Andrea. kalau dulu biasanya setiap tugas sekolah kerjaannya copy paste, sekarang tidak semudah itu. ia akan menerima resiko nilai jelek kalau sampai dosen (apalagi dosen killer) mengetahui tulisannya copas.

suasana perpustakaan sangat ramai, beberapa mahasiswa duduk di bangku depan perpus yang memang disediakan untuk mereka. ada yang tengah asik dengan laptopnya, ada yang sibuk berkutat dengan buku, dan selebihnya berdiskusi dengan temannya. Koridor perpus memang penuh dengan bangku yang disediakan untuk mahasiswa, kadang di beberapa bangku ada dagangan yang sengaja ditaruh disana untuk dijual sebagai dana usaha acara kampus. Biasanya itu dilakukan oleh beberapa mahasiswa yang aktif organisasi.

Perpustakaan selalu ramai, tak heran jika mahasiswa akhirnya berlomba-lomba menjual makanan disana. Kadang kalau malam, ada beberapa mahasiswa yang berkeliling menawarkan kopi atau susu hangat dan lagi-lagi, semua itu untuk dana usaha proker organisasi.

Andrea melangkah pelan. ia belum pernah ke perpustakaan pusat sebelumnya. untuk pertama kalinya ia datang, dan dalam keadaan sendirian. sebenarnya, ia sangat ingin pulang Ke kosan saja kemudian tidur. tapi nasib tugas yang deadlinenya besok, bergantung pada buku yang ia cari. jadi, yaa... mau gimana lagi?

BRUKK... tak sengaja ia menabrak seseorang

"eh" teriak andrea refleks.

semua buku yang dibawa orang itu jatuh. ada sekitar lima buku yang tak begitu ia perhatikan. hanya satu dari lima buku itu yang ia tahu. itupun karena sering melihat cover bukunya sama persis seperti cover yang sering dibawa daffa belakangan ini. buku filsafat! belum sempat meminta maaf, lelaki dihadapannya keburu menatap dengan kesal tak lama berselang lelaki itu memarahinya.

"ma-"

"jalan liat liat dong mbak! pasti maba yah?!" ucapnya ketus. air mukanya sungguh tidak mengenakan. lelaki itu tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 167cm. kulitnya sawo matang, dan wajahnya sangat manis, sekalipun sedang dalam keadaan kesal. Lelaki itu menatap Andrea dari atas sampai bawah tanpa menghilangkan ekspresi kesalnya sedikitpun. Ia kemudian membungkuk meraih buku-bukunya yang jatuh.

andrea hanya bisa menunduk. "eh ngng... iya, maaf mas. sini saya bantuin." ucapnya patah patah.

"nggak usah wes. " lelaki itu kemudian pergi setelah merapikan semua bukunya.

'HIH, NYEBELIN! dikira enak apa dibentak kaya gitu' batinnya.

andrea berjalan cepat ke arah pintu perpustakaan. ia benar-benar kesal hari itu. deadline yang menghantui saja sudah cukup menyebalkan, ditambah lelaki itu, yang sepertinya senior sok keren dan sok jutek. sepanjang perjalanan ia berharap semoga saja lelaki itu tidak satu fakultas dengannya! bagaimana tidak kesal? hampir seisi lorong menatap ke arah mereka karena senior itu meneriakinya dengan cukup keras. dasar senior, selalu sok!

***

"woy." terdengar suara anak laki-laki yang tidak asing, bersamaan dengan tepukan yang terasa di bahunya.

Rea segera menoleh. "Lah elo!" ucapnya kaget. "lo ngapain deh?" tanyanya.

yang ditanya tak menjawab. hanya mengangkat tinggi-tinggi buku yang sejak tadi andrea cari.

"eh pinjem dong!" pintanya dengan semangat.

"enak aja! susah nih nyarinya."

mendengar kalimat itu rea menatap ke arah orang itu dengan bibir yang ditekuk. cemberut yang dibuat-buat.

"ayolah dafff " pintanya lagi.

daffa diam beberapa saat. Telunjuknya menyentuh dagu seakan tengah berfikir keras, padahal tidak! "ngerjain bareng aja ayo." ajak lelaki itu.

" ayo deh. disini kan?"

"enak aja! rame. gue gasuka tempat rame." jawabnya santai.

yang mendengar hanya bisa kebingungan. 'perpus dibilang rame, terus yang sepi itu kaya apa?' batinnya. "yaudah, dimana deh?"

"paralayang yah."

OKE INI MODUS. "Hish! lo mah modus aja! alesan doang tuh bilang rame." Andrea memukul bahu lelaki itu.

"aduh, sakit tau. dasar lo bukan cewek ya?"

yang diajak bicara malah mencubitnya. "udah buruan dimana?" tanyanya lagi.

"McD aja deh, gue laper. hehe"

"TERSERAH DAF! GUE CUMA BUTUH TUH BUKU. AY-" Teriak gadis itu cukup keras. membuat banyak mata berhenti tepat ke arah mereka. membuat daffa segera menutup mulut gadis itu dengan kedua tangannya. dan mereka segera pergi dari tempat itu.

RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang