12

2.3K 199 25
                                    

Jennie meringis, melihat bagaimana Hoseok mengobati luka Jimin yang--menurut Jennie--sangat sangat sangat dalam, sehingga darahnya tak berhenti merembes bahkan saat Hoseok menahannya dengan kapas.

Itu adalah darah, dan kabar baiknya, Jennie takut akan darah. Dan yang lebih baik lagi, darah Jimin terus saja mengalir bahkan hingga merembes. Bisa kalian bayangkan seberapa dalam luka itu?!

Oh Tuhan, pasti sangat sakit.

Kejadian yang sangat buruk, entah kerasukan setan apa Jisoo memukul Jimin dengan pisau yang ia genggam. Tapi sungguh! Jisoo tidak bermaksud melakukan hal itu!! Jisoo berani bersumpah, dia tidak ingin melukai Jimin hingga separah itu.

Gadis itu pikir ia sedang memegang sebuah pengaduk adonan, bukan pisau! Sekali lagi, bukan pisau! Garis bawahi itu! Namun, entah sial atau beruntung, ternyata Jisoo memegang pisau buah yang tidak terlalu tajam. Dan.. ya, maka terjadilah hal ini.

Ke tiga puluh enam siswa lelaki yang tadi di ruangan ini sudah pergi keluar untuk membagikan cup cake enak buatan Jin, dilengkapi cream warna-warni berbagai rasa buatan Jinyoung, semua cup cake itu makin terlihat enak setelah dihias oleh Jisoo. Sedangkan Jinyoung pergi keluar menggantikan Jimin mengurus makanan pesanan tadi.

Jadi, tinggalah Jennie, Jimin, Jin, Jisoo, juga Hoseok--yang langsung datang setelah Jin panggil--di dalam ruangan ini. Lagi, Jennie meringis untuk kesekian kalinya. Sejak dulu, Jennie benci melihat seseorang terluka, karena hal itu seakan membuatnya ikut merasakan hal yang sama. Oleh sebab itu, Jennie tak berhenti meringis disaat Jimin menampilkan wajah datar meski Hoseok menekan kapasnya di luka Jimin kuat-kuat.

Sesekali mengerjai Jimin lumayan juga, itulah yang Hoseok pikirkan. Jahat memang. Namun sialnya, Hoseok tidak melihat sedikitpun ekspresi kesakitan dari Tuan Park satu ini. Membuat Hoseok seketika mendengus, mengumpat dalam hatinya.

Sial!

Dilain sisi Jisoo tak henti menggigit bibir bawahnya. Oh demi Tuhan, Jisoo tak bermaksud melakukan hal itu! Niatnya hanyalah sedikit memukul lengan Jimin, dan sudah. Itu saja! Tidak ada sedikit pun niat untuk melukai Park Jimin di hati Kim Jisoo, namun hal ini sudah terjadi ya mau bagaimana lagi. Jisoo kebingungan, apakah dia sedih? Merasa bersalah? Atau malah senang?

Disamping Jisoo, Jin terus menatap gadis itu khawatir. Jisoo terlihat begitu frustasi, dan Jin menyimpulkannya sebagai bukti bahwa Jisoo sangat sangat merasa bersalah pada Jimin. Hal itu membuat Jin paham, se-ganas apapun Jisoo, dia tetaplah perempuan. Perempuan yang merasa bersalah, yang bisa gugup, dan yang bisa merasa takut.

Fakta mengejutkan bagi Seokjin.

"Jja, sekarang kau akan baik-baik saja!" Jimin tersenyum, mengucap sepatah kata terima kasih pada Hoseok sebelum memangku tangan kirinya yang terasa sedikit ngilu. Hebat, meski rasanya pasti sakit, Jennie tak melihat sedikit pun Jimin merasa kesakitan.

"Chim, sebaiknya kau pulang saja, aku akan mengurus semua tugasmu. Oke?" Jimin menggeleng, balas menatap Jin penuh protes. Tentu, tak biasanya Jimin seperti ini. Biasanya, Jimin akan lebih memilih bolos seharian dibanding mengurus acara--yang menurutnya--tak jelas seperti ini.

Tapi, terima kasih banyak pada guru kesayangan mereka. Yang membuat Jimin wajib masuk dan membantu tugas OSIS meski dia sangat enggan. Oh ayolah, seorang anak seperti Jimin masuk keanggotaan OSIS? Huf, tidak mungkin.

"Ayolah Hyung, kau ingin aku dihukum lagi?"

Jisoo dan Jennie mematung. Hyung? Jimin bilang Hyung? Hyung katanya? HYUNG?!

"Tunggu, kalian.. saudara? Maksudku, benar-benar saudara? Saudara.. kandung? Saudara sedarah? Saudara.. saudara?"

Jin mengangguk singkat sembari melirik Jennie sebelum kembali menatap Jimin. "Pulanglah, Hoseok antar dia. Jimin, jangan protes. Aku Hyungmu. Jadi diam dan ikuti perintahku."

Tell Me Why ;BANGTANPINKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang