Vian, mencurigakan?

80 18 6
                                    

"Olaaaaa?" teriak seseorang dari pintu kamarku. Kulihat sosok Ane tengah berdiri dan menenteng sebuah kantung plastik ditangannya.

Aku menatap jam setelah tau siapa yang datang ke kamarku, saat ini masih jam delapan pagi di hari minggu. Aku tidak menyambut Ane, juga tidak merasa senang akan kedatangannya. Bukan apa-apa, hari ini adalah hari libur dan masih sangat pagi untuk berkunjung kerumah seseorang. Kami juga sepertinya tidak membuat janji untuk bertemu.

"Ini bubur buat lo." Ane menghampiriku dan memberikan bungkusan tadi yang ia bawa.

Aku menerimanya dan membuka isinya, sebuah bubur dengan asap yang masih mengepul, "thanks, lo beli dimana Ne? Kok masih panas?" tanyaku terheran, karena memang sebenarnya jarak rumah Ane dan rumahku sedikit jauh. Jika ia membeli dari rumahnya atau dijalan menuju rumahku pasti buburnya tidak sepanas ini.

"Tuh dibawah, eh lo udah sehatan?" Ane memegang dahiku dengan punggung tangannya.

"Sakit?" aku berbalik tanya.

"Bukannya hari Jumat lo pulang duluan karna sakit?"

Aku berfikir sebentar. Oh aku baru ingat saat itu hari Jumat, hari dimana aku mengobrol dengan Vian dan berakhir sedikit rasa sakit hati akan kata-katanya. Setelah mendapati kepergian Vian, aku tidak langsung mengikutinya untuk masuk ke kelas. Tapi aku hanya bisa berdiam diri dibelakang gudang lumayan lama, tidak tau harus berbuat apa. Terlalu merasa malu untuk bertemu dengan Vian setelah kejadian itu, kalimatnya terlalu memberi kesan bahwa aku adalah perempuan yang tidak punya malu, karena mendekatinya dan berlaku 'sok kenal' padanya. Mungkin aku bisa menerimanya, jika ia mengucapkannya dengan nada bercanda.

Koridor sekolah saat itu sudah sepi karena setiap kelas memang sedang melakukan kegiatan belajar. Tapi tidak denganku, aku baru saja menuju kelas setelah hampir sepuluh menit aku habiskan sia-sia di belakang gudang.

"Permisi pak," aku memasuki kelas yang saat itu diisi oleh pelajaran bahasa Indonesia.

Pak Sutio menatapku sebelum bertanya, "dari mana kamu Carola?"

"Maaf pak tadi saya dari uks. Saya mau izin pulang boleh pak? Saya kurang enak badan." jawabku berbohong. Aku sedikut gugup, takut juga pak Sutio mengetahui kebohonganku. Lalu ia menatapku sekali lagi seolah menyelidik.

"Ya sudah kalau kamu sakit, boleh pulang, mukamu itu udah pucat gitu lho." kalimat yang terdengar dari mulutnya dengan logat jawa mampu membuatku menghela nafas lega.

Dia Adalah VianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang