Part 4

72 12 8
                                    


Warning!!!
Di part ini banyak narasi, kalo2 kalian bosen bacanya. Hehehe.
Oiya, apa yang terjadi sama tokohnya di part ini JANGAN DITIRU ya! Gak boleh pokoknya.
Oke, langsung aja, aku kebanyakan bacot keknya, wkwk.

Happy reading^^
_________________________________________

Malam semakin larut, angin dingin yang berembus pelan menyibakkan gorden di sebuah jendela yang tak tertutup.

Di dalam sebuah kamar bernuansa warna merah muda yang dibiarkannya gelap, Febi meringkuk di atas kasurnya dengan jari-jari tangan tergenggam.

Tubuhnya berkeringat dan bergetar. Perasaan melayang-layang dan kesenangan semu tengah menyerbunya.

Hanya ada satu pembantu dan satpam di rumah besar ini. Jadi mereka tidak akan pernah menyadari, kalau majikan mereka tengah menyecap barang haram.

Febi semakin meringkukkan tubuhnya. Air matanya meleleh, tapi bibirnya melebarkan senyum yang tidak membawa binar ke matanya. Dia rela menukarkan rasa sakit yang sudah lama bersemayam di hatinya,  untuk sekedar merasakan perasaan semu yang membuatnya berhalusinasi berkali-kali.

Halusinasinya semakin jelas.

Dia melihat kedua orang tuanya menghampirinya dengan senyuman paling manis. Tangan mereka terbuka seolah akan memeluk.

Lalu di belakang orang tuanya, berdiri dengan kedua tangan tenggelam di dalam saku celana, adalah kakaknya yang paling baik sejagat raya. Wajahnya juga dipenuhi dengan senyuman seperti kedua orang tuanya.

Tiba-tiba dada Febi berdenyut sakit. Dia sadar apa yang tengah dialaminya ini hanya halusinasi semata. Dan yang membuatnya sakit adalah, halusinasi itu semakin jelas seakan-akan mengejeknya. Karena pada kenyataannya, orang tuanya sama sekali tidak pernah memedulikannya. Pertikaian mereka berdua telah menimbulkan rasa sakit yang bernanah di dalam hati Febi.

Sementara kakaknya....

Dulu dia memang manis. Kakaknya adalah yang terbaik yang dimiliki Febi, sebelum pertikaian itu muncul dan kakaknya terjebak di lubang hitam.

Kakak yang dulu selalu dia puja, yang selalu dinanti-nantikan saat dia mulai rapuh untuk bisa menyandarkan kapala pada bahunya, berubah tatkala kakaknya menyeret dirinya ke dalam lubang hitam yang sama.

Mereka berdua sama-sama terjebak. Orang terdekat pun, yang tak lain orang tuanya sendiri, tidak bisa menyeretnya keluar karena mereka sudah tidak peduli lagi.

Akankah ada orang yang bisa menolong keterpurukan Febi?

❄❄❄

Masih di malam yang sama.

Napas Beno terengah-engah dan jantungnya pun berdebar keras. Matanya memindai ke area seluruh kamar dengan tatapan liar.

Lalu matanya berhenti di sebuah meja plastik yang terletak di sudut kamar. Di sana ada figura sebuah foto yang sengaja dia biarkan terbalik.

Dengan langkah-langkah yang nyaris berlari, cowok itu menghampiri meja dan menyambar foto di atasnya. Tanpa memandang foto yang ada di figura tersebut, cowok itu lebih dulu membantingnya dengan keras.

Seketika suara pecahan kaca terdengar nyaring di malam yang semakin larut.

Beno meluruh jatuh. Satu tangannya meraih salah satu pecahan kaca tersebut. Dia memejamkan mata rapat-rapat saat bayangan itu semakin jelas di pelupuk matanya. Jantungnya kian berdebar makin kencang. Rasa sakit dan sesak menyerbu dadanya bertubi-tubi.

F.B.I [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang