Memang benar kata orang. Rizki Jodoh dan Maut tidak ada yang tau kecuali tuhan. Begitu pula yang terjadi padaku.
Kenangan 5 tahun yang silam masih sangat segar di ingatan, kalau Aku membayangkan masa laluku itu, Aku akan tertawa-tawa sendiri semua jadi lucu.
Coba bayangkan ketika kisah asmara bersama teman lelakimu sedang membara tiba-tiba ada orang yang ingin menjodohkanmu dengan orang lain apa yang akan anda rasakan, pasti hati anda akan sakit, kecewa dan merena. akan tetapi bilah yang di dijodohkan dengan anda itu, orangnya ganteng, gagah sudah punya segalah-galanya dan dia jau lebih baik dari pacarmu apakah anda akan menolaknya atau anda akan menerimahnya dan menghianati teman lelaki anda, ataukah anda dalam keraguan. kalau soal ini aku punya cerita buat kalian.
Pada suatu hari papah dan mamah memberitau aku "Hai Retno... lupakan teman lelakimu, karena kamu akan kami jodohkan dengan lelaki pilihan kami" ujar kedua orang tuaku yang begitu menggelegar di telingaku. coba bayangin di saat cinta anda menggepu-gepu pada teman lelaki anda tiba-tiba kedua orang tua anda tidak sejalan dengan otak anda pasti anda akan menolaknya. "mah papah. emangnya zaman siti nurbaya, pakek di jodoh-jodohin" bantahku. "tidak perduli kamu akan kami jodohkan dengan syaifudin (yg jadi suamiku skrg) putra sahabat mamah dan papah" sahut kedua orang tuaku. "tapi mah" ucapku terpotong "ga ada tapi-tapian pokoknya hari ini juga kamu ga boleh keluar dari rumah" sambung ucapan kedua orang tuaku.
semenjak hari itu hp, leptop semua di rampas oleh kedua orang tuaku, ga boleh keluar rumah apalagi masuk kuliyah, pokoknya waktu itu aku menjadi tahanan rumah dengan penjagaan yang super ketat, berkali-kali aku mencoba kabur dari rumah tapi usahaku sia-sia.
"Hai Rentno, kamu ga usa mencoba kabur dari rumah ini, karena usahamu hanya sia-sia" hardik mamah padaku. "tapi mah... berilah aku kesempatan... ga seperti ini carannya mah" rayuku memelas pada mamah. "uda... ga usa merengek kamu kaputusan ini sudah final" ucap mamah. bayangin kalau posisi anda seperti aku pada saat itu dan apa yang akan anda lakukan kalau usaha nego anda menemui kegagalan, pasti akan keluar di benak anda yaitu sebuah jalan penyelesaian dari masalah anda. begitu juga dengan diriku, aku sempat berfikir untuk mengahiri hidupku. tapi sayang aku takut mati.
******
hari yang di tentukan pernikahanku dengan mas udin telah tiba. aku semakin kalut dan berteriak-teriak histeris seperti orang gila, "brak kedubrak brok brok..." semua barang didalam kamarku ku hancurkan "yebut retno yebut..." ujar seorang wanita paru baya mencoba menenangkanku, tapi hatiku ga bisa tenang, tukang rias ga berani meriasku, pesta pernikahan itupun akhirnya ga jadi di laksanakan, pokoknya kubuat kalang kabut di hari pernikahanku itu. pintu kamarku ku kunci dari dalam dengan rapat-rapat, dan aku sudah tidak perduli lagi dengan orang-orang yang berteriak memanggil namaku. Dor... dor... "retno... bukah pintunya retno..!"
********
Dari luar kamarku terdengar suara sedang membicarakan pernikahanku. "pak penghulu, pernikahan harus tetap di lanjutkan walaupun retno ga mau keluar dari kamarnya" ujar papah. "iya benar... karena persyaratanya sudah terpenuhi, ada wali ada calon penganten pria dan juga ada saksi" sehut mamah. "baiklah kalau begitu kita mulai prosesi ijab qobul, wali mempelai wanita silahkan maju dan mempelai pria juga silahkan maju sedangkan para saksi silahkan duduk di belakang wali mempelai wanita dan mempelai pria" ucap penghulu. selang benerapa menit kemudian aku sudah syah menjadi istri mas udin, walaupun prosesi ijab qobul itu aku tidak bersama mereka di situ. aku mendengar mamah memanggilku. "Retno.. bukalah pintu, suamimu mau menyerahkan mas kawinya padamu" ujar mamah. "persetan dengan maskawin aku mau mati, aku mau bunuh diri..." sahutku dari dalam kamar, wah semua orang jadi ribut. "retno... jangan nekat, perbuatan itu dosa besar..." "ga perduli pokoknya hari ini aku mau mati" ujarku.
******
waktu itu sebenarnya aku kebingungan sendiri, mau bunuh diri tapi aku ga berani. sedangkan orang-orang di luar kamarku semua berteriak agar aku membuka pintu kamarku, tapi teriakkan itu tidak pernah aku dengarkan. "ayo dobrak aja pintunya, jangan sampai dia nekat" suara dari luar kamarku terdengar semakin panik tiba-tiba saja. "blooorr" suara pintuku jebol, mereka segera merangsak kedalam kamar kemudian mereka memegangku, "eleng retno eleng..." ucap seorang ibu-ibu tua. dan di ambang pintu aku melihat seorang pemuda ganteng dan gagah usianya sekitar 5 tahun lebih tua dari pada aku, memakai jas berwarna hitam, celana hitam dasi berwarna putih dia begitu terlihat sangat alogan, dia menatapku penuh iba kemudian dia mendekatiku. "retno... kenalin nama saya syaifudin" ucapnya sambil menghulurkan tanganya. Aku tersentak kaget ternyata suamiku orang ganteng dan gagah bahkan jau lebih ganteng dan gagah di bandingkan dengan teman lelakiku, andaikan aku mau menemui dia di kalah kedua orang tuaku mengundang dia datang kerumah pasti aku akan berfikir dua kali untuk menolaknya. tapi sayang egoku telah menguasai otakku sehungga aku tidak bisa membedakan mana batu intan dan mana batu koral. lelaki itu mengajaku berjabat tangan. "jadi lue yang namanya syaifudin?" tanyaku. "iya... saya syaifudin suami kamu" "pluak... bros... bros..." tanganku langsung menapar wajahnya serta kuludahi mukanya, "Retno... jangan kurang ajar kamu...!" bentak papah dengan mendengus sembari menarik bajuku dan tanganya di angkat tinggi-tinggi kemudian melesat kearah wajahku. "jangan om..." "wesssss" tangan papah melesat di samping telingaku karena dengan cepat mas udin menarik tubuhku dan menyembuyikan aku di balik punggungnya, aku sangat ketakutan melihat wajah papah tiba-tiba berubah seperti singa yang sedang lapar yang tidak perna aku lihat seumur hidupku. "Om... Retno sekarang sudah syah menjadi istri saya, jadi semua keselamatanya sudah menjadi tanggung jawab saya, kalau retno ada salah dengan Om biarlah saya yang menanggung hukumanya" ucap mas udin, "Din, om dan tante sebenarnya sangat malu dengan kamu, maafkan kami, kami hanya ingin yang terbaik buat anak kami" "udalah om, semuanya sudah terjadi, akulah yang salah, karena aku tidak mendengarkan nasehat om untuk berkenalan dulu sama retno sebelum kami menikah" ucap mas udin, "bukan kamu yang ga mau kenalan dengan dia, tapi anak biadab itu yang ga mau menemui kamu" ujar papah menahan amara. kemudian dia membalik tubuhnya menghadap kearahku. "ret, ini maskawinku" ucap mas udin seraya menyerahkan sebuah kotak kepadaku, tapi aku hanya menunundukkan kepalah dengan kedua tanganku meremas ujung bajuku. "ya uda... kalau kamu sekarang ga mau menerima" ucap mas udin kemudian dia meletakkan kotak maskawinya di atas ranjangku. "Ret, anggap saja semua sudah selesai, mulai hari ini kamu bebas melakukan apa saja yang kamu mau" ujar mas udin kemudian dia meninggalkanku.