BAB 2.

374 4 0
                                    

"Eh, kalian udah pada tau, nggak, kalo si Ardi lagi digosipin sama Sintya?" kata Ulfa tergopoh-gopoh membawa semangkuk soto yang diletakkan ke meja dengan kasar, sehingga membuat kuahnya sedikit tumpah.

Dara yang sedari tadi mengaduk-aduk gelas es tehnya yang sudah tak terisi apapun dengan tatapan kosong hanya mengangguk lemas. Tentu saja ia sudah tau, gosip ini menyebar luas di angkatannya.

Sintya-gadis yang digosipkan dengan Ardi- memang cewek yang anggak populer di kalangan kakak kelas, apalagi angkatan mereka. Ia dikenal karena sangat cantik dan sangat lemah lembut, tentu saja hampir semua pria akan jatuh cinta dengan sifatnya yang sangat ke-cewe-an itu.

"Yaelah, Dar. Gelasnya jangan dipandangin terus kayak gitu, bisa-bisa gelasnya pecah, lagi" ucap Rahma sambil melambaikan tangannya di depan wajah Dara.

Nindy terkekeh melihat temannya satu itu. Selama bertahun-tahun dia berteman dengan Dara, tidak pernah-pernahnya seorang Dara bisa galau hanya karena seorang cowok. Padahal dulunya, Dara adalah ratunya kalo soal menaklukkan hati cowok.

"Ya gimana nggak lemes, cowok sepolos dan selugu Ardi tiba-tiba digosipin sama cewe. Cewenya Sintya, lagi. Ya gegerlah satu benua." sahut Yuna. Untungnya kantin sedang sangat ramai dan berisik sehingga obrolan mereka tidak akan terdengar oleh yang lain.

Dara kembali mengangguk lemas sambil tetap mengaduk-aduk gelasnya yang kosong. Nindy menarik gelas kosong yang 'dipermainkan' Dara, tentu saja ia risih.

"Jangan lemes gitu dong, Dar. Kamu kan udah biasa menangani hal-hal berbau cowo kayak gini. Masa sang maestro lemes cuma gara-gara gosip?" Bukan mengejek, Nindy sebenarnya memberikan semangat untuk Dara. Ia tak ingin sahabat tersayangnya ini galau hanya karena gosip lambe turah.

"Iya, Dar. Kamu masih punya banyak kesempatan, sebelum janur kuning melengkung." Ulfa membentuk lengkungan dengan telapak tangannya. Dara tersenyum kecut lalu menarik mangkuk soto Ulfa yang sudah tinggal setengah.

"Bahasamu itu, nyet, geli aku." Ulfa melotot, bukan karena disebut 'Nyet', tapi karena sotonya dimakan Dara.

"Sialan kamu, udah ngatain aku monyet, makan soto aku lagi. Dasar TTTD, Teman Tak Tau Diri!" pekik Ulfa yang membuat lainnya tertawa, begitupun Dara. Ulfa, di dalam hatinya ia sedikit bersyukur, setidaknya bisa membuat sahabatnya ini sedikit tersenyum. Tapi tetap saja itu sotonya jangan dicuri gitu!

***

"Radit, itu makanan aku!" pekik Nindy mencoba menggapai sebungkus makanan di tangan Radit yang sedang terangkat tinggi, membuat gadis ini kesusahan untuk mengambil makanan itu.

"Cium dulu, sini." Goda Radit sambil memonyongkan mulutnya. Nindy mendorong pipi Radit menjauhkan wajah itu dari wajahnya.

"Cium tuh dinding." Nindy mulai menyerah dan membiarkan sebungkus makanan berharganya menjadi milik orang kurang waras yang ada di depannya.

Setiap hari ia memang akan selalu diganggu oleh Radit. Itu sudah menjadi hukum alam di kelas 10-2. Mereka selalu bertengkar dan berujung dengan kekalahan Nindy karena ia selalu mengalah.

Radit adalah tipe orang yang suka mengganggu gadis-gadis polos yang masih bersifat bocah, seperti Nindy. Menurutnya, melihat wajah cemberut gadis itu akan menambah lebar senyumnya setiap hari. Seperti simbiosis parasitisme saja.

"Dit, ayo ke kantin. Jangan gangguin anak orang mulu." teriak Angga dari pintu kelas membuat Radit menghentikan kegiatannya sebentar lalu menoleh. Wajah Radit tidaklah jelek, ganteng malah, hanya saja dia sangat kurang dalam hal kewarasan.

"Pergi kamu, sana. Jangan ganggu aku terus." usir Nindy dengan wajah cemberut. Radit tertawa. Inilah yang disebut simbiosis parasitisme, merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lain.

Mr. RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang