Part 2

92 11 3
                                    


"Pembagian kelompok dalam tugas karya ilmiah sudah ditempel di mading. Nanti kalian bisa lihat saat istirahat atau pulang sekolah."

Berdiri di tengah-tengah kelas XI IPA 1, Pak Tris berkata dengan lantang berhubungan dengan karya ilmiah yang diadakan tahun ini.

Kebijakan sekolah, setiap siswa saat kenaikan kelas terkecuali untuk kelas dua belas, diwajibkan untuk membuat karya ilmiah yang masing-masing kelompoknya terdiri dari tiga orang. Biasanya kelompok terdiri dari siswa yang berbeda kelas tapi masih satu jurusan.

"Pak, kelompoknya masih sama kayak tahun lalu, nggak?" tanya Tori, cowok yang duduk paling depan.

"Mungkin hanya beberapa siswa yang dikelompokkan kembali, tapi itupun cuma beberapa. Ada yang mau ditanyakan lagi?"

"Temanya apa, Pak?" gantian Santi yang bertanya, bendahara di kelas Febi, yang kalau sudah menagih uang kas di kelas, benar-benar mirip rentenir.

"Temanya sudah tercantum di kertas pengelompokkan anggota, nanti kalian bisa dibaca baik-baik."

Setelah mengatakan itu, bel istirahat langsung berbunyi. Pak Tris melihat jam tangannya sesaat lalu mulai berbicara lagi. "Nanti pelajaran Bapak masih satu jam lagi, kan? Setelah istirahat, kalian langung saja ke perpustakaan. Nanti bilang sama Bu Ambar, disuruh sama saya mencari bahan untuk karya ilmiah. Saya tidak bisa menemani karena harus rapat selama satu jam."

"Baik, Pak..." koor anak-anak serempak.

"Oh iya, Ammar! Nanti kamu catat siapa-siapa saja yang buat keributan di perpus ataupun yang mencoba mangkir dari tugas Bapak. Bisa?"

"Baik, Pak. Bisa." Jawab Ammar tegas,  selaku ketua kelas di kelas Febi.

"Oke, sekarang silakan istirahat."

Pak Tris meninggalkan kelas setelah penghuni di kelas itu mengucapkan terima kasih.

"Feb, mau lihat mading sekarang nggak?" Tika menyenggol lengan Febi pelan.

Febi melirik sedikit, "nanti aja. Rame banget pasti."

"Hmm, iya sih."

"Setelah dari perpus aja kita lihatnya," ujar Febi mengusulkan.

Tika langsung mengangguk menyetujui, "oke deh..."

❄❄❄

"Gimana? Nama lo udah ketemu belum?" tanya Tika sambil meneliti satu persatu nama-nama yang terbentang di kertas putih yang ditempelkan di mading. Cewek itu mengembuskan napas keras-keras setelah sepuluh menit ini tidak juga menemukan nama Febi. Padahal dia sudah menemukan namanya sendiri di dua detik dia mencari. Tapi nama Febi tidak kunjung dilihatnya.

"Belum," Febi menggeleng pelan. "Aku ulangi lagi deh." Febi mulai meneliti sambil menelusurkan jarinya pada nama-nama yang tertera di sana. Cewek itu juga hampir frustrasi karena tak kunjung menemukan namanya.

"Kenapa kita nggak sekelompok lagi sih? Gue malah kelompokan sama Santi. Berarti ntar pas kelas tiga, gue sekelas sama Santi lagi dong? Aduh! Tapi nggak papa, deh. Ada Ammar yang juga sekelompok sama gue."

Tika sibuk nyerocos walaupun tahu Febi tidak akan menanggapinya sama sekali. Cewek itu masih tekun dengan nama-nama di depannya.

"Feb! Feb! Ini nama lo udah ketemu!" Tika berseru heboh sambil menunjuk-nunjuk sudut kanan terbawah kertas. "Lo satu kelompok sama Beno! Sama Indra juga!" ujar Tika diiringi dengan jeritan.

Febi terkejut, dihampirinya Tika untuk melihat nama-nama yang disebutkan cewek itu tadi.

"Nih, lihat! Ya kan? Lo satu kelompok sama Beno! Gila, lo beruntung banget, Feb!" Tika berdecak-decak, di dalam hatinya terbersit sedikit perasaan iri kepada Febi.

F.B.I [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang