Bab 2

21.1K 2.8K 602
                                    

Jangan lihat siapa yang bercerita. Tetapi dengarkanlah baik-baik apa isi ceritanya.

Menu bakso super pedas dan menggoda selera sudah ada dihadapan mereka. Agam yang melihatnya hanya memasang tampang seram. Memandang bakso besar itu yang di dalamnya ternyata berisi baso kecil-kecil yang sama.

"Mari makan," seru Nada bahagia. Namun sebelum Nada ingin menyendokan potongan daging baso itu, Agam menahan tangannya.

"Doa dulu,"

"Udah dalam hati,"

"Mas yang pimpin doanya," ucapnya tak terbantah.

Akhirnya Nada pasrah, meletakkan sendoknya kembali sembari melirik ke arah Agam yang mulai khusuk membacakan doa.

Berasa anak kecil, gue!!! Batinnya kesal.

Kondisi mereka yang baru menikah, benar-benar membuat Nada belajar semuanya dari awal. Tentang apa saja peraturan yang dibuat Agam. Baik yang terucap maupun yang tidak terucap seperti sekarang ini. Memang tujuan Agam baik mengajaknya berdoa lebih dulu sebelum memulai untuk makan, namun rasanya bagi Nada ini sudah begitu menyebalkan.

Tetapi mana berani Nada membantah perintah Agam. Karena bagaimana pun Nada takut akan dosa yang dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya, si pemegang kunci pintu untuk ke surga.

"Aamiin,"

"Yes, makan..." seru Nada kembali. Dia mengunyah dengan nikmat bakso itu sambil tersenyum-senyum memandang ekspresi di wajah Agam.

Beginilah yang ingin Nada beritahu kepada Agam mengenai kehidupannya menjadi seorang mahasiswa. Jika tidak ada uang membeli makanan 4 sehat 5 sempurna, maka mahasiswa lebih memilih makanan simple namun mengenyangkan. Apalagi bagi para perempuan, siapa yang tidak suka makanan berkuah dengan rasa pedas ini.

"Kamu sering makan ini?" tanya Agam mulai memakan bakso miliknya.

"Sering. Kalau nggak ada uang, ya ke sini. Murah terus enak. Besok pagi aku ajakin makan-makanan murah, terus enak deh," ajak Nada penuh semangat.

"Kalau kamu butuh apa-apa, jangan ragu minta sama Mas."

"Uggghh.. Ini yang disuka sama perempuan. Uang suami itu uang istri tapi uang istri ya miliknya sendiri," kekeh Nada geli.

Di sampingnya Agam ikut tertawa, pepatah lama itu memang sudah diketahui oleh semua orang. Namun bagi Agam itu hal yang layak sekali di dapatkan oleh seorang istri.

Bagaimana tidak layak? Dari kedua mata suami belum terbuka, sampai kedua mata suami tertutup kembali, semuanya istri yang melakukan. Walau seorang suami tidak pernah meminta istri melakukan banyak hal, namun dari keikhlasan yang dilakukan para istri memang patutnya dihargai dengan nilai tinggi.

Apalagi ketika mereka mempertaruhkan nyawa antara hidup dan mati saat melahirkan. Rasanya Agam rela memberikan apapun sebagai hadiah dari perjuangan itu.

"Mas sampai kapan di sini?" tanya Nada sembari meminum teh hangat yang tadi dia pesan.

"Selasa. Rabu balik ke Jakarta. Kamisnya Mas ada sidang."

"Berarti sampai besok doang?" tanya Nada tidak yakin.

Agam mengangguk, membalas tatapan terkejut Nada dengan ekspresi bingung.

Mr. Baihaqi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang