Part 9

52 8 5
                                    


"Ben, ini data yang lo minta buat persiapan perpisahan anak kelas dua belas."

"Thank you banget, Ris. Ntar sisanya biar aku sama anak-anak yang ngurus."

"Oke kalo gitu." Riska mengangguk. "Kalo butuh bantuan lagi, kasih tahu gue aja."

Beno tersenyum menanggapi ucapan cewek bersurai panjang di depannya itu. "Gampang deh..." Walaupun Beno bukan anak Osis, tapi dia senang melakukan hal-hal positif. Dia selalu ikut menjadi panitia saat kelas dua belas mengadakan acara kelulusan. Bagi Beno sendiri, melakukan kegiatan seperti itu dapat mengalihkan sedikit pikirannya agar tidak selalu memikirkan masa lalu kelamnya.

"Gue balik duluan ya, Ben." Riska melambai sesaat sebelum meninggalkan ruang kelas mereka.

"Hati-hati!" Beno membalas lambaian itu seraya tersenyum. Setelah memastikan teman sekelasnya tadi menghilang di balik pintu, cowok bersweater itu memasukkan proposal yang dipegangnya ke dalam tas, dan segera bersiap-siap untuk pulang.

Dengan langkah santai dan sesekali membalas sapaan beberapa temannya, Beno menapaki lantai koridor tempat kelasnya berada. Sekolah masih terlihat ramai, karena bel berdering baru beberapa saat lalu.

Langkah Beno sontak terhenti saat mata sipitnya menangkap siluet seseorang di kejauhan. Mata Beno semakin menyipit ketika detik itu dia sadar siapa orang yang tengah dipandanginya. Otomatis bibirnya langsung melebarkan senyuman.

Dengan langkah-langkah panjang, Beno menyeberang ke tengah lapangan basket dan lapangan sepak bola untuk menuju ke gedung perpustakaan. Dia sungguh bersemangat ingin menemui Febi lagi. Tadi selama istirahat pertama dan kedua pun Beno tidak sempat ke kelas Febi hanya untuk mengecek apakah cewek itu masih sedih atau tidak. Beno sungguh mengkhawatirkan hal itu.

Beno mempercepat langkahnya saat beberapa meter lagi mencapai gedung perpustakaan. Dia melihat Febi keluar dari ruang itu diikuti oleh seseorang. Mata Beno menyipit.

Indra!

Kenapa cowok itu bisa bersama Febi? Apa tujuannya?

Keduanya tampak kelihatan lebih akrab dari biasanya. Dan tubuh Beno sesaat menegang menerima kenyataan itu.

"Febi!!"

Suara panggilan keras Beno menyentak kedua orang yang tengah asyik berbicara. Indra yang pertama kali sadar akan kemunculan cowok bersweater itu. Dia memberikan satu seringai khasnya.

Febi menoleh, memandang kemunculan Beno dengan kening berkerut. "Hai, Ben?"

"Kamu nggak diganggu sama cowok ini, kan?" tanya Beno setelah dia berdiri di hadapan keduanya. Pertanyaan Beno langsung saja menimbulkan tawa bagi Indra. Cowok bersweater itu langsung beralih menatap Indra dengan tajam.

"Enggak...." Febi menggeleng pelan. Cewek itu menundukkan kepalanya saat Beno mencoba menatap matanya. Kalau sekarang Febi sudah berani membalas tatapan mata Indra, untuk Beno, cewek itu masih belum berani. Karena, walaupun mata Beno tergolong sipit, mata itu seperti selalu ingin tahu apa pun tentangnya hanya dengan cara menatap. Dan itu membuat Febi takut.

"Kamu yakin?" Beno masih belum percaya.

Dalam tunduknya, Febi mengangguk pelan.

"Beno.... Beno...." tiba-tiba Indra membuka suara, cowok itu menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir.

Mata Beno beralih menatap Indra dan semakin menyipitkan mata.

"Lo sadar nggak sih, apa yang lo lakuin tuh kayak cowok yang lagi cemburu ke pacarnya?" Indra menyeringai.

"Gue..." Beno sejenak berdeham, "gue akan ngelakuin itu kalo udah bersangkutan sama elo!" desisnya tajam.

"Emang kenapa dengan gue?"

F.B.I [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang