Boy Who Stares At Cat

26 6 2
                                    

Angin yang berhembus di bulan November memang bukan main dinginnya. Sebentar lagi musim gugur akan berganti dengan musim dingin. Daun-daun yang rontok dari dahannya akan terganti dengan kepingan salju yang turun dari langit.

Aku merapatkan mantelku, merutuki nasibku karena ibu memaksaku pergi ke minimarket di malam yang dingin ini untuk membeli beberapa bungkus ramen dan beberapa butir telur. Jadi, karena tidak tahan dengan ocehannya, aku pun mengalah dan akhirnya pergi menuju minimarket terdekat dengan menggunakan sepeda.

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk memilih beberapa bungkus ramen dan telur. Beberapa saat kemudian, aku sudah berdiri di depan kasir dan membayar semua belanjaanku. Aku langsung buru-buru keluar dari minimarket segera setelah semua belanjaanku terbayar.

Aku baru saja hendak menarik sepedaku yang terparkir di depan minimarket dan menaikinya begitu aku melihat seorang lelaki sedang berdiri di parkiran minimarket. Ia sendirian. Tubuhnya dibalut sweater rajut dan tangan kirinya menggenggam sebuah plastik berisi barang belanjaannya.

Yang membuat aku heran adalah lelaki itu berdiri tak bergeming di sana sembari menatap sepasang mata terang milik seekor kucing hitam yang balik menatapnya juga. Mereka saling tatap-menatap satu sama lain dan sama sekali tidak peduli dengan keadaan sekitarnya.

"Aneh," gumamku ketika melihat lelaki itu.

Aku pun mengangkat kedua bahuku dan berusaha untuk tidak peduli. Jadi, karena sudah rindu dengan kehangatan juga kenyamanan rumah, aku pun segera menaiki sepedaku dan mengayuhnya.

Hari-hari berikutnya, aku kembali pergi ke minimarket. Hampir setiap malam ada saja barang-barang yang harus kubeli. Terkadang ibu menyuruhku membeli beberapa kotak natto atau sebungkus bawang bombay atau beberapa bungkus teh ocha. Terkadang juga ayah yang menyuruhku pergi ke minimarket untuk membeli sebungkus rokok atau beberapa botol sake.

Jadi malam ini, ketika aku membeli sebotol sake dan sekotak mochi, aku kembali melihat lelaki itu lagi. Sama seperti malam-malam sebelumnya, ia masih berdiri tak bergeming di sana sembari menatap seekor kucing hitam. Ia menggunakan sweater rajut yang sama dan tangan kirinya memegang kantong belanjaannya. Kantong belanjaannya terlihat lebih penuh dari pada malam-malam sebelumnya.

Pemandangan lelaki itu memang tak asing lagi bagiku karena sudah beberapa kali aku melihatnya di parkiran itu. Terkadang aku tak habis pikir bagaimana bisa dia tahan berdiri berlama-lama di luar ruangan dengan angin bulan November yang selalu berhembus kencang.

Sebuah kaleng minuman cola tampak menggelinding jatuh dari kantong belanjaannya yang penuh ketika tangan kirinya bergerak sedikit. Lelaki itu tetap tak bergeming dan masih menatap mata si kucing hitam.

Aku akhirnya memutuskan untuk mengambil kaleng cola yang terjatuh tersebut. Kucing hitam yang serius menatap lelaki itu langsung berbalik kabur begitu aku berjalan mendekat dan berdiri di sampingnya.

Lelaki itu lalu menoleh ke arahku dan mengerutkan alisnya tidak senang. "Kau membuatnya kabur," sahutnya.

Aku pun menyodorkan kaleng cola miliknya. "Minumanmu terjatuh. Jadi aku memungutnya," balasku.

Lelaki itu tidak menjawab lagi dan hanya menatapku. Aku balik menatapnya. Lalu, suasana pun berubah hening.

Beberapa saat kemudian, lelaki itu pun mengambil kaleng cola yang kusodorkan dan memasukannya ke dalam kantong belanjaannya. "Terimakasih."

Tanpa menunggu perkataanku lagi ia pun segera berbalik pergi, meninggalkan aku sendirian yang masih berdiri mematung memandangi punggungnya yang menjauh. Aku menghela napas panjang dan membuat uap putih keluar dari hidungku.

Boy Who Stares At CatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang