Prolog Febi

171 14 15
                                    


Tubuhnya bergetar hebat. Telapak tangannya pun basah oleh keringat. Bibirnya pucat dan warna watanya memerah. Dia berusaha keras untuk menutup mulutnya saat akhirnya erangan kesakitan menggema di segala penjuru kamarnya yang sengaja dibiarkan gelap.

Dia tidak kuat lagi.

Tubuhnya semakin meringkuk di atas lantai yang dingin.

Perutnya mual bukan main.

Dia butuh itu secepatnya. Tapi mengingat janjinya kepada seseorang, dia urungkan niat itu. Walaupun dia harus berkali-kali menahan rasa sakit seperti ini, dia harus tetap memegang omongannya. Dia tidak mau membuat orang itu kecewa padanya. Lagi.

Ketika perutnya sudah tidak bisa menahan rasa mualnya, cewek itu akhirnya memuntahkan isi perutnya.

Dia muntah masih di posisinya yang meringkuk seperti janin. Hingga sebagian wajahnya yang menempel di lantai, terkena muntahannya sendiri.

Untuk bergeser dari posisinya pun sulit, apalagi untuk menegakkan tubuhnya, bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi, dia sudah tidak berdaya.

Pandangannya semakin berkunang-kunang. Sedikit demi sedikit kesadarannya mulai menguap.

Tepat ketika terdengar bunyi dobrakan pintu secara paksa, kesadaran cewek itu sepenuhnya menghilang.

❄❄❄

F.B.I [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang