BAB 3.

285 8 1
                                    

Nindy melempar ponselnya ke atas ranjang. Akhir-akhir ini ia agak risih karena setiap hari mendapat pesan-pesan perhatian yang menurutnya tidak terlalu penting untuk ditanyakan.

Pertanyaan-pertanyaan seperti 'sudah makan belum' ataupun 'lagi ngapain' adalah kalimat-kalimat ter-membosankan sejagad raya. Daripada ditanyai sudah makan apa belum, ia lebih suka ditawari makanan gratis. Tanpa basa-basi, langsung gerak, gitu!

Ia tak menyangka Fatur adalah orang se-lawas itu. Ya, orang yang akhir-akhir ini selalu memberi perhatian lebih pada Nindy adalah Fatur, teman sekelasnya yang sangat suka mengganggu hidupnya. Nindy heran, mengapa ia menjadi orang yang berbeda saat di kelas dan saat chatting.

"Dia suka, kali, sama kamu, makanya caper gitu." Dara –sang maestro cowok langsung menyadari hal itu. Nindy menoleh.

"Jangan sok tau." ucap Nindy singkat.

"Dih, kamu nggak percaya sama pakarnya cowok nih, sekarang?" Dara membenarkan posisi duduknya di ranjang sambil memeluk bantal. Nindy terkekeh.

"Dulu sih percaya, tapi semenjak ada kasus Ardi aku udah nggak percaya lagi sama kamu." Nindy tertawa. Dara melempar bantal yang dipeluknya ke arah Nindy yang sedang duduk di depan meja belajarnya.

"Sialan kamu. Kalo itu beda kasus lagi." bantah Dara. Nindy hanya terkekeh, membuat Dara semakin ingin menggigit pipi Nindy yang melebar dan terlihat seperti marshmallow sekarang.

"Dih, nyengir mulu ni bocah. Aku gigit kamu, sini." Dara bangkit dari tempat tidur dan bermaksud mengejar Nindy kalau saja Ulfa tidak membuka pintu, membuat Dara menghentikan niatnya dan menyambut Ulfa yang membawa Indomie kuah dengan mata berbinar.

"Air panas, air panas." Ulfa meletakkan nampan berisi tiga mangkuk mie itu di atas meja lipat. Nindy segera bangkit dari duduknya, aroma indomie memang tak tertandingi!

"Pada bahas apaan, sih? Kok tadi kayak berisik banget." Ulfa mulai memasukkan mie ke dalam mulutnya.

"Biasa, Fa. Ada korban lagi." sahut Dara tanpa menoleh dan tetap fokus meniup mie nya.

"Korban? Korban apaan? Nggak ngerti aku."

"Ada yang suka, noh, sama si Nindy. Heran aku, orang telmi kayak Nindy masih aja banyak yang suka." Nindy menoyor kepala Dara.

"Apaan sih, Dar? Jangan ngikut-ngikut Ulfa jadi adminnya lambe turah, dong." sahut Nindy kesal. Bisa-bisanya Dara langsung menyimpulkan hal seperti itu.

"Emang siapa?" tanya Ulfa.

Nindy menggeleng kencang. "Nggak ada." Dara mencibir, lalu menoleh ke arah Ulfa.

"Coba tebak siapa. Dia teman sekelas kita." Ujar Dara.

"Fatur?" tanya Ulfa tanpa banyak pikir. Mata Nindy membelalak. On Point!

"Tuh, kan, kayaknya semua orang tau deh kalo si Fatur itu gelagatnya kayak suka sama kamu. Kentara banget." ujar Dara.

Nindy mengerutkan dahinya. "Kentara gimana? Aku aja nggak tau."

"Karna kamu telmi!!" pekik kedua sahabatnya spontan, Nindy agak tersentak.

"Jahat, ih, kalian berdua." Nindy memanyunkan bibirnya, sedangkan pihak lain hanya tertawa.

"Ya kamu sih jadi orang tuh lola banget."

"Si Fatur tuh udah keliatan banget suka sama kamu, ngeliat cara dia gangguin kamu."

"Perasaan biasa aja, deh. Dia gangguinnya juga kayak yang lain." bantah Nindy. Ia memang tak begitu peduli dengan hal-hal yang seperti ini.

"Tuh, kan, keliatan banget telminya. Udah, ah, cape aku ngomong sama bocah kayak kamu." Dara menyudahinya dengan menyeruput kuah mienya. Nindy yang masa bodo-pun hanya menggidikkan bahu tanda tidak peduli.

Mr. RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang